Enam Komodo Jantan di Cagar Alam Wae Wuul Labuan Bajo, Dipasang GPS
redaksi - Minggu, 24 September 2023 06:35LABUAN BAJO (Floresku.com) - Enam komodo jantan yang dilepasliarkan pada Sabtu, 23 September 2023 di Cagar Alam Wae Wuul Labuan Bajo dipasang Global Positioning System (GPS).
GPS adalah sistem navigasi berbasis satelit yang terdiri dari setidaknya 24 satelit. GPS berfungsi dalam segala kondisi cuaca, di mana pun di dunia, 24 jam sehari, tanpa biaya berlangganan atau biaya penyiapan.
Enam komodo ini telah menjalani proses adaptasi di kandang habituasi selama 40 hari mulai 15 Agustus hingga 23 September 2023 sebelum dilepasliarkan.
Acara seremonial pelepasliaran itu berlangsung di SDN Menjana, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo. Jaraknya kurang lebih 1 kilometer dari lokasi enam komodo itu dilepas.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Indra Eploitasia menjelaskan, enam komodo yang dilepasliarkan ini secara genetik berasal dari populasi yang hidup di CA Wae Wuul.
- KALENDER LITURGI KATOLIK, Minggu, 24 September 2023: Bacaan Injil: Mat 20:1-16
- KALENDER LITURGI KATOLIK, Minggu, 24 September 2023: Bacaan II: Flp 1:20-24.27
- KALENDER LITURGI KATOLIK, Minggu, 24 September 2023: Bacaan I, Yes 55:6-9
Berdasarkan hasil pemantauan selama proses habituasi, enam komodo ini menunjukkan catatan positif mulai dari agresifitas, kemampuan adaptasi terhadap cuaca, kemampuan menghindari predator dan insting berburu.
Selain itu, lanjut dia, telah dilakukan survei lapangan untuk melihat kondisi habitat mulai dari ketersediaan pakan, serta keamanan dari gangguan yang bisa membahayakan kehidupan satwa langka itu.
"Proses habituasi bertujuan agar enam komodo ini dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan mampu bertahan hidup di alam liar, dengan meminimalisir kontak fisik dengan manusia," kata dia.
Dipantau selama tiga tahun
Kepala BKSDA NTT Arief Mahmud, mengungkapkan enam komodo yang dilepas ini masih dalam pemantuan kurang lebih selama tiga tahun.
Pemantauan itu dilakukan melalui GPS yang dipasang pada tubuh komodo, serta pantauan dari kamera trap.
Menurutnya pemantauan itu penting dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan program maupun strategi Ex Situ link to In Situ, dan juga sebagai bahan evaluasi dalam pengambilan kebijakan.
Dengan data GPS itu disebutnya akan membantu pihaknya dalam melakukan pemantauan mulai dari pergerakan komodo, perjumpaan dengan komodo lain, serta perilaku dari komodo itu sendiri.
"Kembalinya komodo ke kampung halamannya menjadi salah satu upaya pelestarian komodo yang menjadi ikon dalam pengembangan pariwisata di Labuan Bajo," ujar Arief.
Sementara Sr Section Manager of GA PT Smelting, Saptohadi Prayetno menyebut GPS yang dipasang di tubuh komodo dipastikan aman, tidak menggangu maupun melukai tubuh dari komodo. GPS itu dapat memantau pergerakan komodo sejauh 8 kilometer.
"Dipasang di bagian selangkangannya tetapi posisi di belakang, dijamin aman. Ini juga supaya gampang kita lakukan monitor, ketika misalnya komodo sudah berjalan melewati batas wilayah itu ketahuan," ungkapnya.
Sapto menyebut, dari data GPS itu juga akan digunakan sebagai bahan tulisan yang dipublikasikan sebagai kontribusi untuk Ilmu terapan dalam bidang konservasi komodo. Untuk diketahui, pelepasliaran enam ekor Komodo ini merupakan salah satu program CSR dalam hal konservasi yang dilakukan PT Smelting.
Sebanyak enam ekor komodo jantan dilepasliarkan ke habitat aslinya di Cagar Alam (CA) Wae Wuul, Desa Macang Tanggar, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu 23 September 2023. (Sumber: TribunFlores.Com). ***