Aliansi Timur Indonesia Demo Desak Kemenhub Lunasi Hak Ulayat Tanah Spadem, Yobar dan Kayakai.

MAR - Senin, 06 September 2021 22:42
Aliansi Timur Indonesia Demo Desak Kemenhub Lunasi Hak Ulayat Tanah Spadem, Yobar dan Kayakai.Demonstrasi Aliansi Indonesia Timur (sumber: Aliansi)

JAKARTA (Floresku.com)  - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Indonesia Timur  lakukan aksi turun ke jalan menuntut dan mendesak Kementerian Perhubungan agar segera membayar atau melunasi hak tanah ulayat masyarakat kampung Spadem, Kampung Yobar dan Kayakai, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Barat seluas 600.000 meter per segi  yang digunakan untuk pembangunan Bandara Internasional Mopah, Merauke, Papua Barat.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Indonesia Timur, Mance Kota bersama rombangannya di depan Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat dan juga kepada awak media lewat hand phone seluler, Jakarta (06/09/2021).

Menurut Mance, tanah seluas 600.000 meter per segi  milik ketiga kampung tersebut belum dilunasi oleh Kementerian Perhubungan. Sehingga Aliansi Indonesia Timur mendesak agar Kementerian Perhubungan segera melunasinya.

“Aliansi Indonesia Timur mendesak Kementerian Perhubungan agar segera melunasi atau membayar hak tanah ulayat seluas 600.000 meter kubik milik ketiga kampung yaitu kampung Spadem, Kampung Yobar dan Kayakai,” kata Mance

Pada hal, kata Dia, ketiga kampung tersebut telah menyerahkan tanah ulayat tersebut dengan keikhlasan.

"Hak tanah ulayat mereka sudah diberikan dengan keikhlasan untuk pembangunan Bandara Internasional Mopah. Namun sampai saat ini, kemenhub belum membayarkan hak-hak ketiga kampung tersebut.

"Atas nama masyarakat Mopah, Papua yang sampai saat ini haknya belum dibayarkan oleh Kementerian Perhubungan. Sedangkan, hak tanah ulayat mereka sudah diberikan dengan keikhlasan untuk pembangunan Bandara Mopah. Tetapi sampai sekarang tiga desa tidak dibayarkan hak-haknya," pungkas Mance.

Dalam orasinya, Manche mengatakan, jika Kementerian Perhubungan tidak melunasi hak tanah ulayat masyarakat adat ketiga kampung tersebut, maka warga ketiga kampung tersebut berencana akan menutup landasan pacu (runway) Bandara Internasional Mopah.

“Hari ini, kami mendesak agar supaya segera menuntaskan, karena apa? masyarakat tiga kampung di Mopah sudah bersuara. Jika tidak dibayarkan haknya, maka mereka akan menutup Bandara Mopah. Ingat! sebentar lagi ada perhelatan PON. Enam Cabor PON akan dilaksanakan di Merauke. Jika tidak segera dituntaskan hak-hak dari warga, maka warga akan menutup Bandara Mopah," terang Dia.

"Sekali lagi, kami minta kepada menteri untuk turun tangan, masyarakat adat disana sangat kooperatif," tegas Mance.

Dalam Keterangan tertulis lewat via whatsapp, Ia mengatakan, “Jika sampai tidak dibayar, maka mereka (masyarakat adat ketiga kampung tersebut) akan menutup runway bandara Mopah, Merauke, Papua Barat”

Ia menilai, hak-hak diatas (pelunasan hak tanah ulayat) ditahan oleh oknum-oknum yang berada di Kementerian Perhubungan

Ia mendesak Kementerian Perhubungan segera menindak oknum yang menahan hak-hak tanah ulayat ketiga kampung itu. selain itu, kata Dia,oknum-oknum tersebut telah merugikan rakyat, dan juga, merusak citra lembaga dan pemerintah.

"Kami mendesak Kementerian Perhubungan agar segera menindak oknum yang merugikan rakyat, oknum merusak citra lembaga dan pemerintah,” pungkas Mance. 

Terkait persoalan ganti rugi hak penggunaan tanah, telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Menurut  Erizka Permatasari, S.H. yang dituliskan dalam Hukum online.com, Pemberian Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum disebutkan didalam Pasal 123 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”).

Selanjutnya, Dalam hukum online, Kata Dia, Pasal 123 angka 8 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 34 ayat (5) UU 2/2012 mengatur bahwa musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian dilaksanakan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah bersama dengan penilai dengan para pihak yang berhak.Namun, berdasarkan Pasal 37 UU 2/2012 yang tidak diubah oleh UU Cipta Kerja, musyawarah tersebut dilakukan oleh lembaga pertanahan.

RELATED NEWS