Air Mata Leo Messi
redaksi - Senin, 09 Agustus 2021 14:37Oleh RD Pedro Sina da Silva
MESSI dan Barcelona, Barcelona dan Messi. Dua sisi dari realitas yang satu dan sama: sepak bola. Selain multidimensional, realitas bola selalu membawa kejutan.
Dunia bola belakangan ini dibikin geger oleh hengkangnya "The Legend", The King, el Maestro, Leo Messi, dari klub kesayangannya Barcelona. Entah ke mana perginya Messi, ke City atau ke Paris, publik masih menduga-duga dengan rasa penasaran yang tinggi.
Berita kepindahan Messi dari Azulgrana sudah pasti lebih heboh dari berita kepindahan sang rival Cristiano Ronaldo dari Los Blancos Madrid ke Juventus. Ini bukan tanpa alasan.
Sejak berusia 13 tahun Leo tiba di Catalan dan menjadi "uno de los catalanes". Selama 21 tahun anak Argentina ini bermain di Barça dan telah menorehkan aneka prestasi luar biasa. Día dibesarkan oleh Barcelona dan sekaligus membesarkan klub Azulgranas itu. Día bukan hanya "the best player", tapi juga Legenda sepak bola abad ini.
Barcelona tanpa Messi atau Messi tanpa Barcelona rasanya seperti harus memakai masker seumur hidup. Sesak. Menderita.
Los aficionados (fans) de Barcelona memang sedang menderita saat ini. Menangis. Air mata mereka menyatu dengan air mata "Sang Mesi-as" yang mengalir deras di bumi Catalan saat memberikan diskursus perpisahan dalam "Rueda de Prensa" hari kemarin.
Saya menikmati diskursus itu dalam kereta api yang membawa saya dari Salamanca ke Madrid. Tanpa sadar air mata saya ikut mengalir. Terhanyut dalam kesedihan mendalam menyimak diskursus singkat dari sang Bintang yang disampaikan dalam bahasa Spanyol, tapi dengan aksen Argentina yang sangat kental. Seniman bola itu mengakui secara jujur bahwa día hampir kehabisan kata dan tak tahu harus bilang apa pada momen istimewa itu.
Dalam Konferensi Pers itu día berbicara lugas tentang perasaannya, tentang teman-teman se-klub dan semua yang terlibat dalam klub, tentang para fans yang teriakannya tak terdengar lagi pada satu setengah tahun terakhir gara-gara Covid-19, tentang masa lalu dan masa depan, tentang "todo lo bueno", semua hal baik, yang telah día terima selama berada di Barça.
Messi sangat mencintai Barcelona. Jika bukan karena Covid dan krisis finansial yang mendera Barcelona, saya amat yakin día akan memilih menua dan mati di Barcelona. Anak-anak dan isterinya sangat betah di Catalan. Orang Catalan juga sangat mencintai pribadi Messi yang rendah hati dan "tahu berdoa". Paling kurang setelah menciptakan gol, Mesi tak pernah lupa membuat tanda salib, tanda kemenangan Kristus, sambil memandang ke langit, ke surga, klub terakhir yang diimpikan oleh semua pemain kehidupan.
Meninggalkan Barça, bagi Messi, adalah meninggalkan "kehidupan", meninggalkan rahim yang telah mengandung dan melahirkannya menjadi pemain terbaik dunia dan Legenda sepak bola abad ini. Untuk semuanya itu, wajar jika Messi menitikkan air mata. Sehebat-hebatnya dia memainkan si kulit bundar, tapi jauh lebih hebat gerakan hati dan bahasa kemanusiaan yang membuatnya menangis.
Di balik deraian air mata yang mengharukan jagat bola itu, masih ada harapan tersisa yang sempat día taburkan ke hati keluarga besar Barcelona. "Saya ingin kembali suatu hari nanti ke Barcelona", tegas Leonel dalam rueda de prensa itu. Entah sbg apa, pelatih, presiden atau yang lain. Wait and see. Tapi satu hal yang pasti, untuk membesarkan klub yang telah membuat día "besar".
Terima kasih Leo. Air matamu adalah air mata kami, air mata para pencinta bola, pencinta kemanusiaan dan kehidupan. Karena dari bola kami merefleksikan kehidupan yang selalu diwarnai oleh senyum perjumpaan dan air mata perpisahan.
Te queremos, Leo. Que vaya bien a otro club y que vuelvas pronto a Barcelona. Kami mencintaimu, Leo. Semoga engkau baik-baik di club lain dan cepat kembali ke Barça. (*)
Barajas, Madrid Aeropuerto.
On the way to Swiss.
09.08.2021