Mencontohi Penguatan Moderasi Beragama di Taman Seminari Kekandere, Nangapanda
redaksi - Jumat, 14 Juni 2024 09:56Oleh: Boy Waro
PADA hari Rabu, 29 Mei 2024 ketika asyik berselancar di media sosial saya dikejutkan dengan salah satu postingan di Whatsapp dengan caption ‘Penguatan moderasi beragama dan tranformasi layanan digital pada Taman Seminari St. Tarcisius Kekandere, Rajawawo, Kecamatan Nangapanda”.
Ketika membaca caption tersebut saya teringat akan salah satu judul skripsi seorang rekan mahasiswa yang di uji pada hari yang sama dengan judul ‘Moderasi Beragama dan Relevansinya bagi Kehidupan Beragama di Indonesia.’
Poin penting yang dibicarakan pada ujian skripsi tersebut adalah membangun diaolog antar umat beragama. Dialog ini bertujuan meningkatakan sikap persaudaraan dan persahabatan sosial antara umat bergama dengan tujuan menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis saling menghargai antar satu dengan yang lain dan meningkatkan persatuan dan kesatuan hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga penguatan moderasi beragama seluruh elemen msyarakat sangat diperlukan.
Hal ini bertujuan agar semua umat beragama terbuka untuk menerima dan menghargai umat beragama lain sebagai saudara.
- Tanggapi Kasus Dana PIP SDI Iligetang, Koordinator Pokja PIP, Sofiana Nurjanah: ‘Rekening Terlambat Diaktivasi Siswa, Dana Kembali ke Kas Negara’
- Mat 5: 27-32, Bacaan Injil, Jumat, 14 Juni 2024, Pekan Biasa X
- Mzm 27:7-9.13, Mazmur Tanggapan, Jumat, 14 Juni 2024, Pekan Biasa X
Kegiatan penguatan moderasi beragama yang diselengarkan di taman seminari St. Tarcisius Kekandere merupakan suatu contoh bahwa pentingnya pemahaman moderasi bergama bagi anak-anak usia dini karena masa depan bangsa dan negara ini ada ada dipundak mereka.
Oleh karena itu ruang untuk mengajarkan dan memberikan penguatan kepada anak-anak usia dini tentang moderasi bergama sangat diperlukan sehingga satu saat nanti mereka tidak terasing dengan hal-hal seperti itu.
Kegiatan di Taman Seminari Rajawaro bisa menjadi contoh bagi lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Artinya, di samping berjuang meningkatkan aspek kognitif peserta didik , lembaga pendidikan juga perlu membekali para peserta didiknya dengan sikap nasionalis dan sikap bertoleransi atau semangat inklusif berdasarkan nilai-nilai kemanusian.
Sejak usia dini, para perserta didik di semua Lembaga pendidikan kita mesti dibiasakan untuk bersikap inklusif, menghargai sesama yang berkeyakinan lain sehingga mereka dapat berjalan searah dan tidak saling mengabaikan, apalagi meniadakan yang lain. ***.