Hari Pertama ICHELAC Tampilkan Dua Pembicara Kunci Bahas Kekerasan Bahasa dan Misi Terbalik di Tengah Dunia yang Berubah
redaksi - Jumat, 25 April 2025 12:07
RUTENG (Flooresku.com) - — Hari pertama The 5th International Conference on Humanities, Education, Language, and Culture (ICHELAC) diwarnai dengan dua presentasi utama dari dua pembicara kunci. Prof. Dr. I Wayan Pastika dan Dr. Fransiska Widyawati, hadir sebagai keynote speaker yang menyuguhkan tema-tema kontemporer nan relevan.
Kekerasan dan Kejahatan Bahasa: Mengungkap Realitas Sosial Melalui Linguistik Forensik
Tampil sebagai pembicara kunci pertama, Prof. Dr. I Wayan Pastika dari Universitas Udayana menyampaikan presentasi berjudul "Language Violence and Language Crime in Indonesia".
Dengan pendekatan linguistik forensik, Prof. Pastika menyoroti bagaimana teks—baik tertulis maupun lisan—bisa menjadi alat kekerasan verbal yang berdampak serius, namun seringkali tidak dikenali oleh hukum secara eksplisit.
- https://floresku.com/read/buka-5-th-ichelac-2025-rektor-unika-santu-paulus-ruteng-pendidikan-humaniora-jadi-detak-jantung-peradaban-digital
“Ucapan yang mengandung pelecehan seksual, hoaks, ancaman, hingga ujaran kebencian dapat menjadi bentuk kejahatan bahasa yang nyata dan melukai secara sosial,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa media sosial kini menjadi sumber utama penyebaran kekerasan bahasa, sebagaimana tercermin dalam data Kementerian Kominfo (2021) yang menunjukkan bahwa 63% aduan publik terkait pencemaran nama baik, 40% berkaitan dengan pornografi, dan 35% terkait isu SARA.
Prof. Pastika juga memaparkan bagaimana analisis linguistik mikro dan makro—mulai dari fonologi hingga pragmatik—bisa digunakan untuk mengurai makna dan menjadi bukti dalam proses hukum. Paparannya memperkuat pentingnya kolaborasi antara ilmu bahasa, hukum, dan etika sosial dalam merespons dinamika komunikasi digital.
Reverse Mission: Ketika Gereja Indonesia Menginjili Belanda
Sementara pembicara kunci kedua, Dr. Fransiska Widyawati, dosen Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng dan Visiting Fellow di KITLV Leiden, Belanda.
Ia berbicara mengenai "Reverse Mission to a Secular Country: Indonesian SVD Missionaries in the Netherlands".
Dr. Fransiska membahas fenomena menarik dalam dunia misi: pembalikan arah misi dari Selatan ke Utara.
Di tengah krisis panggilan di Eropa dan sekularisasi yang melanda gereja Katolik di Belanda, para misionaris dari Indonesia justru hadir untuk "menginjili balik" tanah misi lama.
“Mereka datang bukan sekadar untuk berkarya, tetapi untuk menghidupkan kembali harapan dalam komunitas gereja yang nyaris sepi,” jelasnya.
Penelitian Dr. Fransiska mengungkap bahwa ikatan sejarah kolonial, karakter universal ordo SVD, serta dinamika global Kristen menjadi faktor pendukung utama misi ini. Meski menghadapi tantangan budaya dan spiritual, misionaris Indonesia berhasil menciptakan ruang dialog dan kebaruan dalam wajah Gereja Katolik Belanda.
5th ICHELAC: Wadah Refleksi dan Transformasi
Dua presentasi ini menandai bahwa ICHELAC bukan sekadar forum akademik, tapi juga wadah refleksi dan transformasi. Dari kekerasan bahasa yang tak kasat mata hingga dinamika misi lintas benua, hari pertama konferensi ini menyuguhkan perspektif yang memperkaya. (Jivansi).