HOMILI: Hari Minggu Biasa XXV: Orang yang Berhamba pada Uang dan Harta

redaksi - Sabtu, 20 September 2025 22:01
HOMILI: Hari Minggu Biasa XXV:  Orang yang Berhamba pada Uang dan HartaPater Gregor Nule SVD di Kemah Tabor, Mataloko (sumber: Dokpri)

  ORANG YANG BERHAMBA PADA UANG DAN HARTA DUNIA
           (Minggu Biasa XXV C: Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13)

Oleh: Pater Gregor Nule SVD

Ilustrasi 
Banyak dari kita tentu masih ingat ketika masih kecil kita suka mendengar cerita-cerita rakyat  tentang kecerdikan. 

Mungkin kita  masih ingat cerita tentang Kancil atau Siput yang cerdik. Suatu hari si Siput menantang si Kerbau untuk berlomba lari, karena si Kerbau selalu mengejeknya sebagai si lamban. 

Dalam perlombaan itu ternyata siput menang karena malam sebelum perlombaan itu, tanpa disadari oleh si Kerbau, si Siput telah menempatkan siput-siput lain di balik rumput atau batu di sepanjang jarak perlombaan itu. 

Ketika perlombaan dimulai siput-siput  mulai berteriak “Saya sudah ada di sini” berturut-turut mulai dari siput pertama sampai pada siput yang terakhir di titik akhir. Dan, hasilnya siput menang karena kelicikannya.

Refleksi
Siput dipuji cerdik, tetapi juga licik. Ia menang karena main curang dan berbohong. Kemenangan demikian tidak patut dibanggakan.

Injil hari ini menmpilkan seorang bendahara yang cerdik dan licik mencari jalan keluar yang menjamin masa depan hidupnya dan keluarga, ketika ia akan dipecat karena kedapatan main curang dalam mengelola harta tuannya. 

Ia tidak jujur dalam mencatat barang-barang milik tuannya. Ia sengaja menulis salah piutang tuannya dengan maksud agar ia dilihat baik dan diterima oleh orang yang berhutang pada tuannya saat ia dipecat. 

Berhadapan dengan kelicikan si bendahara itu, Yesus berkata, “sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang”,(Luk 16:8). 

Tetapi Yesus juga menyampaikan pesan berikut, “Siapa yang setia dalam hal-hal kecil, ia setia juga dalam hal-hal besar. Dan, siapa saja yang tidak benar dalam hal-hal kecil, ia tidak benar juga dalam hal-hal benar”, (Luk 16:10).

Tindakan bendahara di atas menunjukkan bahwa ia menjadi hamba uang dan harta duniawi. Ia buat apa saja untuk mendapatkan keuntungan, termasuk berbohong, membuat piutang palsu, dan lain-lain.  

Yesus minta kita untuk meneladani kecerdikan bendahara itu. Tetapi bukan kelicikannya untuk berlaku curang dan memanfaatkan orang lain demi kepentingan diri sendiri. 

Tetapi, kita hendaknya memanfaatkan waktu hidup yang Tuhan berikan, khususnya ketika kita berhadapan dengan saat-saat sulit dan kritis, untuk bekerja dengan cerdik dan cerdas guna menjamin kesejahteraan hidup sehari-hari dan sekaligus mengumpulkan harta yang berguna untuk hidup yang kekal.

Kita memang masih ada di dunia. Kita mesti bekerja keras untuk mendapatkan harta dunia yang menjamin kesejahteraan hidup di dunia ini. Tetapi, kita tidak boleh menjadi hamba harta dunia. 

Sebab sebagai pengikut Yesus, kita, anak-anak terang, hendaknya lebih giat lagi membangun dunia yang aman, damai dan adil. Harta yang kita miliki mesti hidup mendekatkan kita dengan Allah dan sesama. 

Artinya, kita bertekun membangun persahabatan dengan tujuan menegakkan keadilan, kebenaran dan kejujuran. 

Sebab keadilan, kebenaran dan kejujuran merupakan nilai-nilai hidup yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup bersama dalam masyarakat. Nilai-nilai ini telah diperjuangkan oleh Yesus, dan bahkan jauh sebelumnya oleh nabi-nabi.  

Nabi Amos dalam bacaan pertama membela kaum miskin papa terhadap tindakan curang orang-orang kaya yang memalsukan timbangan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, menaikkan harga terigu dan berencana “membeli orang papa karena uang dan membeli orang miskin karena sepasang kasut”.(Am 8:6). 

Tetapi melalui nabi Amos, Tuhan selalu berusaha membela nasib kaum miskin dan tertindas. Allah membalas tindakan jahat orang-orang  yang berkuasa serta menegakkan keadilan bagi mereka yang tertindas.

Santo Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan kita agar tidak ingat diri, termasuk dalam hal berdoa. Kita diminta untuk mendoakan semua orang, tanpa membeda-bedakan suku, agama, keyakinan, warna kulit dan perbedaan apa pun. Secara khusus santo Paulus meminta kita untuk mendoakan pemerintah yang bertugas menjamin kebaikan dan kesejahteran bersama.

Karena itu, mari kita saling mendoakan agar bertumbuh dalam iman yang benar. Kita saling mendukung serta berusaha menjauhkan sikap ingat diri dan kecenderungan untuk menipu dan mamanipulasi orang lain. 

Kita juga berdoa bagi pemetintah Indonesia agar dalam situasi apa pun senantiasa berpikir kritis untuk mengambil keputusan yang bijaksana serta bertindak cerdik  demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Pemerintah ada untuk seluruh warga Negara dan nukan hanya untuk segelintir orang.

Semoga Tuhan memberkati kita selalu!

Kewapante, Minggu, 21 September 2025. ***


 

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS