Jika Benar Ijazah Jokowi Palsu, Apakah Seluruh Kebijakannya Semasa Menjabat Dibatalkan? Ini Kata Mahfud MD
redaksi - Jumat, 18 April 2025 20:32
JAKARTA (Floresku.com) - Isu keabsahan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), kembali mencuat dan menyebar luas di media sosial.
Polemik ini turut disertai dengan klaim sepihak bahwa seluruh kebijakan Jokowi selama menjabat presiden akan otomatis batal jika ijazahnya terbukti palsu.
Menanggapi rumor yang semakin liar tersebut, Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus pakar hukum tata negara, memberikan penjelasan tegas.
Lewat kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, ia menepis anggapan bahwa kebijakan negara bisa gugur karena persoalan administrasi pribadi seperti ijazah palsu.
- Dokter Iril Menyasar Ibu Hamil Trimester 2 dan 3, Korban Pelecehan Seksual Capai Ratusan Orang
- BRI Dorong Eksistensi UMKM Perhiasan Batu Alam Indonesia di Pasar Internasional
"Ada yang lebih gila lagi katanya, kalau terbukti ijazah Jokowi ini palsu, seluruh keputusannya selama menjadi Presiden batal. Itu salah," ujar Mahfud dalam tayangan video yang diunggah pada Rabu 16 April 2025.
Mahfud menjelaskan bahwa dalam sistem hukum administrasi negara, terdapat prinsip penting yang disebut asas kepastian hukum.
Asas ini mengikat semua keputusan sah yang telah dikeluarkan oleh pejabat negara dan tetap berlaku meskipun kemudian muncul persoalan pribadi terhadap pejabat yang bersangkutan.
"Asas kepastian hukum itu keputusan yang sudah (mengikat). Nanti ada perhitungan ganti rugi. Bukan ke orang yang misalnya ya Pak Jokowi terbukti ijazahnya tidak sah,” lanjutnya.
“Lalu kontrak-kontrak dengan luar negeri, dengan perusahaan-perusahaan sebagainya itu batal. Tidak, tidak bisa itu. Kita bisa dituntut secara internasional," tegas Mahfud.
Ia juga menyoroti potensi kekacauan hukum jika logika tersebut diterapkan.
Menurutnya, keputusan presiden bukanlah produk yang bisa dibatalkan begitu saja hanya karena ditemukan cacat administratif pada data pribadi pejabatnya.
Lebih lanjut, Mahfud mengaitkan situasi ini dengan sejarah perjuangan Presiden pertama RI, Soekarno, yang mengambil langkah revolusioner melawan pemerintahan kolonial Belanda, meski secara formal saat itu Indonesia masih menjadi bagian dari Kerajaan Belanda berdasarkan konstitusi mereka yang diakui PBB.
"Tapi Bung Karno lawan konstitusi itu. Satu, Bung Karno mengeluarkan Dekrit itu melanggar konstitusi. Tapi Bung Karno pada waktu itu mendapat dukungan bahwa saya didukung rakyat," ucap Mahfud.
Pernyataan ini mempertegas bahwa legitimasi kekuasaan juga sangat ditentukan oleh dukungan rakyat dan hasil pemilihan umum yang sah, bukan hanya pada aspek administratif semata.
Dengan demikian, Mahfud MD menekankan bahwa semua kebijakan dan keputusan negara selama masa kepemimpinan Jokowi tetap sah menurut hukum, meskipun seandainya—jika pun benar—ada polemik soal dokumen pribadinya.
Hal ini penting untuk menjaga stabilitas hukum dan kredibilitas pemerintahan di mata internasional. (*)