Francisco Budi Hardiman Jadi Guru Besar, Forum Wartawan NTT Beri Apresiasi
redaksi - Rabu, 08 Desember 2021 15:15JAKARTA (Floresku.com) – Forum Wartawan NTT Dunia mengapresiasi pengukuhan guru besar bidang filsafat yang diberikan kepada Francisco Budi Hardiman di Univeritas Pelita Harapan (UPH). Apresiasi itu menyusul pidato sang profesor bertajuk “Tugas Filsafat di Era Komunikasi Digital”.
“Isi pidato Pak Franky sangat relevan bagi kaum jurnalis dan pekerja media seperti kita. Filsafat sebagai negasi mutlak terhadap kebohongan sangat diperlukan dalam praktik kerja jurnalistik segala zaman, terutama di zaman ini yang disebut Franky sebagai era komunikasi digital,” kata Koordinator Forum Wartawan NTT, Agustinus Tetiro, yang sering disapa dengan nama kecil Gusti, ketika dihubungi Floresku.com melalui sambungan telepon seluler.
Menurut Gusti, tiga (3) tugas filsafat di era komunikasi digital yang ditawarkan Budi Hardiman bisa dimaknai secara sangat konkret bagi kerja harian para wartawan. Pertama, menyingkapkan ambivalensi komunikasi digital. Tugas wartawan adalah memperlihatkan ambivalensi itu dan memastikan bahwa berita yang disajikan harus sesuai dengan kebenaran atau fakta yang diperoleh dan dipertimbangkan dalam proses verifikasi di ruang redaksi.
Kedua, kritik ideologi dan refleksi rasional. “Wartawan harus mampu melakukan kritik ideologi dan refleksi kritis-etis-rasional,” ujar Gusti. Karena, lanjut Gusti, dalam era komunikasi digital, ideologi-ideologi bertumbuh subur dan mempunyai dampak yang bersifat fatalistik jika diterima tanpa kritik. Ideologi seperti kapitalisme, liberalisme, populisme dan lain-lain selalu ada dan bisa diaktifkan kapan saja jika kaum jurnalis malas berpikir.
Ketiga, etika komunikasi digital. Gusti memahami rekomendasi ketiga ini sebagai imperatif bagi para wartawan untuk terus memastikan kebenaran dan kebaikan bagi semua. Etika komunikasi digital, menurut peminat filsafat lulusan STFK Ledalero ini, harus berfokus pada perjuangan keadilan baik dalam ranah politik maupun ekonomi.
Gusti sepakat dengan Budi Hardiman bahwa, filsafat harus melawan relativisme dan absurditas. “Para jurnalis kita harus makin banyak yang bisa berani berpikir sendiri. Ruang redaksi perlu menjadi ajang dan wahana untuk bertukar pikiran dan silang pandang demi penemuan kebenaran dan penakaran kebaikan bersama,” tandas Gusti.
Sebagai informasi, Prof Dr Francisco Budi Hardiman, SS, MA lahir di Semarang pada 31 Juli 1962. Pada 1988 menyelesaikan sarjana filsafat di STF Driyarkara Jakarta. Pendidikan S2 dan S3 di bidang ilmu filsafat diselesaikan di Hochschule fuer Philosophie, Munchin, Jerman, masing-masing pada tahun 1997 dan 2001. Budi Hardiman pernah mengajar di almamaternya STF Driyarkara. Saat ini, sang profesor dipercayakan mengampu mata kuliah filsafat di UPH. (*)