Airmata NTT Paulina Jatuh di Tanah Klaten

redaksi - Jumat, 12 Juli 2024 12:06
Airmata NTT Paulina Jatuh di Tanah KlatenAntohny Tonggo bersama istri dan anak. (sumber: Dokpri)

Oleh: Antonius Tonggo

KABUPATEN Klaten berjulukan "Kota 1001 Umbul", artinya kota yang punya banyak kolam air sumber alam. Raja Wisata Air di pulau Jawa sedang dimiliki Klaten, salah satunya adalah Umbul Brintik di Klaten, Jawa Tengah. Kadang ada pengunjung dari luar Jawa, termasuk mancanegara.

Minggu (7/7), saya dan istri mendatangi destinasi itu, karena beberapa bulan terakhir ini kami aktif mengelilingi berbagai destinasi umbul di Klaten. 

Bukan sekadar tujuan wisata, tapi juga olahraga renang dan terapi kesehatan jiwa-raga---karena air-air tanah di Klaten dikenal tinggi PH (Pothential Hydrogen) & memenuhi standar kesehatan paling tinggi, sehingga suhu dingin seperti es/kulkas yang efektif untuk penyembuhan sakit jiwa dan raga.

Ketika mampir di sebuah warung kuliner, mata saya langsung tertuju dan mengamati serius seorang ibu di dalam warung itu. Sambil melirik ke ibu itu, saya berbisik ke istri "Kok kayak orang Flores, to!" 

***

IBU itu langsung merasa dan bertanya "Ada apa?" ke istri.

Istri saya menjawab "Suamiku bilang ibu kayak orang Flores!"

Ibu itu langsung menyambar "Memang saya orang Flores yang sudah 40-an tahun tinggal di kampung ini!"

Akhirnya kami berkenalan, foto bersama, gembira, dan menangis.

Namanya Paulina Kerans, dulu tinggal di Kuanino-Kupang, sekolah di SMAK Giovani, orangtua dari Flores Timur (Ibu bermarga Carvalo & ayahnya bermarga Kerans). Beliau bersuamikan orang dari desa ini, Klaten, Jateng, ketika awal 1980an calon suami beliau bekerja di Delsos Kupang (saat itu gadis Paulina sebagai pegawai di Diosis Kupang di masa Mgr. Gregorius Monteiro, SVD) dan kemudian berpindah ke Delsos Bekasi, kini tinggal di desa ini di Klaten.

Tangisan kedua Ibu Paulina kembali memecah dari warung itu ketika syair-syair lagu "Sio Mama" suaraku terlontar dari panggung musik, yang aku persembahkan khusus untuknya.

"Berapa puluh tahun lalu.
Beta masih kacile
Sio beta inga tempo itu
Sio Mama gendong-gendong Betae
Sambil Mama bakar sagu
Mama manyanyi buju-buju
Tlah sampai basar bagini
Beta tra lupa Mamae

Sio Mamae
Beta rindu mo pulange
Sio Mamae
Mama so lia gurus lawange
Beta belum balas Mama
Mama pung cape sio doloe
Sio tete manise 
Jaga Beta pu Mamae"

Aku turun dari panggung langsung menemui Ibu Paulina di warungnya. Saya memeluknya yang sedang menangis sesenggukan.

Terpancar dari raut-wajahnya, Ibu Paulina sangat merindukan sanak-saudara dan kampung halamannya di NTT, Flores. Dia kesulitan bertemu dengan orang-orang seasalnya, sehingga dia sangat rindu.

Jadi, Ibu Paulina lahir dari pasangan ayah-ibu asal Flores yang perantau di Kupang tahun 1960ah, dan di masanya pun tambah merantau ke Jawa hingga tua. Jadi, baginya, Flores sebagai tanah asal leluhurnya cuma ada dalam dongeng di telinganya.
****

SARAN saya, bila orang Flores atau NTT berkunjung ke Umbul Brintik - Klaten, temuilah Ibu Paulina Kerans di salah satu warung di situ, tepatnya "Warung RW-06" di area kuliner Umbul Brintik.

Selama bertemu saya di destinasi itu, Ibu Paulina terus menangis dengan air mata tak terbendungkan. Saya dan istri berusaha untuk sering mengunjungi Ibu Paulina.

Seorang Kepala Dinas Pariwisata seperti Even Edomeko II cocok datang ke tempat ini, sekaligus mengenal bagaimana air biasa disulap jadi air luar biasa di Klaten yang menarik wisatawan lokal hingga internasional. (*)

RELATED NEWS