HOMILI, Minggu Biasa XXIA, 27 Agustus 2023

redaksi - Sabtu, 26 Agustus 2023 10:34
HOMILI, Minggu Biasa XXIA, 27 Agustus 2023Pater Gregor Nule, SVD (sumber: Dokpri)
FOKUS PADA KRISTUS MENJADI JAMINAN KESELAMATAN SEJATI 

 (Minggu Biasa XXI A. Yes 22:19-23; Rom 11:33-36; Mt 16:13-20)

Ilustrasi  

Ada seorang pemuda yang setia mengikuti  perayaan ekaristi setiap hari Minggu. Suatu  malam Minggu ia mengeluh katanya, “Ayah, mulai besok saya tidak mau ke gereja lagi”. 

“Ah mengapa?”, tanya ayahnya. “Karena di gereja saya temukan sejumlah orang yang kelihatannya sopan, tapi sebenarnya tidak. Ada yang sibuk dengan Hpnya, makan, minum, bercerita, atau sibuk dengan  hal-hal lain. Mereka tidak berdoa dan tidak mendengarkan Firman Allah”. 

Sang ayah berpikir sejenak dan berkata, “Baiklah! Tapi ada satu syarat yang harus  kaulakukan, setelah itu terserah kamu”.  “Apa itu?”, tanya sI pemuda. 

Kata ayahnya, “Ambillah satu gelas penuh dengan air. Berjalanlah keliling gereja. Tetapi, ingat, jangan sampai ada setitik air yang tumpah!” 

Si pemuda melaksanakan perintah ayahnya. Ia membawa sebuah gelas penuh dengan air lalu berjalan keliling gereja dengan sangat hati-hati agar tak ada setetes air pun yang tertumpah. 

Setelah laksanakan apa yang diminta ia kembali ke rumah dan ayahnya bertanya, “Bagaimana! Apakah kamu sudah laksanakan permintaan saya?” “Sudah ayah”, jawabnya. 

“Apakah ada air yang tumpah?”, tanya ayahnya.  “Tidak”. “Apakah di gereja tadi ada orang yang sibuk dengan Hpnya?” 

Jawab si pemuda, “Wah saya tidak lihat karena pandangan saya hanya tertuju pada gelas dengan air”. “Apakah ada orang yang tidak berdoa tapi  sibuk dengan banyak soal lain?” “Ah saya tidak lihat karena saya hanya konsentrasi menjaga air dalam gelas itu”. 

Sang ayah tersenyum lalu berkata, “Begitulah hidup, anakku. Jika kamu fokus pada tujuanmu ke gereja, kamu tidak akan punya waktu untuk memperhatikan apa yang terjadi di sekitarmu dan apa yang dibuat oleh orang lain. 

Hati-hatilah, jangan sampai kesibukanmu untuk memperhatikan dan menilai orang lain membuatmu lupa berdoa, tidak mendengarkan Firman Tuhan dan lupa membangun kualitas  hidup rohanimu”. 

Refleksi

Injil hari ini berbicara tentang pewahyuan diri dan identitas Yesus sebagai Anak Allah di Kaisarea Filipi. 

Peristiwa ini menawarkan kepada kita pesan-pesan tentang misi perutusan Yesus di atas bumi dan tanggapan manusia berupa iman kepercayaan kepada Yesus sebagai jalan kepada keselamatan paripurna. 

Pertama, Yesus meninggalkan wilayah Palestina dan tiba di Kaisarea Filipi, sebuah kota yang dibangun oleh Herodes Filipus untuk menghormati kaiser Agustus. 

Menurut catatan sejarah Kaisarea Filipi merupakan tempat penyembahan dewa-dewa, juga tempat di mana orang menyembah kaisar di Roma sebagai dewa. 

Mengapa Yesus meninggalkan wilayah Palestina? Karena  Dia tidak menemukan iman di sana, khususnya di antara tokoh-tokoh agama Yahudi. 

Iman justeru tumbuh subur di wilayah bangsa-bangsa lain. Padahal orang Yahudi beranggapan bahwa Allah menjadi milik eksklusif mereka. Sedangkan bangsa-bangsa lain dianggap  kafir. Mereka  tidak mengenal dan tidak percaya kepada Allah.

