Dapur Tara, Konsep Ekowisata yang Mengangkat Kehidupan Masyarakat Flores Zaman Dahulu

redaksi - Jumat, 26 November 2021 09:15
Dapur Tara, Konsep Ekowisata yang Mengangkat Kehidupan Masyarakat Flores Zaman DahuluElisabet Yani Tara Rubi (sumber: Tedy N)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Sampai saat ini, tidak banyak komunitas, investor ataupun negara yang konsisten dengan konsep ekowisata, yaitu pariwisata berbasis lingkungan yang mengedepankan konservasi alam dan tetap mengikuti gaya hidup masyarakat lokal. Mulai dari makan, cara hidup, mata pencaharian dan kegiatan sosial budayanya.

Begitupun di Labuan Bajo-Flores, Nusa Tenggara Timur yang telah dinobatkan menjadi kota Super Premium. Konsep pariwisata berbasis lingkungan tidak alpa diucapkan setiap hari, baik oleh Pemerintah Pusat, Daerah maupun lembaga-lembaga tertentu yang berkaitan langsung dengan dunia kepariwisataan.

Gagasan ekowisata tersebut hanya sebatas retorika belaka-praktik di lapangannya sangat minim. Bangunan-bangunan yang disajikan di Labuan Bajo justru bangunan betonisasi yang sangat berpengaruh besar terhadap lingkungan dan ekosistem di sekitarnya. 

Hal ini berkaitan erat dengan pemanasan global sebagai timbal balik dari efek rumah kaca yang membuat suhu udara meningkat dan mengakibatkan terjadinya kematian hewan dan berkurangnya hasil pertanian.

Namun, di tengah gempuran bangunan pembisnis besar di Kota Super Premium Labuan Bajo dan segala macam perang dingin dunia pasarnya, ada Dapur Tara yang sudah tiga tahun berdiri kokoh. Jaraknya tidak tidak jauh dari Kota Labuan Bajo, di Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat.

Dapur Tara adalah album kehidupan masyarakat Flores ribuan tahun lalu. Di Dapur Tara para pengunjung bisa menikmati atau menyaksikan kembali bagaimana kondisi kehidupan masyarakat Flores pada jaman dahulu. Karena Dapur Tara menyajikan konsep kenyaman yang sangat berbeda dengan dunia modern. 

Di Dapur Tara pengujung tidak akan menikmati musik, karaoke atau mendengarkan lalu lalang kendaraan, melainkan menikmati kesunyian yang hakiki.

Berdasarkan informasi dari pengelola Dapur Tara, Elisabet Yani Tara Rubi bahwa konsep awal Dapur Tara yaitu Flores Living, berusaha mengangkat kembali kehidupan masyarakat Flores pada zaman dahulu.  

Pengelola Dapur Tara bersama komunitas di sekitarnya masih berkebun karena orang Flores jaman dahulu kala identik dengan Kebun, Rumah dan Dapur.

Sumber: www.facebook.com

Di Dapur Tara ada juga homestay dan kebun campur, gayanya orang Flores. Hasil tanaman dari kebun tersebut kemudian disajikan untuk para pengunjung. Untuk memasak apapun tetap menggunakan kayu api. Sedangkan menu masakan masih campur, yaitu kolaborasi antara menu masakan khas Maumere dan Manggarai.

Khusus di Dapur Tara, makanannya pasti sehat. Karena sejak awal tanam, para pengelola Dapur Tara harus menciptakan koneksi di mana mereka memilih benih, begitu juga benih memilih mereka.

Mereka meyakini bahwa ketika memilih benih untuk dijadikan tanaman, maka benih juga memilih mereka untuk bertumbuh dengan sehat.

Sejak itulah koneksi itu dibentuk. Jadi, koneksi itu seperti relationship antara manusia dan tumbuhan. Konektivitas itu akan terjadi secara berkelanjutan sampai pada tahapan memasak. Tahapan memasak ini yang disebut sebagai ‘meditative cooking’.

Sumber: Instagram

Dapur Tara juga punya proyek yang bergerak dalam bidang humaniora, yaitu, menyediakan sekolah barter yang bernaung di bawah grup "anak alam Flores". Jadi, pengelola Dapur Tara juga masuk ke desa-desa untuk mengajar anak-anak agar berkarakter sehingga di kemudian hari bisa bilang ya atau tidak.

Keunggulan Dapur Tara

Selain masakan yang disajikan secara langsung dari kebun, Dapur Tara juga mempunyai keunggulan lain.

Pertama, kerja bersama komunitas. Dapur Tara bekerja dengan komunitas yang berada di sekitar lingkungannya. Hal ini menjadi satu keunggulan karena adat yang dipakai di dalam seluruh proses kehidupan Dapur Tara adalah adat masyarakat setempat.

Kedua, keunggulan yang kedua adalah tersedianya kebun yang masih asli. Karena kebanyakan masyarakat di Desa Liang Ndara masih bertani.

Ketiga, silent. Sebelum Pandemi, hampir seratus persen yang mengunjungi Dapur Tara adalah orang asing. Mereka berkunjung ke Dapur Tara karena memerlukan waktu dan ruang yang nyaman untuk istirahat. Selain istirahat yang nyaman, kesunyian Dapur Tara juga memberikan sensasi yang tepat kepada setiap pengunjung untuk melakukan meditasi dan Yoga. (Tedy N). ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS