HOMILI: Gereja, Tempat Doa dan Bukannya Tempat Bisnis

redaksi - Sabtu, 08 November 2025 13:56
HOMILI: Gereja, Tempat Doa dan Bukannya Tempat BisnisPater Gregor Nule SVD (sumber: Dokpri)

Oleh: Pater Gregor Nule, SVD

GEREJA, TEMPAT DOA DAN BUKANNYA TEMPAT BISNIS
 (Yeh 47:1-2.8-9.12; 1Kor 3: 9b-11.16-17; Yoh 2:13-22) 
  
Kita merayakan hari minggu biasa ke-32 yang bertepatan dengan pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran. 

Gereja Basilik Lateran merupakan Katedral kota Roma, didirikan pada tahun 324 dan menandai pengakuan agama Katolik sebagai agama resmi dan pembebasan orang Kristen dari penganiayaan.

Bacaan pertama membantu kita untuk menyadari bahwa Bait Allah merupakan tempat di mana Allah hadir dan memberi kekuatan serta kehidupan kepada semua makhluk hidup, khususnya manusia. 

Kehadiran Allah dilambangkan dengan air yang mengalir dari Bait Allah. Dan ke mana saja air itu mengalir semua makhluk hidup, khususnya pohon dan ikan-ikan alami kehidupan.

Dalam Injil hari ini kita mendengar bagaimana Yesus menjadi marah karena orang-orang mengotori dan menajiskan Bait Allah Yerusalem. Bait Allah telah dijadikan pasar, tempat berjual beli hewan korban dan tempat tukar menukar uang. Bait Allah selama ini adalah pusat keagamaan, serta simbol dan tanda keimanan bangsa Yahudi. Bait Allah adalah salah satu simbol identitas keyahudian mereka.

Mengotori atau menajiskan Bait Allah sebenarnya berarti menajiskan diri sendiri. Lebih dari itu menajiskan Bait Allah berarti menghina Allah sendiri, yang kehadiran-Nya disimbolkan oleh Bait Allah itu.

Kebenaran ini diwartakan oleh St. Paulus yang berkata, “Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah Bait Allah, dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?”, (1 Kor 3:16). 

Ini berarti kita mesti berusaha hidup suci sehingga kita mampu menghadirkan Tuhan lewat kata-kata, sikap dan tindakan kita sehari-hari.

Oleh sebab itu, Yesus sangat marah dan mengusir serta mengobrak-abrik para penjual dan pembeli di dalam Bait Allah itu. Dengan keras Ia membentak dan berteriak: “Jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan!”, (bdk Yoh 2:16).

Yesus sendiri rupanya merasa sangat terhina. Penghinaan terhadap Bait Allah itu dirasakannya seperti penghinaan terhadap diri-Nya sendiri. Ia menyamakan diri-Nya dengan Bait Allah.

Oleh sebab itu kepada orang-orang yang mempersoalkan kuasa-Nya untuk menghalau para penjual dan pembeli dari Bait Allah itu, Ia menjawab: “Rombaklah Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”, (Yoh 2:19).

Yesus ingin mengajak para pendengar-Nya untuk memahami Bait Allah itu sebagai diri-Nya sendiri, yang sesudah dihancurkan dan dibunuh oleh musuh-musuh-Nya, akan bangkit kembali pada hari ketiga!

Yesus Kristus sungguh Bait Allah. Ia adalah Gereja. Kalau Yesus Kristus itu sungguh Bait Allah, sungguh Gereja, di mana Allah bersemayam, maka demikian juga para pengikut-Nya.

Kita semua sebetulnya juga mempunyai kewajiban untuk menjadi Bait Allah, kenisah Allah yang baru. Kita adalah Gereja yang selalu harus dibersihkan dan dibangun kembali, supaya kita hidup dalam hubungan yang mesra dengan Allah.

Membersihkan atau memurnikan Gereja berarti berusaha menjadikan kembali diri kita, keluarga-keluarga, lingkungan dan KBG, dan paroki kita, Gereja, “Rumah Bapa”, tempat ibadah. 

Kita tidak boleh jadikan diri kita, keluarga-keluarga kita, paroki kita tempat jual beli pelbagai kepentingan atau tempat tukar menukar pelbagai nilai yang tidak ada hubungannya dengan hidup bergereja yang sejati!!

Selain itu, gedung-gedung gereja yang kita bangun di mana-mana hendaknya menjadi simbol dari kehidupan umat kita. Kita hendaknya menghormati dan bahkan bangga dengan gereja kita. 
Yesus juga tentu sangat marah jika kita jadikan gereja tempat untuk makan-minum, bercerita, baca berita dan kirim SMS atau buat hal lain, dan bukannya berdoa.

Yesus juga pasti marah jika kegiatan kelompok atau organisasi rohani menjadi wadah atau tempat di mana kita urus rencana dan masalah lain, atau kita buat gosip dan rencana-rencana yang tidak berhubungan dengan pengembangan iman. Kita buat rencana untuk buat arisan atau rekreasi.

Kita memiliki gereja paroki yang besar dan indah. Letaknya strategis, cukup gampang dilihat. Apakah ia menyimbolkan kehidupan umat paroki kita, kehidupan umat KBG dan lingkungan kita, kehidupan keluarga-keluarga kita, kehidupan pribadi kita masing-masing yang menarik, indah dan pantas?

Gedung gereja paroki kita sungguh megah, tetapi tetap hanya bangunan mati. Tuhan lebih senang mendiami Gereja yang hidup, yaitu umat paroki kita, umat KBG dan lingkungan kita, keluarga-keluarga kita, bahkan diri kita sendiri!!

Betapa hebat dan ajaibnya bahwa tiap-tiap kita adalah Bait Allah yang hidup, terlepas dari kenyataan kita, entah kaya atau miskin, hebat atau biasa-biasa saja, kita semua adalah Bait Allah yang suci! Kita semua adalah tempat di mana Allah berkenan menyatakan karya keselamatanNya bagi dunia.

Semoga Tuhan memberkati kita selalu!

Kewapante, Minggu, 09 Nopember 2025. ***

 

 

RELATED NEWS