Goyang Bento: Seni, Ekspresi Kebebasan, atau Porno Aksi?
redaksi - Rabu, 06 Juli 2022 13:19JAKARTA (Floresku.com) - Belakangan ini, ‘Goyang Bento’ sebuah tayangan tarian kreasi baru yang mewabah di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).
'Goyang Bento' menjadi viral dan menjadi ‘buah bibir’ ketika sebuah platform Tik Tok memperlihatkan tiga ibu berusia di atas paruh baya sedang memainkannya (menari ‘Goyang Bento’, red).
Tidak jelas untuk apa Goyang Bento dimainkan. Entah sekadar iseng atau untuk menghibur diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Namun, dalam tayangan Tik Tok tersebut terlihat para ibu itu tampil begitu spontan.
- SENDAL SERIBU, Rabu, 06 Juli 2022: Namaku Dipanggil
- Warga Desak Pemda Matim Segera Perbaiki Jalan Rusak di Desa Rana Masak dan Desa Golo Ndele
Mula-mula mereka menggoyang-goyangkan pinggulnya, mirip goyang pinggulnya pedangdut terkenal, Inul Daratista.
Kemudian, secara spontan pula mereka merangkak sembari menggerakan panggulnya dengan gaya mirip (maaf, anjing yang sedang kawin).
Setelah melakukan aksi rada aneh tersebut, para ibu itu tertawa terbahak-bahak, entah merasa lucu dengan aksinya sendiri, atau karena merasa puas berekpresi.
Dalam perspektif ‘zaman now’ yang kental dengan spirit ingin viral melalui media sosial, aksi para ibu itu sepertinya ‘normal’ saja. Tentu saja supaya viral di media sosial dan dikenal publik secara luas.
Toh, sekarangnya, memang era bikin konten ‘berbeda’ atau tidak mau dikatakan ‘menyimpang’ supaya lekas viral melalui media sosial.
Tak peduli apakah konten yang diciptakan memiliki pesan yang baik, berguna, apalagi penting. Pokoknya, ada konten yang berbeda, lain dari yang lain.
Viewers, folowers, atau pun subscribers toh akan segera beri emoji jempol, suka, love ata komentar tanpa terlalu peduli dengan apa isi pesan kontennya.
Reaksi beragam
Tak diketahui pasti, kapan dan di mana ‘Goyang Bento’ itu berawal. Juga, tak jelas siapa pula yang menggagaskan dan memulainya.
Yang pasti, akhir-akhir ‘Goyang Bento’ sudah merambah ke hampir seluruh pelosok bumi Flobamora.
Ini bisa dilihat dari berbagai postingan tunda atau siaran langsung di beberapa platform media sosial.
Dari berbagai postingan itu, ‘Goyang Bento’ sepertinya sudah menjadi ‘suguhan wajib’ baru di arena pesta orang NTT, selain ‘suguhan wajib’ yang sudah lazim seperti Ja’i, Gawi, Dansa dan beberapa jenis tarian lainnya.
Belum lama ini, tim redaksi media ini sempat menyaksikan sendiri seorang MC di sebuah pesta, melakukan ‘atraksi Goyang Bento’.
Diringi Musik Bento yang keras, pria berstelan jas warna krem itu, bak orang kesurupan, berlari ke sana kemari, lalu berjongkok di samping sebuah kursi di panggung, dan mempertontonkan ‘Goyang Bento’ di hadapan hadirin yang tampak memperhatikannya dengan mata berbinar-binar, entah kagum terpesona atau terperangah kaget.
Sebagaimana di dunia nyata, di dunia maya pun ‘Goyang Bento’, menimbulkan reaksi yang beragam.
Adalah Anton Tonggo, penikmat dan pemerhati Seni asal Ende yang kini berdomisili di Yogyakarta.
