HOMILI, Hari Raya Pentakosta, 19 Mei 2024: Roh Kudus Menjadikan Kita Saksi Kebenaran
Redaksi - Sabtu, 18 Mei 2024 11:32ROHKUDUS MENJADIKAN KITA SAKSI KEBENARAN
(HR Pentakosta: Kis 2:1-11Gal 5: 16 -25; Yoh 15: 16-17.16:12-115)
Setelah Yesus naik ke Surga para murid bersama Maria, ibu Yesus dan sejumlah perempuan sehati dalam doa, sesuai dengan pesan Yesus, untuk menantikan pemenuhan janji Yesus sendiri, yaitu “suatu kekuatan yang datang dari atas”, dari tempat kini Yesus berada.
Hari ini “kekuatan” yang dinantikan itu tiba. Inilah hari Pentakosta, pesta turunnya Roh Kudus ke atas para Rasul di Yerusalem.
Tetapi, kisah tentang peristiwa pentakosta perlu mendapat perhatian khusus sehingga bisa membantu kita untuk memahami arti Pentakosta baru dalam kehidupan umat kristen.
Pesta pentakosta di kalangan bangsa Israel pertama-tama merupakan pesta syukur panen. Selanjutnya, pesta rakyat ini dihubungkan dengan peristiwa Sinai, di mana Allah memberikan Hukum Taurat kepada bangsa pilihan melalui Musa.
Dan, di zaman Raja-Raja pesta pentakosta merupakan peringatan pembaharuan perjanjian antara bangsa Israel dengan Allah.
Oleh karena itu, bagi St. Lukas pembaharuan janji dan penyatuan kembali jemaat Perjanjian Baru dihubungkan dengan peristiwa Pentakosta sebagai awal berlakunya hukum baru, yakni hukum kasih, yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Sebab hukum Taurat hanya berlaku untuk bangsa Israel.
Ketika dunia terpecah-pecah dan dikotak-kotakkan oleh pelbagai alasan: politis, ekonomis, religius, dan banyak orang terhmpit di tengah ketakutan, kecemasan, kekelaman dan perjuangan hidup yang keras, Allah berkenan mengutus Roh Kudus untuk menolong, menghibur, memberi terang dan menguatkan umat manusia, pilihanNya.
St. Lukas menampilkan 3 tanda kehadiran Roh Kudus.
Pertama, angin atau “suatu bunyi seperti tiupan keras yang memenuhi seluruh rumah, tempat mereka berada”, (Kis 2:2).
Angin, dalam Kitab Suci, menunjuk kepada kuasa kreatif atau kuasa mencipta dari Allah yang memberi hidup baru. Kehadiran Roh Kudus membuat hati para rasul yang sebelumnya lumpuh, bahkan mati lantaran takut terhadap para pemimpin Yahudi berkobar-kobar; pikiran dan semangat mereka yang suram dan tertidur, menyala-menyala. Para murid keluar dari persembunyian, lalu berani omong dan beri kesaksian tentang Yesus yang telah mati, bangkit dan hidup. Hati, pikiran dan semangat mereka mengalami pembaharuan.
Karena itu, tiupan keras yang mengejutkan orang banyak di kota Yerusalem saat itu bukanlah sembarang angin taufan, melainkan “nafas ilahi yang berasal dari atas”, yang ditiupkan oleh Allah sendiri ke atas bumi dan ke dalam hati setiap orang yang percaya. Tiupan angin itu telah menjadikan para rasul manusia-manusia baru.
Kedua, lidah api.”Tampaklah lidah-lidah seperti nyala api bertebaran dan hinggap pada mereka”, (Kis 2:3).
Dalam sejarah keselamatan Allah juga menggunakan api untuk menyatakan diriNya kepada manusia. Sejak Abraham api menjadi tanda yang mengungkapkan relasi dan interaksi antara Allah dan umatNya. Dengan tiang api Yahwe menuntun bangsa Israel di padang pasir pada malam gelap gulita menuju Kanaan, tanah yang berlimpah susu dan madu itu.
Di sini, api mengungkapkan kekudusan Allah dan kuasa Allah yang menyelamatkan. Di gunung Horeb Musa menemukan kehadiran Allah melalui nyala api yang tidak membakar. Dan di dalam nyala api itu Musa memurnikan dirinya sebelum bertemu dengan Allah.
Allah adalah api yang membakar penindasan dan perbudakan.
Bagi bangsa Israel api adalah kekuatan yang menghaguskan dan mengalahkan segala yang jahat dan musuh-musuh.
