Kata ICW, Selama 2016-2020 Terdapat 64 Kasus Korupsi di NTT, Kerugian Negara: Rp 104,9 Miliar

redaksi - Sabtu, 24 Juli 2021 17:49
Kata ICW, Selama 2016-2020 Terdapat 64 Kasus Korupsi di NTT, Kerugian Negara: Rp 104,9 MiliarKedua tersangka dugaan kasus korupsi dana desa di Manggarai Barat saat diamankan polisi. (sumber: Istimewa)

JAKARTA (Floresku.com) - Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan Indonesia Coruption Watch (ICW) Wanna Alasmsyah menyebut tren penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami fluktuatif.

Hal tersebut disampaikan Wanna Alasmsyah dalam diskusi yang digelar Serikat Pemuda (SP) NTT yang bertajuk Meneropong Polemik di NTT “Akar & Tren Penindakan Korupsi",  Jumat, 23 Juli 2021.

 "Tren penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum cenderung fluktuatif tetapi rata-rata ada sekitar 12 kasus per tahun. Kerugian negara akibat korupsi cenderung meningkat dari tahun 2018-2020," kata Wanna

Menurutnya, untuk jangka waktu 2016-2020 terdapat sekitar 64 kasus korupsi yang terjadi, lalu ada 145 orang tersangka dengan total kerugiannya sebesar Rp104,9 miliar.

Sementara tren penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum, kata Wana, cenderung fluktuatif, tapi rata-rata sekitar ada 12 kasus per tahun.

Penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh institusi penegak hukum secara umum trennya cenderung fluktuatif,” ujar Wana.

Selain itu, modus yang paling sering digunakan oleh pelaku korupsi di NTT adalah kegiatan/proyek fiktif dan seringkali terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Tak hanya itu, modus lainnya yang sering digunakan yaitu penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, mark up, laporan fiktif, pungli dan suap.

Wana menambahkan bahwa anggaran dana desa juga adalah sektor yang rentan dikorupsi di NTT dan pada tahun 2016-2020 sebanyak 37 kasus yang ditangani kejaksaan.

Penyebabnya, kata dia, tansparansi dan akuntabilitas belum terealisasi dengan baik di institusi penegak hukum. "Transparansi dan akuntabilitas nyatanya belum terinternalisasi di dalam institusi penegak hukum," tutur Wanna

"Modus lainnya yang sering digunakan adalah penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, mark up, laporan fiktif, pungli, dan suap," ujar Wanna. Lalu, Wanna juga menyebut anggaran dana desa juga merupakan sektor yang kerap dijadikan ladang korupsi oleh para koruptor di pronvinsi yang dipimpin Viktor Bungtilu Laiskodat itu.  (MAR)
 

Editor: Redaksi

RELATED NEWS