Ada Apa dengan Perpres Investasi Miras?
Redaksi - Rabu, 03 Maret 2021 21:45Oleh: Emmy Hafild*
Akhirnya Lampiran Perpres investasi minuman keras di Bali, NTT dan Papua dicabut, karena protes tokoh organisasi keagamaan Islam yang katanya tidak dikonsultasikan. Saya belum pelajari Perpres ini tapi cuma bingung juga, investasinya di Bali, NTT dan Papua kan? Yang secara budaya sudah memproduksi minuman berakohol sendiri. Terus kenapa tokoh yang mengatasnama organisasi Islam protes?
Di NTT itu sopi (dari pohon enau) dan moke (dari pohon lontar), sudah mereka produksi sendiri sejak ratusan tahun karena bagian dari upacara adat. Seperti juga Brem di Bali, saguer di Sulawesi Utara, dan tuak di masyarakat Dayak dan Batak.
Di Flores, sopi diproduksi di rumah-rumah dan dijual dalam botol bekas Aqua di pinggir jalan bersamaan dengan jual bensin atau solar ketengan. Sopi itu sangat jernih dan bisa terbakar, mungkin kualitasnya sama dengan whiskey atau vodka. Mereka mengenal minuman beralkohol mulai dari tuak sampai sopi atau moke. Adat Manggarai jika menyambut tamu atau jika ada niat untuk sesuatu dan datang ke seseorang, itu istilahnya dituaki, membawa atau menyambut dengan tuak dan uang. Saya pernah disambut masyarakat Dayak di Sungai Utik di Kalbar dengan tuak juga sebelum naik ke rumah panjang, dengan upacara adat. Ini bagian dari adat. Kenapa tokoh Islam ribut?
Bagian dari keragaman kita itu termasuk mengakui dan menghargai ada suku bangsa Indonesia yang mempunyai minuman beralkohol sebagai bagian dari adat budayanya. Investasi minuman beralkohol adalah modernisasi dari budaya itu.
Saya lebih setuju sopi atau moke NTT yg bening seperti whiskey itu dipatenkan sebagai whiskey Indonesia dan dikontrol produksinya oleh BPOM dan peredarannya dikontrol Kemendag dan hasilnya untuk kemajuan masyarakat NTT, seperti keinginan Gubernur NTT Victor Laiskodat, daripada mereka membuat sendiri di rumah-rumah dan dijual di pinggir jalan. Lebih baik diatur produksi dan penjualannya daripada membiarkan itu “liar” tidak dalam pantauan BPOM dan Kemendag.
Kadang-kadang saya bingung tokoh-tokoh yang membawa nama Islam, niat tulus atau hanya bargaining power terhadap Presiden Jokowi? Atau cerminan dari kegalauan politik yang membawa bendera Islam, untuk membawa issu yang populer? Kenapa soal korupsi nggak diangkat dan dihujat? ***
*Aktivis Lingkungan
Jakarta, 3 Maret 2021