“Cinta kuat seperti maut; kecemburuannya bertahan bagai kuasa maut, ia membakar seperti api yang berkobar-kobar, ia menyambar seperti nyala yang hebat” (Kid 8,6).
Itulah api cinta Allah yang tak mungkin dipadamkan oleh kekuatan duniawi apa pun.
Lidah api yang hinggap pada rasul-rasul adalah api Yesus Kristus yang bagkit. Api itu membakar dan menghanguskan kedegilan hati kedua murid yang sedang berjalan ke Emaus, serta mengubah hati para murid yang tertutup dan lamban percaya bahwa Yesus telah bangkit dan hidup.
Dan, lidah api itu melambangkan Roh Kudus yang memurnikan, mempersatukan, menerangi dan memberanikan Gereja untuk mewartakan Firman Allah. Api cinta menyalakan serta membaharui hati dan budi semua manusia yang berkehendak baik.
Bukan hanya itu, setiap manusia hendaknya terbakar oleh nyala itu sehingga siap dan bersedia menjadi saksi kebenaran dan cinta Allah di mana saja.
Karena itu, api ilahi hendaknya menghanguskan dan mengikis habis segala bentuk dosa dan kejahatan di dalam hati, keluarga, serta masyarakat dan dunia.
Maka di mana ada seorang pengikut Kristus di sana ada nyala api dan cahaya kehidupan yang menghancurkan kekelaman, ketidakadilan, kelaparan, kemiskinan, penderitaan, politik kotor dan eksploitatif, khususnya terhadap mereka yang kecil dan lemah.
Orang-orang kristen tidak perlu lagi takut terhadap daya-daya gelap, setan atau pun kekuatan jahat lain, sebaliknya membulatkan tekad untuk membangun dunia baru yang memungkinkan semua orang hidup dan berkembang sebagai anak-anak Allah. Inilah buah dari Pentakosta.
Tanda ketiga,mukjizat bahasa. Para rasul mampu berbicara dan mewartakan Firman Allah dalam pelbagai bahasa dan dialek manusia di bawah kolong langit. “Mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain seperti,Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Panfilia, dan lain-lain”, (Kis 2:8-10).
Ada sekitar 15 budaya dan bahasa berbeda yang mampu menyelami Firman Allah yang disampaikan oleh rasul-rasul di Yerusalem saat itu.
Apa arti “Mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain”? Bukan dalam arti murid-murid tahu dan bisa bicara banyak bahasa.
Mereka adalah orang-orang Galilea yang berbicara dalam bahasa mereka, tetapi orang-orang yang hadir saat itu mendengar dan memahami kata-kata dan pewartaan mereka dalam bahasanya sendiri.
Maka jelas bahwa Roh Kudus telah memungkinkan mukjizat bahasa, mukjizat komunikasi dan interaksi antara Allah dengan manusia, antara manusia dengan sesamanya dan dengan dunia sekitar. Bahasa yang asing dan berbeda diubah oleh Roh Kudus menjadi media komunikasi yang menyentuh hati dan rasa.
Mukjizat bahasa sebagai buah kuasa Roh Kudus hendaknya memungkinkan kita membangun komunikasi intim dengan orang-orang sekitar, khususnya kaum difabel: buta, tuli dan bisu.
Mereka tidak bisa mendengar, atau berbicara dan atau melihat, tetapi Roh Kudus memberikan kita kemampuan untuk membangun komunikasi hati dengan mereka. Komunikasi hati mengatasi pancaindera dan menuntut kesabaran, cinta dan belaskasihan.
Peristiwa pentekosta telah menciptakan suatu zaman baru di mana umat manusia yang sebelumnya tidak saling mengenal, tertutup dan terasing, karena perbedaan bahasa, budaya, kepentingan dan pilihan-pilihan tertentu sejak peristiwa Babel, kini menjadi satu umat, yang sehati, sejiwa dan secita-cita karena memiliki satu bahasa yakni bahasa kasih. Babel lama, babel kesombongan, kemunafikan dan ingat diri telah dibakar dan dihancurkan oleh api Roh Kudus lalu diganti dengan Babel baru, Babel yang terbuka bagi Allah dan rencana keselamatanNya.
Hari ini kita merayakan hari raya turunnya Roh Kudus ke atas para rasul. Mari kita biarkan hati, keluarga, masyarakat dan lingkungan kita agar dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus.
Kita hendaknya terus berdoa, “Datanglah ya Roh Kudus , penuhilah hati umat-Mu dan nyalakanlah api cinta kasih-Mu”. Dan, jadikanlah kami saksi kebenaran di tengah dunia ini. Amen.
P. Gregorius Nule, SVD
Kewapante, Minggu, 19 Mei 2024