Gunung Rinjani: Menyusuri Jejak Sejarah, Pesona Keindahan, Aura Mistik, dan Risiko Pendakian di Atap Lombok
redaksi - Minggu, 29 Juni 2025 18:12
MATARAM (Floresku.com) - Gunung Rinjani bukan sekadar gugusan tanah dan batu yang menjulang di langit Pulau Lombok. Ia adalah mahakarya alam yang menyimpan jejak sejarah geologis, budaya sakral, pesona keindahan yang memukau, serta tantangan mendebarkan bagi para pendaki.
Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani dinobatkan sebagai gunung berapi aktif tertinggi kedua di Indonesia. Keberadaannya menjadi simbol spiritual bagi masyarakat setempat sekaligus destinasi impian bagi pecinta alam dari seluruh penjuru dunia.
Jejak Sejarah Gunung Rinjani
Secara geologis, Rinjani merupakan bagian dari busur vulkanik Sunda yang terbentuk akibat tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Gunung ini memiliki sejarah letusan yang panjang, tercatat sejak abad ke-13. Salah satu letusan dahsyat terjadi pada tahun 1257, yang dipercaya menyebabkan perubahan iklim global.
Letusan tersebut menghasilkan kaldera raksasa yang kini menjadi tempat Danau Segara Anak—danau kawah seluas sekitar 11 km persegi yang menakjubkan.
Dalam catatan budaya, nama "Rinjani" sendiri diyakini berasal dari nama seorang putri dalam legenda Sasak yang memilih mengasingkan diri di gunung karena cinta dan pengorbanan. Kisah ini berkembang dalam tradisi lisan masyarakat Lombok dan menyatu dengan kepercayaan lokal yang menganggap Rinjani sebagai tempat suci, kediaman para dewa dan roh leluhur.
Keindahan Rinjani: Lukisan Alam yang Sempurna
Tak berlebihan jika Gunung Rinjani dijuluki sebagai salah satu gunung terindah di Asia Tenggara. Pemandangan yang disuguhkan begitu beragam—dari hutan tropis lebat, padang savana yang luas, air terjun tersembunyi, hingga panorama sunrise dan sunset dari ketinggian yang memesona.
Puncak Rinjani menjadi tujuan utama banyak pendaki. Dari sana, mata akan dimanjakan oleh pemandangan luar biasa: Danau Segara Anak yang berwarna biru kehijauan di dalam kaldera, Gunung Barujari—kerucut kecil yang terus mengepul, dan garis pantai Lombok hingga Bali di kejauhan.
Di sekeliling danau terdapat sumber air panas alami, tempat favorit untuk meredakan kelelahan setelah perjalanan panjang.
Selain puncak dan danau, jalur pendakian dari Sembalun dan Senaru menyuguhkan pemandangan dramatis yang berbeda. Jalur Sembalun membawa pendaki melalui sabana luas, sedangkan Senaru menyajikan hutan tropis dengan air terjun yang memesona seperti Sendang Gile dan Tiu Kelep.
Aura Mistik: Gunung yang Disucikan
Gunung Rinjani tidak hanya menjadi lokasi wisata, tetapi juga lokasi spiritual yang penting bagi masyarakat Hindu Bali dan Suku Sasak. Danau Segara Anak dianggap sebagai tempat suci.
Setiap tahun, umat Hindu Bali mengadakan upacara Mulang Pekelem, membawa persembahan suci ke tengah danau sebagai bentuk penghormatan dan permohonan keselamatan.
Bagi masyarakat Sasak, Rinjani adalah tempat bersemayamnya Dewi Anjani, sosok mistik pelindung gunung. Banyak pendaki lokal yang menjalani ritual sebelum memulai perjalanan, seperti berdoa di pos-pos tertentu atau membawa sesaji untuk ‘mengetuk pintu’ alam gaib Rinjani.
Tak jarang pula terdengar kisah-kisah mistis dari para pendaki: suara gamelan di tengah hutan, aroma bunga yang tiba-tiba tercium, atau bayangan yang melintas di jalur sunyi. Meski tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, pengalaman-pengalaman ini justru memperkuat aura sakral dan misterius Rinjani.

Risiko dan Tantangan Mendaki Rinjani
Namun, keindahan Rinjani datang bersama risiko yang nyata. Mendaki gunung setinggi ini bukan perkara mudah, apalagi bagi mereka yang kurang persiapan fisik dan mental. Jalur pendakian yang panjang, curam, dan berbatu memerlukan stamina tinggi serta konsistensi langkah.
Perubahan cuaca yang ekstrem juga menjadi tantangan besar. Cuaca cerah bisa berubah menjadi kabut tebal atau hujan deras dalam hitungan menit.
Risiko ketinggian seperti acute mountain sickness (AMS) kerap dialami pendaki yang naik terlalu cepat tanpa aklimatisasi. Gejalanya berupa pusing, mual, kelelahan, dan bahkan bisa berujung fatal bila diabaikan.
Kondisi demikian rupanya dialami Juliana Marins, pendaki berusia 26 tahun asal Brasi. Juliana terjatuh dari tebing sedalam sekitar 600 meter di jalur menuju puncak, tepatnya di area Letter E yang dikenal sebagai zona vegetasi mati dan berbahaya, merupakan jalur sempit di tepi kawah.
Insiden terjadi saat Juliana merasa kelelahan dan menepi untuk buang air kecil. Ia terpisah dari rombongan, dan ketika pemandu mencari, Juliana sudah tidak terlihat di jalur pendakian.
Di sisi lain, kawasan Danau Segara Anak yang terlihat damai pun menyimpan bahaya tersendiri. Gunung Barujari di tengah danau masih aktif dan beberapa kali menunjukkan aktivitas vulkanik, bahkan menyebabkan evakuasi besar pada tahun-tahun tertentu.
Selain faktor alam, masalah sampah dan kerusakan ekosistem juga menjadi kekhawatiran. Walaupun pemerintah dan komunitas lokal terus berupaya menerapkan sistem carry in-carry out (membawa turun kembali sampah), kenyataannya masih banyak pendaki yang abai. Upaya konservasi membutuhkan kesadaran kolektif semua pihak.
Menghargai Rinjani: Mendaki dengan Hati
Gunung Rinjani bukan sekadar destinasi untuk ditaklukkan. Ia adalah ruang hidup, tempat suci, dan bentang alam yang butuh dihormati. Mendaki Rinjani bukan hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga soal bagaimana kita menyatu dengan alam, memahami batas diri, dan meresapi keagungan ciptaan Tuhan.
Dengan sejarah panjang, pesona alam luar biasa, sentuhan mistik, dan tantangan nyata, Rinjani menjadi refleksi dari hubungan manusia dengan alam: penuh keajaiban, tapi juga menuntut kehati-hatian dan rasa hormat.
Setiap langkah di jalurnya adalah pelajaran tentang keberanian, ketekunan, dan kerendahan hati.
Bagi siapa pun yang pernah menapakkan kaki di Gunung Rinjani, pengalaman itu akan selalu menjadi kenangan yang membekas di jiwa. Sebab, sekali mendaki Rinjani, selamanya ia akan menjadi bagian dari perjalanan batin kita. (Kontributor: Andi, Mataram). ***