Ketika media ini meminta komentarnya tentang Goyang Bento, dia menyatakan begini:
“Ada dua ciri menonjol dalam tarian ini. Pertama, lagunya Bento dari Iwan Fals yang dikreasikan secara digital sehingga iramanya lebih cepat dari aslinya, yang dirilis Iwan Fals. Kedua, tariannya hidup dan geraknya cepat lagi dinamis.”
Di beberapa kelonpok, lanjjutnya, para penari memperagakan satu gerakan di areal tengah badan (sekitar pinggang sampai pinggul) dengan posisi yang maju-mundur baik vertikal maupun horizontal.
‘Saya kira overall memang bagus, tapi di ragam goyang dan dinamika pinggang dan pinggul itu yang kurang etis untuk pertontonkan di depan umum, karena masuk kategori pornoaksi.
‘Kalau bisa, gerakan erotis itu tidak usah dipertunjukkan lagi,” sarannya.
Anton menambahkan, pihak kepolisian tentunya sudah memantau lebih detail tarian itu.
“Bila masuk dalam kategori pornoaksi, sebaiknya ragam itu saja ditiadakan,” ujarnya.
Seorang netizen yang menggunakan nama akun ‘Roby Time North Dami,’ memberi komentarnya sendiri.
‘Sejak ada unggahan goyang pakai lagu Bento di Tik Tok, di Kupang dan di luar Kupang, ramai-ramai (orang) ikut Goyang Bento. Minggu kemarin dalam sebuah Pesta Sukuran Wisuda juga dipertontonkan Goyang Bento,” ungkapnya.
Terus terang, saya kaget dan sedih melihat tarian dengan goyangan seperti itu. Bagi saya tarian seperti ini adalah salah satu bentuk kemerosotan budaya NTT yang menonjolkan nilai seni tinggi dan kesopanan.”
Menurut saya, lanjutnya lagi, para orang tua NTT wajib melindungi anak-anaknya dari tarian yang mempertontokan gerakan yang tak sopan seperti itu.
“Saya prihatin, apalagi, Goyang Bento yang erotis seperti itu semakin digandrungi anak-anak muda NTT,” katanya.
Yeremias Pande Gany, Ketua Ikebana (Ikatan Keluarga Besar Nageke, red) di Kupang juga menaruh perhatian pada fenomena sosial berkenaan dengan ‘Goyang Bento’.
“Memang, ‘Goyang Bento’ lagi menguasai panggung hiburan di NTT, khususnya pada saat acara pesta,” ucapnya.
Bagi kalangan milenial, jelasnya, ‘Goyang Bento’ adalah tarian yang menghibur.
“Soalnya, musiknya sangat membangkitkan semangat kamum muda, remaja dan anak-anak usia SD. Bahkan anak-anak usia 3- 5 tahun tampak ikut tertarik pada Goyang Bento,” ungkapnya.
Tetapi jika kita mencermati lebih jauh, tambahnya, goyangan seperti itu sebenar kurang sesuai sesuai dengan budaya orang NTT sendiri.
“Gerakan Goyang Bento menjurus gerakan erotis, kurang pantas dipertontonkan di muka publik, apalagi anak-anak. Makanya tarianitu mulai mengundang reaksi negatif dari orang-orang tua,” ujarnya.
Ternyata, musik dan Goyang Bento tidak hanya memenuhi ruang-ruang pesta, tapi sekolah-sekolah di sejumlah daerah di NTT.
Yeremias mengatakan, “Iroininya, banyak sekolah di Kupang, khususnya SLTP dan SLTA yang memainkan Musik Bento sebagai musik yang menghibur pada saat para murid sedang istrahat sekolah.”
“Ini sebuah ironi besar. Lembaga pendidikan yang seharusnya tampil sebagai panutan bagi masyarakat, terutama generasi muda, malah tampil sebagai teras yang mendukung musik dan tarian yang terkesan erotis seperti itu,” katanya dengan nada prihatin. (Silvia/Tim Redaksi).***