HOMILI Hari Raya Pentakosta: Roh Kudus Menjadikan Kita Saksi Kebenaran
redaksi - Sabtu, 07 Juni 2025 16:09

Oleh: Pater Gregor Nule, SVD
ROHKUDUS MENJADIKAN KITA SAKSI KEBENARAN
(HR Pentakosta: Kis 2:1-11; Rom 8: 8-17; Yoh 14: 15-16. 23-26)
Setelah Yesus naik ke Surga para murid bersama Maria, ibu Yesus dan sejumlah perempuan lain, sehati dalam doa, sesuai dengan pesan Yesus, untuk menantikan pemenuhan janji Yesus sendiri, yaitu seorang Penolong supaya menyertai mereka selama-lamanya, (bdk Yoh 14: 16).
Hari ini Penolong yang dinantikan itu tiba dalam bentuk bunyi seperti tiupan angin keras, lidah-lidah seperti nyala api dan karunia untuk menyampaikan Firman Allah dalam pelbagai bahasa. Inilah Pentakosta atau Hari ke - 50 sesudah Paskah, hari raya turunnya Roh Kudus.
Kisah tentang peristiwa pentakosta hari ini perlu mendapat perhatian khusus sehingga bisa membantu kita untuk memahami arti Pentakosta baru dalam kehidupan umat kristen.
Oleh karena itu, St. Lukas coba menghubungkan pembaharuan janji dan penyatuan kembali jemaat Perjanjian Baru dengan peristiwa Pentakosta sebagai awal berlakunya hukum baru, yakni hukum kasih yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
St. Lukas menampilkan 3 tanda kehadiran Roh Kudus.
Pertama, angin atau “suatu bunyi seperti tiupan keras yang memenuhi seluruh rumah, tempat mereka berada”, (Kis 2:2).
Angin dalam Kitab Suci menunjuk kepada kuasa kreatif atau kuasa mencipta dari Allah yang memberi hidup baru.
Kehadiran Roh Kudus membuat hati para rasul yang sebelumnya lumpuh, bahkan mati lantaran takut terhadap para pemimpin Yahudi berkobar-kobar; pikiran dan semangat mereka yang suram dan tertidur, menyala-menyala.
Para murid keluar dari persembunyian, lalu berani omong dan beri kesaksian iman tentang Yesus yang telah mati, bangkit dan hidup. Hati, pikiran dan semangat mereka mengalami pembaharuan.
Oleh karena itu, tiupan keras yang mengejutkan orang banyak di kota Yerusalem saat itu bukanlah sembarang angin taufan, melainkan “nafas ilahi yang berasal dari atas”, yang ditiupkan oleh Allah sendiri ke atas bumi dan ke dalam hati setiap orang yang percaya. Tiupan angin itu telah menjadikan para rasul dan kita sekalian manusia-manusia baru.
Kedua, lidah api.”Tampaklah lidah-lidah seperti nyala api bertebaran dan hinggap pada mereka”, (Kis 2:3). Lidah api yang hinggap pada kepala para rasul adalah api Yesus Kristus yang bagkit.
Api itu membakar dan menghanguskan kedegilan hati kedua murid yang sedang berjalan ke Emaus, dan mengubah hati para murid yang tertutup dan lamban percaya bahwa Yesus telah bangkit dan hidup.
Akhirnya, lidah api itu memurnikan, mempersatukan, menerangi dan memberanikan Gereja untuk mewartakan Firman Allah, dan berbicara tentang kehendak Allah bagi manusia dan dunia. Api cinta menyalakan dan membaharui hati dan budi semua manusia yang berkehendak baik.
Bukan hanya itu, setiap manusia hendaknya terbakar oleh nyala itu sehingga siap dan bersedia menjadi saksi kebenaran dan cinta Allah di mana saja.
Karena itu, api ilahi hendaknya menghanguskan dan mengikis habis segala bentuk dosa dan kejahatan di dalam hati setiap orang, keluarga, serta masyarakat dan dunia.
Maka di mana ada seorang pengikut Kristus di sana ada nyala api dan cahaya kehidupan yang menghancurkan kekelaman, ketidakadilan, kebohongan dan penipuan, serta berita-berita palsu yang merugikan siapa saja, khususnya mereka yang kecil dan lemah, wanita dan anak-anak.
Orang-orang kristen tidak perlu lagi takut terhadap daya-daya gelap, setan atau kekuatan jahat lain, sebaliknya membulatkan tekad untuk membangun dunia baru yang memungkinkan semua orang hidup dan berkembang sebagai anak-anak Allah.
Inilah buah utama dari Pentakosta.
Tanda ketiga,mukjizat bahasa. Para rasul mampu berbicara dan mewartakan Firman Allah dalam pelbagai bahasa dan dialek manusia di bawah kolong langit.
“Mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain seperti,Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Panfilia, dan lain-lain”, (Kis 2:8-10).
Tetapi, kita bertanya, apa arti “Mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain”? Bukan dalam arti murid-murid tahu dan bisa bicara banyak bahasa.
Mereka adalah orang-orang Galilea yang berbicara dalam bahasa mereka, tetapi orang-orang yang hadir saat itu mendengar dan memahami kata-kata dan pewartaan mereka dalam bahasanya sendiri.
Maka jelas bahwa Roh Kudus telah memungkinkan mukjizat bahasa, mukjizat komunikasi dan interaksi antara Allah dengan manusia, antara manusia dengan manusia lain dan dengan dunia sekitar.
Bahasa yang asing dan berbeda diubah oleh Roh Kudus menjadi media komunikasi yang menyentuh hati setiap orang sesuai dengan konteksnya.
Mukjizat bahasa sebagai buah kuasa Roh Kudus hendaknya memungkinkan kita membangun komunikasi intim dengan kaum difabel: buta, tuli dan bisu, meskipun mereka tidak bisa mendengar, atau berbicara dan atau tidak bisa melihat.
Kita mengunjungi dan turut merasakan perasaan dan pengalaman hidup mereka. Roh Kudus bisa memberikan kita kemampuan untuk membangun komunikasi hati dengan mereka. Komunikasi hati menuntut kesabaran, cinta dan belaskasihan.
Peristiwa pentekosta telah menciptakan suatu dunia dan zaman baru di mana umat manusia yang sebelumnya tidak saling mengenal serta hidup dalam ketertutupan dan keterasingannya karena perbedaan bahasa, budaya, kepentingan dan pilihan-pilihan tertentu, kini dipersatukan menjadi satu umat manusia, yang sehati, sejiwa dan secita-cita karena memiliki satu bahasa yakni bahasa kasih.
Hari ini kita merayakan Hari Raya Pentakosta. Mari kita biarkan hati, keluarga, masyarakat dan lingkungan kita agar dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus.
Kita hendaknya terus berdoa, “Datanglah ya Roh Kudu, penuhilah hati umat-Mu dan nyalakanlah api cinta kasih-Mu”. Tinggallah selalu beserta kami serta jadikanlah kami saksi kebenaran di tengah dunia ini. Amen.
Kewapante, Minggu, 08 Juni 2025. ***