Ketika tiba di wilayah Kaisarea Filipi, Yesus sengaja menanyakan pendapat para murid tentang siapakah Dia. Pertama-tama, Yesus mau tahu tentang kata orang lain mengenai  diriNya. 

Ada beberapa pendapat, anatara lain, sebagai salah seorang nabi besar, Rabi atau Guru terkenal atau sebagai mesias politik. 

Lalu, Yesus bertanya tentang bagaimana tanggapan  para murid yang sudah meninggalkan segala-galanya dan setia  mengikuti Dia. 

Apakah mereka mengikuti Dia hanya sebagai seorang nabi? Apakah mereka mengakui Dia hanya sebagai seorang Guru atau Rabi? 

Apakah mereka mengikuti Dia sebagai mesias  yang dinantikan untuk  membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Roma? 

Yesus ingin mendapatkan kepastian tentang pemahaman para muridNya. Maka jawaban Petrus, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup” merupakan ungkapan iman yang luar biasa, yang tentu tidak berasal dari pengetahuan Petrus sendiri melainkan merupakan wahyu Allah. 

Karena itu, Yesus menanggapinya dengan berkata,”Berbahahgialah engkau, simon bin Yunus, sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu melainkan BapaKu yang di surga”. 

Petrus disebut berbahagia karena berkenan mendapat ilham atau wahyu untuk mengetahui rahasia Allah. Petrus hanya bisa mengenal Allah karena Allah berkenan menyatakan Diri kepadanya. 

Apakah Petrus seorang pribadi yang hebat? Tidak. Dialah manusia biasa yang  mudah bimbang sehingga hampir tenggelam di danau dan mesti diselamatkan oleh Yesus. Dia juga tidak memahami sepenuhnya tentang misi Yesus sehingga menghalangi Yesus yang ingin ke Yerusalem. Akibatnya Yesus menyebutnya sebagai iblis. 

“Enyahlah engkau, iblis”. Dia jugalah yang menyangkal dan mengkhianti Yesus pada perjalanan salibNya, dan baru mulai sadar dan menyesal ketika mendengar kokokan ayam. 

Dan masih banyak lagi catatan lain yang mengungkapkan kelemahan dan kerapuhan Petrus. Meski demikian Allah tetap berkenan dan percaya padanya. 

Maka mengenal Allah merupakan rahmat yang mesti disyukuri oleh Petrus dan oleh   setiap orang beriman, termasuk kita sekalian. 

kedua, wahyu tentang Yesus sebagai Anak Allah yang  diungkapkan oleh Petrus di tengah lingkungan orang-orang kafir mau mengungkapkan bahwa Yesus adalah Mesias bukan hanya untuk bangsa Yahudi, melainkan untuk semua orang dari segala bangsa. 

Selain itu, Allah  memaklumkan Yesus sebagai Putera Allah yang hidup di Kaisarea Filipi, lingkungan para penyembah berhala dan dewa-dewa, karena Allah bermaksud mengajak semua bangsa untuk memfokuskan iman dan penyerahan dirinya  hanya kepada Yesus sebagai satu-satunya jaminan keselamatan sejati. 

Tidak ada kuasa atau pribadi lain yang dapat menyelamatkan manusia secara penuh kecuali Yesus, Putera Allah yang hidup. 

Sebagai orang kristen kita hendaknya  memiliki Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup. 

Tetapi, jika kita masih  memiliki hal, barang, pribadi dan kekuatan-kekuatan tertentu  yang kita jadikan sebagai pegangan, jaminan  dan sumber hidup yang aman, maka kita pasti mendua hati dan tidak fokus pada Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat kita. 

Hal itu tentu saja mempengaruhi sikap, perilaku dan komitmen kita sebagai pengikut Kristus. Ini berarti kita belum sungguh-sungguh menjadi 100% pengikut Kristus. Maka kita mesti fokus.

Semoga hati kita senantiasa terarah kepada Yesus sehingga dalam menjalani segala sitausi hidup termasuk ketika menghadapi badai-badai yang mengancam kita fokus dan setia kepada Yesus.

Semoga! Amen!

Kewapante, 27 Agustus 2024

P. Gregorius Nule, SVD. ***

RELATED NEWS