HOMILI, Minggu Adven IVC, 22 Desember 2024
redaksi - Sabtu, 21 Desember 2024 15:31Oleh: Pater Gregor Nule SVD
BELAJAR MEMBAGIKAN SUKACITA IMAN KEPADA SESAMA
(Minggu Adven IVC: Mik 5:1-4a; Ibr 10:5-10; Luk 1:39-45)
Bacaan-bacaan suci hari Minggu adven keempat ini mengajak kita untuk masuk ke dalam nuansa dan suasana Natal.
Nabi Mikha menubuatkan tentang kelahiran seorang raja di Betlehem, di wilayah Efrata. Betlehem adalah sebuah kampung kecil yang tidak terkenal, tetapi dari padanya tampil seorang raja yang terbesar dari segala raja Israel yakni Daud.
Dan, dari turunan Daud akan lahir Mesias yang dinantikan dari seorang perawan. Dia akan menjadi Raja yang membawa damai sejahtera ke atas bumi.
Injil mewartakan tentang pemenuhan janji Allah yang dinubuatkan para nabi turun-temurun dalam diri Maria.
Maria menerima khabar dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dari Rohkudus dan melahirkan seorang Anak yang hendaknya diberi nama Yesus.
Maria mendapat misi khusus dari Tuhan untuk melahirkan dan menghadirkan Juruselamat dunia ke atas bumi. Berhadapan dengan tawaran Tuhan, sikap dan komitmen Maria sungguh istimewa.
Maria tahu mendengarkan Allah, menyimpan sabda itu dalam hati, mengimaninya, serta setia menghayati dan mewujudkan panggilannya. Karena itu, ada beberapa pesan yang dapat kita renungkan pada hari ini.
Pertama, Maria adalah sosok wanita yang beriman teguh. Ia sungguh percaya kepada Allah yang telah lebih dahulu percaya kepadanya. Orang pertama yang mengakui dan mengagumi iman Maria adalah Elizabet.
Buktinya adalah ketika salam Maria sampai di telinga Elizabet anak dalam kandungannya menari-nari dan melonjak kegirangan.
Itulah sebabnya Elizabet berseru, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”, (Luk, 1,42). Maria disebut yang berbahagia “karena telah percaya”.
Maka Kebesaran Maria tidak hanya didasarkan pada keibuan biologisnya, melahirkan Yesus, melainkan terutama, karena oleh imannya yang teguh ia telah menerima panggilan Allah untuk berpartisipasi dalam karya keselamatan umat manusia.
Kedua, Maria adalah pewarta sejati dari Injil. Terdorong oleh kegembiraan yang membara dalam hatinya Maria berniat menemui Elizabet untuk membagikan sukacita iman dan kebahagiaan hidup dalam Allah. Ia mulai berjalan ke luar. Inilah awal suatu perjalanan misioner.
Maria mesti keluar dari dusunnya, Nazaret, dan mulai berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di wilayah Yehuda, tempat Elizabet. Memang tidaklah gampang. Tentu diperlukan keberanian, usaha keras dan pengorbanan.
Tetapi, kalau ada cinta dan cinta menjadi alasan segalanya maka semuanya akan menjadi enteng dan gampang. Tak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi terwujudnya cita-cita misioner, pergi dan berbagi pengalaman iman kepada orang lain, jika ada cinta.
Sebaliknya, orang yang tidak rela melepaskan keamanan dan kenyamanan diri, bebas dari keterikatan-keterikatan, rela alami panas dan dingin, rela lapar dan haus, sulit membuka diri dan bersedia berjalan menuju yang lain.
Mereka juga akan sulit melihat tanda-tanda kehadiran Allah, merangkul Firman Allah dan siap terlibat dalam misi keselamatan umat manusia.
Ketiga, Maria adalah model misionaris sejati yang membiarkan diri dipenuhi oleh Roh Allah dan siap menjadi utusan Allah. Maria menawarkan kepada siapa saja keselamatan dari Allah yang ia terima melalui Yesus.
Maria mewartakan Injil dengan kata-kata, sikap dan perbuatannya. Maria memperkenalkan dan menghantar Yesus kepada Elizabeth. Dengan demikian, Maria membagikan dan menyebarluaskan kegembiraan atau sukacita kepada orang lain.
Sebab kehadiran Yesus dalam diri Maria merupakan sumber kegembiraan yang tak terbatas kepada Elizabet dan buah kandungannya sehingga melonjak kegirangan.
Maria juga segera berangkat ke pegunungan Yudea untuk menolong sepupunya yang sedang hamil pada bulan keenam. Ia tidak ingat diri. Cinta tulus telah menjadikan Maria terbuka dan tidak mau tunda-tunda.
Ia segera memberikan perhatian dan bantuan tanpa mesti diminta.Kita belajar dari Bunda Maria agar tetap teguh beriman dalam situasi apa pun. Kita juga siap sedia untuk mewartakan dan membagikan sukacita dan buah iman kita kepada orang lain.
Kita hendaknya belajar untuk segera menolong sesama yang membutuhkan uluran tangan kita. Kita tidak perlu cari alasan untuk tunda-tunda atau bahkan sama sekali tidak mau membantu.
Sebab menolong orang miskin, sakit, dan yang berkekurangan dengan penuh kasih merupakan bentuk nyata membagikan berkat dan sukacita kepada orang lain.
Semoga Bunda Maria tetap mendoakan kita selalu!
Kewapante, Minggu, 22 Desember 2024