Homili Pater Gregor Nule pada Minggu, 17 Agustus 2025: HUT RI ke-80
redaksi - Sabtu, 16 Agustus 2025 21:13

Merayakan HUT Kemerdekaan: Panggilan Untuk memperjuangkan Kesejahteraan Bersama
(Sir `10:1-8; 1Pet 2:13 – 17; Mat 22:15-21)
Setiap tahun kita merayakan HUT kemerdekaan Republik Indonesia. Dan, hari ini kita merayakan HUT ke-80 tahun. Kita adalah orang-orang Katolik dan sekaligus warga Negara Indonesia.
Mungkin dalam hati kecil muncul pertanyaan, apa yang bakal terjadi pasca-80 tahun kemerdekaan? Apakah kita akan lebih maju dalam banyak aspek hidup? Apakah cita-cita keadilan social, kebaikan bersama dan kemerdekaan sejati dapat kita alami? Apa yang terjadi pasca-80 tahun kemerdekaan?
Mungkin 80 Tahun pasca-kemerdekaan itu laksana “ladang atau kebun yang di dalamnya tersembunyi harta karun, warisan dan pemberian Tuhan”. Tugas kita adalah mengolah, mengelola dan mengerjakannya sebaikmungkin agar menghasilkan buah berlimpah. Sukses atau gagal ada dalam tangan kita. Dapat banyak hasil atau sedikit hasil atau gagal total? Semuanya bergantung pada kita.
Mungkin 80 Tahun pasca-kemerdekaan itu laksana “selembar kertas putih dan sebuah pena yang diletakkan di atasnya”.
Tugas kita adalah mengisinya dengan tulisan-tulisan tentang hidup kita berupa peristiwa-peristiwa, pengalaman, kegiatan-kegiatan harian, dan tugas pengabdian yang telah dipercayakan kepada kita.
Apakah yang akan kita tulis adalah hal-hal baik dan positif ataukah hal-hal negatif dan jahat.
Semuanya bergantung pada kita. Kertas putih dan pena sudah ada ada dalam tangan kita sebagai pemberian Tuhan. Bagaimana kita memanfaatkannya. Apakah kita mengisinya dengan cerita pengalaman indah atau pengalaman buruk? Semuanya bergantung pada kita.
Merayakan HUT Kemerdekaan RI selalu menawarkan banyak janji dan pesan. Mungkin juga berdasarkan pengalaman tahun-tahun berlalu orang mulai buat niat-niat dan rencana-rencana baru: tidak ulangi kegagalan-kegagalan lalu; atau menjadi lebih baik? Lebih berhasil dan sukses?
Bacaan-bacaan hari ini mau menyadarkan kita tentang tugas dan tanggung jawab kita dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Kita diminta untuk bertanya, Apa yang mesti kita lakukan untuk bangsa dan Negara? Dan bukannya, terus-menerus bertanya, apa yang Negara telah buat untuk kami?
Kitab Putera Sirakh mengingatkan para pemimpin atau penguasa akan tugas dan tanggungjwab mereka terhadap rakyatnya. Tugas mereka adalah menjamin kesejahteraan, keamanan dan ketenteraman masyarakat. Mereka bekerja atas nama Allah agar masyarakatnya hidup aman, damai dan sejahtera.
Karena itu, pemerintah atau penguasa mesti menghindari kecongkakan, kekerasan, kelaliman dan nafsu uang. Semua hal buruk itu membuat pemerintahan labil, tidak pasti, otoriter dan kasar.
Santo Petrus secara khusus berbicara kepada rakyat, masyarakat dan orang-orang yang dipimpin. Petrus minta supaya hidup sebagai orang-orang merdeka. Tetapi, hendaknya tidak memanfaatkan kebebasan atau kemerdekaan untuk melakukan apa saja, termasuk hal-hal jahat yang mengganggu dan merugikan hidup bersama.
Karena itu, Petrus minta supaya setiap warga masyarakat memiliki sikap hormat terhadap semua orang, berbelas kasih terhadap sesama, menghormati raja atau pemimpin atau pemerintah, tidak membangkang dan takut akan Allah.
Yesus mengingatkan kita agar sadari tanggung jawab terhadap kepentingan bersama. Kita tidak boleh pisahkan antara pengabdian kepada Allah dan manusia. Keduanya wajib mendapat perhatian yang sama demi kepentingan umum.
Selain itu, kita wajib memberikan pajak demi kepentingan umum. Kita juga mesti memenuhi kewajiban dalam Gereja, seperti iuran paroki, gesser, dan kewajiban lainnya.
Yesus berkata, “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”, (Mat 22:21).
Mari kita mengisi kemerdekaan RI dengan terlibat aktif membangun keluarga, lingkungan dan dunia secara mengagumkan.
Semoga Tuhan Yesus memberkati NKRI dan seluruh masyarakat Indonesia.
Kewapante, 17 Agustus 2025