'Gerakan Rakyat' Tuntut Presiden Jokowi Bertanggung Jawab atas Penyelewengan Reformasi Agraria
redaksi - Rabu, 25 September 2024 22:02JAKARTA (Floresku.com) -Melalui peringatan Hari Tani Nasional, 24 September 2024, para petani Indonesia yang bergabung dalam Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah menuntut Presiden Joko Widodo agar mempertanggungjawabkan penyelewengan pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia beserta seluruh kejahatan agraria yang terjadi.
Dalam keterangan tertuls yang diterima media ini, gerakan tersebut menyampaikan 10 Tuntutan Petani untuk mengatasi Darurat Agraria dan Darurat Demokrasi kepada Pemerintahan Prabowo ke depan:
- Menjalankan Reforma Agraria Sejati sesuai dengan UUD 1945 dan UUPA 1960 dengan melakukan redistribusi tanah kepada petani gurem, buruh tani dan perempuan petani, serta menyelesaikan seluruh konflik agraria struktural sebagai proses pemulihan hak-hak korban perampasan tanah dan penggusuran, selanjutnya Negara menjamin ketersediaan modal, pendidikan, teknologi tepat guna, benih, pupuk, infrastruktur pertanian dan pasar yang berkeadilan.
- Melakukan reformasi kelembagaan untuk mendukung RA dengan menyatukan fungsi planologi kehutanan, tata ruang, geospasial dan pengadministrasian hak atas tanah baik di darat maupun pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam satu kementerian yang mengurus agraria-pertanahan. Sebagai pelaksana RA Presiden harus membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden, dengan pelibatan Organisasi Rakyat. Lembaga ini penting untuk memastikan bahwa RA benar-benar dijalankan sesuai tujuannya.
- Mencabut regulasi anti petani dan rakyat, yakni UU Cipta Kerja dan produk hukum turunannya yang terkait dengan Bank Tanah, Food Estate, PSN, IKN, KEK, KSPN, HPL, forest amnesty, KHDPK, dll., serta menghentikan segala jenis kejahatan agraria yang telah berlangsung, sehingga ke depan konstitusi dapat diselamatkan, demokrasi ditegakkan, dan reforma agraria sejati dapat diwujudkan;
- Menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria serta RUU Masyarakat Adat sebagai penguat cita-cita UUPA, sekaligus landasan hukum bagi pelaksanaan redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pengakuan wilayah adat, perombakan monopoli tanah, dan pembangunan pertanian, pangan serta pedesaan dalam kerangka Reforma Agraria.
- Mengusut tuntas penyalahgunaan wewenang, korupsi agraria dan mafia tanah serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perumusan regulasi yang koruptif dan manipulatif yang berorientasi pada kepentingan bisnis dan PSN, yang telah merampas demokrasi, kebebasan, hak hidup dan hak atas tanah rakyat.
- Menghentikan dan menghukum berat praktik para mafia impor pangan yang telah menghancurkan sendi-sendi produksi petani, nelayan, peternak dan petambak garam, serta melemahkan pemenuhan hak atas pangan bahkan kedaulatan pangan.
- Membubarkan Badan Bank Tanah yang telah merampas tanah-tanah petani dan masyarakat adat dan telah membajak serta menyelewengkan tanah objek reforma agraria bagi rakyat, menjadi objek pengadaan tanah bagi para pengusaha.
- Membebaskan Petani, Masyarakat Adat, Nelayan, Perempuan, Kaum Miskin Perkotaan dan Aktivis Agraria yang dipenjara serta dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah, sekaligus menghentikan cara-cara kekerasan dan otoriter dalam penanganan konflik agraria.
- Melindungi wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan wilayah tangkap nelayan dari ancaman investasi yang merampas dan merusak lingkungan, demi keberlangsungan hidup kaum nelayan sebagai penghasil pangan khususnya ikan bagi segenap rakyat.
- Menghentikan food estate dan mengedepankan pembangunan pedesaan berbasiskan, pertanian pangan alami dan ekologis, peternakan dan perikanan yang berpusat pada kepentingan rakyat dalam kerangka RA Sejati, dimana pusat-pusat produksi dan industri milik petani dan nelayan dapat berkembang, saling terhubung dengan proses industrialisasi nasional yang mensejahterakan kaum buruh, sehingga hubungan desa-kota saling memperkuat.
Dewi Kartika, Koordinator Umum Aksi HTN/Sekjend Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menambahkan, DPR RI dan seluruh partai partai politik yang masih berkuasa hari ini, maupun yang akan dilantik ke depan turut menanggung beban dosa bersama dan harus bertanggung jawab atas kejahatan dan kedaruratan agraria yang telah berdampak buruk pada sendi-sendi kehidupan kaum tani dan segenap rakyat Indonesia.
“Sepuluh tuntutan HTN 2024 adalah mandat dan tugas yang diberikan rakyat kepada DPR dan Presiden ke depan,” ujarnya.
Dia menegaskan, sesungguhnya, tiada keadilan sosial dan demokrasi tanpa pelaksanaan Reforma Agraria Sejati! (Sandra). ***