Chi è? Di dove è?: Sebatas cerita ringan saja dari 'Habemus Papam'
redaksi - Jumat, 09 Mei 2025 19:48

Kons Beo, SVD
Himpit-himpit bersesakan. Pemandangan itu tak terhindarkan. Itu kisah nyata kemarin di area jalan masuk alun-alun satu Petrus. Semua seperti pada menyemut ke sana.
Baru saja mengudara asap putih dari cerobong Kapela Sistina. Lonceng Gereja membahana. Petunjuk penting telah terpilih Paus ke 267. Iya, asap putih teramat penting untuk semua yang 'extra omnes.'
Untuk siapa pun kita yang tak tergabung dalam 133 Kardinal pemilih itu.
Dan asap putih itu pun pergi entah ke mana. Masa sudah tak pedulikannya lagi. Kini atensi mengarah ke Balkon Utama depan Basilika St Petrus. Paus terpilih bakal segera diumumkan. Lapangan St Petrus dan dunia sudah pada tak sabar menanti tampilan perdananya.
Saya tak lihat langsung mengepulnya asap putih itu. Maklum, saat itu lagi nikmati 'riso cantonese dan spuntatura di maiale' di sebuah restoran di Via Gregorio VII. Sedikit hiruk pikuk suasana restoran. Itu karena info 'habemus papam' awal dari asap putih itu. Maka?
Segera tinggalkan restoran. Mesti menuju Lapangan St Petrus. Dan di jalan masuk itulah, kisah berhimpit-himpit mesti dialami. Demi seorang yang bakal tampil di balkon Basilika, lautan massa mesti berjuang.
Sepertinya semua ingin 'dengar sendiri, lihat dengan mata kepala sendiri' Paus Baru itu. Cukup bagi saya untuk lihat sepintas wajah Paus.
Tentu tak jelas ke jauhan Balkon sana. Syukurlah ada Layar Lebar untuk bisa terlihat jelas.
"La Pace sia con tutti voi." Seruan awal ini sudah memecah rasa rindu menanti tampilan dan suara perdana Paus Leo XIV. Semua pada antusias. Bagaimana pun, kiri-kanan, masih tertangkap suara tanya: "Chi è? Di dove è?" Siapa dia? Dari mana?
Saya yang 'buta knop' dengan sosok Robert Francis Prevort mesti memilih diam. Mau tanggap serius kata-kata pidato awal Paus juga susah. Kepala kurang fresh untuk fokus di lautan massa seperti itu. Hanya sebatas rasa hati ceriah bahwa kita sudah punya Paus berikutnya.
Lapangan Santu Petrus mesti ditinggalkan. Kembali ke Collegio San Pietro. Di komunitas, di kamar makan tepatnya, terlihat beberapa kelompok imam (student) duduk 'omong-omong.'
Tema utama, iya tentang konklaf dan terpilihnya Paus Robert sebagai Leo XIV itu. Saya coba 'diumpan-umpan untuk nimbrung.'
Jawaban saya singkat saja, "Intinya saya dan Paus XIV itu sama-sama Katolik. Lumayanlah!" Para Romo tertawa tempias.
Ceriah benar telah ada Paus baru. Di kamar, saya tak terlalu berselera, katakan begitu, untuk cari tahu siapa sosok Paus Leo XIV dalam detail curiculum vitae nya.
Di luar konklaf, suara-suara publik banyak tafsirnya, kaya analisanya, lebat harapan dan mau-maunya.
Mungkinkah 'siapa dia dan dari mana dia' sedikit ungkapkan ekspetasi yang terselubung?
Memang ini zaman canggih dengan teknologi komunikasi yang deras mengalir.
"Belum sejam dua tampil, badai info tentang Paus Leo XIV sudah melejit, membanjir dan mengudara. Kata-kata awal Paus sudah diperluas-lebar di TV. Dipaket dalam dialog, tafsir, dengar pendapat atau sambung rasa.
Ada banyak tanya tentang sosok Paus Leo XIV. Saya memilih diam saja. Ini bukan karena tak bakat bicara atau merangkai kata. Bukan! Bukan pula malas untuk cari tahu di sana sini siapa sosok Paus baru.
Biarlah inilah saat-saat awal bertenang diri dan berhening batin. Membawa semuanya dalam doa dan syukur. Tuhan, dalam kuasa RohNya, telah menunjukkan seorang pemimpin spiritual dan orang yang bisa berada dalam kehendakNya.
Di dalam sosok Paus Leo XIV tentu terdapat rencana dan kehendak Allah yang mesti dinyatakan. Demi kemanusiaan, demi peradaban dan kebaikan bersama, demi alam dan lingkungan hidup bersama.
Bagaimana pun, 'tanya-tanya nakal' bisa saja berhamburan namun jadi satu?"
Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Amerika Serikat, dari Negeri yang kini 'dikuasai' Donald Trump?
Dunia bisa saja siap-siap mengamati seberapa jauh kualitas relasi antara Holy See - Vatican City dan White House - Washington DC? Hari-hari pasti akan dilewati...
Verbo Dei Amorem Spiranti
(Roma, 09 Mei 2025)