Albert Jata Dalam Kenangan
redaksi - Senin, 19 Juli 2021 11:53
Oleh Pieter Sambut

PAGI ini saya dikejutkan dengan berita duka dari laman Fb Yon Doy. Albert Jata, mantan rekan kerjaku telah berpulang ke Sang Pencipta, Senin 19/7/'21. Covid 19 telah mengakhiri perziarahan hidupnya di kolong langit ini.
Secara pribadi saya mengenal Albert ketika bekerja di HU Berita Yudha (1996-1988) di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan, yang kala itu dipimpin oleh kae Valens G Doy.
Saya di bagian redaksi sebagai jurnalis dan Albert di bagian Sirkulasi sebagai inkaso. Kantor kami berbeda. Kantor redaksi di depan jalan besar, sedangkan kantor Sirkulasi di belakang taman Kalibata. Kami jarang ketemu, apalagi saat itu ada kebijakan dari manajemen HU Berita Yudha untuk buka Posko di wilayah kita di Jabodetabek. Wartawan yang bertugas di wilayah tinggal di Posko, dilengkapi fasilitas penunjang untuk karya jurnalistik. Seminggu sekali wartawan wilayah ke kantor pusat untuk ambil uang makan.
Saya, Don Abu Atu dan Ratna ditugaskan di wilayah Jakarta Timur. Saya di Walikota Jaktim dan jajarannya, Don di Polres Jaktim dan jajarannya dan Ratna di PN dan Kejaksaan Jaktim. Posko kami di Rawamangun. Yang nginap di Posko Don & Ratna karena mereka masih bujang.
Krisis moneter pada pertengahan 1997 berdampak pada HU Berita Yudha. Posko-posko ditutup. Kami kembali ke kantor pusat di Kalibata.
Situasi internal HU Berita Yudha saat itu agak kacau. Sejumlah karyawan dinonaktifkan. Ada sejumlah jurnalis yang merasa tak puas dengan kebijakan manajemen, melakukan ‘kudeta’. Sebagian besar dari mereka hengkang dari HU Berita Yudha, entah dipecat atau mengundurkan diri. Wartawan berkurang. Beberapa tenaga Sirkulasi ditarik untuk perkuat redaksi, termasuk Albert Jata.
Ketika di redaksi itulah baru saya mengenal lebih dekat Albert Jata. Ternyata dia orang Flores, tepatnya dari Maukeli, Nagekeo. Saya kira dia bukan orang Flores. Ya, orangnya ganteng, putih dan berambut lurus. Ia tampak berbeda dengan tipikal orang Flores pada umumnya.
Pada awalnya dia kesulitan di redaksi. Beritanya tidak dimuat. Redakturnya mengeluh karena tulisannya ngawur, tidak bisa diedit. Maklum, orang Sirkulias disuruh menulis berita, apalagi tidak dilatih sebelumnya.
Dia mengeluh kepada saya bahwa beritanya selalu ditolak. Meski demikian semangatnya untuk jadi jurnalis sangat tinggi. Dia minta saya untuk mengajarnya menulis dan mengedit berita-beritanya dari lapangan sebelum diserahkan kepada redaktur. Sejak saat itu hubungan kami menjadi sangat dekat.
Reformasi 1988 mengakhiri eksistensi HU Berita Yudha. Para karyawan dirumahkan. Masing-masing cari jalan untuk bertahan hidup.
Om Hila Japi berinisiatif buka cabang HU Flores Pos di Jakarta. Saya diajak untuk perkuat redaksi. Borgias Mahu di keuangan dan Yon Doy di bagian Sirkulasi.
Kantor pertama HU Flores Pos Jakarta berada di sebuah gang sempit di Matraman. Kemudian tahun 2000 pindah ke Menteng, setelah sejumlah tokoh asal Flores seperti Moses da Dilva, SH, Konradus Danggur, SH, Stef Aco, SH dan tokoh pers asal Flores Laurens Tato (alm) bersedia jadi investor. Beberapa mahasiswa asal Flores pun bergabung, al. Ansi Lema, Greg Jako, Anton Moti, Cheis, Sesar dan beberapa yang lain.
Albert Jata baru bergabung menjelang akhir 2000 atas rekomendasi om Valens Doy. Saat itu sebenarnya kami tidak butuh jurnalis. Tapi karena bisikan sang guru jurnalis, om Hila Japi sebagai Pemred menerima kehadiran Albert.
Kehadiran Albert ternyata sangat membantu. Soalnya dia sangat rajin dan bersemangat. Di sini hubungan kami menjadi semakin dekat. Dia menganggap saya sebagai kakak.
Dia mulai curhat soal kemelut rumahtangganya. Ternyata dia sudah cerai dengan istrinya. Kami sering menghibur diri di sebuah Cafe di bilangan Wahid Hasyim, bersama Johni Luku dan adik-adik yang lain.
Flores Pos Jakarta hanya bertahan sampai 2001. Seluruh karyawan dirumahkan. Saya dan Albert Jata dirikan Tabloid Bentara atas dukungan dana dari Prof Dr Thoby Mutis, rektor Universitas Trisakti. Kami mengontrak rumah di sebuah gang di Tegalan, Matraman. Dia yang bayar kontrakan dari hasil jual rumahnya di Bekasi. Dia tinggal di situ. Saya sebagai Pemred, dia Redpel dan Wina sebagai Sekretaris Redaksi.
Saya jarang ke kantor karena masalah pribadi di rumah saya. Praktis yang ada di kantor cuma Albert dan Wina. Mereka kemudian pacaran dan menikah. Sejak 2003 saya tidak aktif lagi di Tabloid Bentara. Saya banting stir ke jurnalisme buku. Albert sendiri dan Wina yang meneruskan Tabloid Bentara. Kantornya pindah ke Kayu Manis VII. Saya sendiri tidak tahu kapan persisnya Tabloid Bentara tutup.
Sejak menikah dengan Wina, kami jarang ketemu. Dia memang sangat sibuk dengan bisnisnya. Padahal kami tinggal di daerah yang sama, Matraman. Sesekali saya ke rumahnya atau berpapasan di jalan ketika saya jogging sambil bawa anjing kesayangan saya. Dia suka teriak dari dalam mobil sambil bercanda.
Minggu lalu saya ditelepon adik Yon Doy, bahwa Albert positif Covid-19. Kondisinya memburuk, tapi tidak mendapat ruang perawatan. Adik Yon kontak temannya di Polsek Matraman, kebetulan Satgas Covid 19. Albert dapat ruangan di RSUD Matraman.
Setelah beberapa hari dirawat ternyata Tuhan memanggilnya. Dia meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.
Selamat jalan teman. Beristirahatlah dalam damai di surga. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan penghiburan. (*)