Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do Lantik Enam Penjabat Kepala Desa di Kecamatan Aesesa Selatan

redaksi - Kamis, 14 September 2023 07:33
Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do Lantik Enam Penjabat Kepala Desa di Kecamatan Aesesa SelatanBupati Nagekeo Melantik Enam Penjabat Kepala Desa Di Kecamatan Aesesa Selatan (sumber: Kominfo Nagekeo)

MBAY (Floresku.com) - Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do melantik enam (6) Penjabat Kepala Desa di Kecamatan Aesesa Selatan di aula Kantor Camat Aesasa Selatan pada Senin, 11 September 2023. 

Hadir pada kesempatan itu Kepala Dinas BPMD/P3A Kabupaten Nagekeo Sales Ujang Dekrasano, Camat Aesesa Selatan Isak Bebi, saksi rohani dan saksi awam serta tamu undangan lainnya.

Keenam Penjabat yang dilantik antara lain Selvianus Deri dilantik sebagai pejabat kepala desa persiapan Rendu Natarae dengan Keputusan Bupati Nagekeo Nomor: 222/Kep/HK/2023. Arnoldus Yohanes Du Laki dilantik menjadi penjabat Kepala Desa Persiapan Rendu Ola dengan Keputusan Bupati Nomor: 223/KEP/HK/2023.

Selanjutnya, Tarsisius Ferdinandus Tanga sebagai Penjabat Kepala Desa Persiapan Tengatiba Barat dengan Keputusan nomor :224/KEP/HK/2023. Hubertus Dhae diangkat jadi Penjabat Kepala Desa Woloboa dengan nomor : 225/KEP/HK/2023. Evarianus N. Tonda diangkat jadi Penjabat Kepala Desa Renduteno dengan keputusan Bupati nomor: 307/KEP/HK/2023 dan Urbanus Podi dilantik menjadi penjabat kepala desa Langedhawe dengan Keputusan Nomor: 308/Kep/ HK/2023.

Bupati Nagekeo dalam sambutannya menekankan para penjabat yang dilantik untuk sebisa mungkin menghindari perbuatan negatif yang berpotensi melawan hukum, baik itu dalam urusan tata kelola pemerintahan desa maupun kehidupan sosial bermasyarakat.

Salah satu penyakit sosial yang kerap dijumpai di tengah masyarakat ialah praktek perjudian. Selain perbuatan melawan hukum, judi juga menyita waktu. Waktu hanya dihabiskan untuk hal yang tidak produktif. Oleh sebab itu Don Bosco berharap para penjabat yang dilantik jangan sampai terlibat dalam perjudian.

“Sebagian hobi dan kenikmatan yang salah itu memang harus kita hindari, termasuk main judi. Ini penyakit sosial kita, saya sebagai Bupati harus ngomong ini” ungkap Don Bosco.

Dalam memerangi penyakit sosial yang satu ini, Don Bosco berharap kolaborasi semua pihak, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat. “Saya berharap Mosa nua laki Ola (Tokoh masyarakat/tokoh adat) harus omong, ini penyakit yang sulit sekali dihilangkan, mari kita bahu membahu” ucapnya.

Optimalisasi Penggunaan Dana Desa

Pada kesempatan itu, Bupati meminta agar para Kepala Desa untuk bisa memanfaatkan anggaran yang masuk ke desa secara optimal baik itu yang bersumber dari APBN (DD) dana APBD (ADD) untuk membangun Desa demi kemaslahatan hidup masyarakat di desa.

Selain menu alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur fisik, anggaran yang masuk ke Desa juga semestinya mampu menyerap tenaga kerja di Desa itu sendiri. Sehingga, perputaran uang yang berkisar 1 Miliar setia tahunnya itu, berputar di desa. Salah satu caranya yaitu memanfaatkan skema swakelola yang mana, masyarakat mendapatkan upah melalui Harian Orang Kerja (HOK).

“Banyak anak-anak kita yang terpaksa keluar dari Desa, karena desain pekerjaan yang kita buat tidak padat karya, hanya padat modal, padat teknologi” katanya.

Bupati menyoroti, mayoritas Pemerintah Desa yang mengandalkan Penunjukan langsung (PL) kepada pihak ketiga dalam menggarap pekerjaan fisik di Desa, yang mana dalam prakteknya cenderung tidak memanfaatkan masyarakat sebagai tenaga kerja. Imbasnya adalah tidak tercipta kesempatan kerja bagi masyarakat di Desa.

Rebut Proses Produksi dari Kapitalis

Menu skema pemberdayaan yang biasa yang dianggarkan melalui Dana Desa didorong untuk fokus merebut kembali proses produksi yang perlahan namun pasti dikuasai Kapitalis. Proses produksi yang direbut Kapitalis dari masyarakat sebagai konsumen utama kata Don Bosco melipat kebutuhan pokok manusia mulai Sandang, Pangan dan Papan.

Kebutuhan Sandang misalnya, di Wilayah Aesesa Selatan Bupati mendorong agar masyarakat setempat mempertahankan tenun ikat sebagai produk unggulan guna mengurangi kebutuhan konsumtif akan produk pakaian produksi kapitalis. Kemudian kebutuhan papan, kerajinan tangan seperti, anyaman, alat rumah tangga, perkakas dapur dan lain sebagainya (bahan non plastik red-) harus kembali dimanfaatkan.

“Mari kita kembalikan pekerjaan ini kepada tangan orang kebanyakan, mari kita mengambil kembali pekerjaan-pekerjaan yang diambil oleh kapitalis” pesan Don Bosco.

Selanjutnya, untuk kebutuhan makanan, Bupati berharap agar masyarakat mampu memproduksi pangan sendiri secara mandiri yang mana jauh lebih sehat ketimbang makanan kemasan. Soal makanan, Bupati meminta agar masyarakat memperhatikan betul proses produksi baik mutu maupun hasil panennya.

Khusus wilayah Aesesa Selatan yang dikenal dengan budidaya padi gogo (Sawah tadah hujan), dalam beberapa dekade terakhir produksinya mulai menurun. Sebab itu, proses produksi yang bisa direbut dari Kapitalis di sektor ini, adalah melalui intervensi pemberian pupuk organik, pupuk kandang yang tentu saja bisa diproduksi sendiri oleh masyarakat. Apalagi mengingat, wilayah Aesesa Selatan mayoritas masyarakat adalah peternak. (***)

Editor: redaksi

RELATED NEWS