Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014: Hibah Aset Daerah kepada Pihak Ketiga Wajib Dapat Persetujuan DPRD

redaksi - Minggu, 10 Juli 2022 16:32
Peraturan Pemerintah  No 27 Tahun 2014: Hibah Aset Daerah kepada Pihak Ketiga Wajib Dapat Persetujuan DPRD Marianus Gaharpung, SH., MH (sumber: Dokpri)

Oleh: Marianus Gaharpung, SH., MH

BUPATI Sikka, Roby Idong terlalu semangat melakukan peletakan batu pertama pembangunan Menara Lonceng Santu Yohanes Paulus II di Lapangan Umum Samador sebagai tempat bersejarah 38 tahun yang lalu,  Paus Yohanes Paulus II, pemimpin tertinggi umat Katolik dunia asal Polandia ini memimpin misa di tempat ini. 

Ada begitu banyak reaksi warga nian tana Sikka ada yang setuju dan cukup banyak juga mempertanyakan, apakah status aset daerah tersebut yang dihibahkan kepada umat Katolik Keuskupan Maumere sudah sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku? 

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah termasuk di dalamnya mengatur  soal hibah oleh bupati yang wajib memerlukan persetujuan DPRD dan  tidak memerlukan persetujuan DPRD.

Master plan Menara Lonceng Santo Yohanes Paulus II di Maumere. (Facebook/Prokompim Sikka)

Pertanyaannya, apakah Bupati Sikka ketika menghibahkan lapangan umum Samador terletak jantung kota Maumere untuk pembangunan menara lonceng wajib mendapatkan persetujuan dewan? 

Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan dalam Pasal 54 ayat (1)
Barang Milik Negara/Daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah dapat dipindahtangankan.
Ayat (2): Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. Penjualan;
b.Tukar Menukar;
c. Hibah; atau
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah.

Dalam Bagian Kedua, peraturan pemerintah mengatur  tentang Persetujuan Pemindahtanganan.
Dalam Pasal 55 ayat (1) adalah Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk:      
a. tanah dan/atau bangunan; atau
b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ayat (2) dijelaskan pemindahtanganan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk:
a. tanah dan/atau bangunan; atau
b.selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Selanjutnya dalam ayat (3) pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, apabila:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b.harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;
d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
e.dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang­ undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Ketika Roby Idong sebagai Bupati Sikka menghibahkan dengan tanpa persetujuan DPRD Sikka, barangkali alasan yang dipakai dasar adalah Pasal 55 ayat (3 ) hurif d. bahwa hibah tanpa persetujuan dewan dengan alasan untuk kepentingan umum. 

Kalau membaca dan mengartikan norma dalam peraturan pemerintah secara leterlek seperti itu, maka akan sangat berbahaya dalam tata kelola Pemerintahan Kabupaten Sikka. Pasal 55 ayat (3) harus dikaji secara komprehensi dan komulatif bukan alternatif seperti yang dipahami Bupati Sikka. 

Pertanyaannya, apakah Lapangan Samador di jantung Kota Maumere ini sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau Kota Maumere, atau memang harus dihapuskan karena sudah dianggarkan untuk menggantikan lapangan Samador? 

Dan, lebih lanjut diatur dalam Pasal 56 ayat (1) usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) diajukan oleh Pengelola Barang.

Ayat (2) usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) diajukan oleh gubernur/walikota/bupati. Pertanyaannya, apakah Roby Idong sebagai Bupati Sikka sudah mengajukan rencana hibah Lapangan Samador sebagai aset daerah kepada DPRD Sikka untuk mendapatkan persetujuan?

Jika hal- hal tersebut tidak dipenuhi, maka tindakan faktual Roby Idong melakukan hibah lapangan Samador untuk pembangunan menara lonceng diduga melanggar hukum yakni Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah khusus Pasal 55 ayat (3) serta Pasal 56 ayat (1) dan (2). 

Atas dasar hal demikian, DPRD Sikka tidak boleh  mempunyai perasaan "ewo pakewo' (sungkan) karena aset Lapangan Samador dihibahkan kepada umat Katolik Keuskupan Maumere tetapi wajib mengambil tindakan tegas dengan melakukan hak interpelasi (hak meminta keterangan bupati) jika tidak DPRD Sikka juga diduga turut serta atau membantu atau membenarkan tindakan Bupati Sikka. 

Padahal Pemkab Sikka adalah  institusi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mewajibkan setiap pejabat atau badan tata usaha negara di dalam membuat penetapan tertulis atau tindakan faktual berpedoman kepada asas asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Undang Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta berbagai peraturan mulai Undang Undang Dasar 1945 sampai dengan peraturan daerah. ***

*Marianus Gaharpung. adalah Dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya.

RELATED NEWS