HOMILI, P. Gregor Nule SVD: Belajar untuk Selalu Bersama Bunda Maria

redaksi - Sabtu, 13 Agustus 2022 18:28
HOMILI,  P. Gregor Nule SVD: Belajar untuk Selalu Bersama  Bunda MariaPater Gregor Nule SVD (sumber: Dokpri)

BELAJAR UNTUK SELALU BERSYUKUR BERSAMA BUNDA MARIA

          (Hari Raya SP Mari Diangkat ke surga: Why 11:19a;12:1-6a.10a;1 Kor 15:20-26; Lk 1:39-56) 

Hari ini Gereja merayakan hari raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Peristiwa Maria diangkat ke surga dengan tubuh dan jiwanya pertama-tama merupakan anugerah cuma-cuma dari Allah dan sekaligus ganjaran atas iman yang dihayati Maria secara konsisten sepanjang hidupnya. 

Elisabeth mengungkapkan kekagumannya akan iman yang luar biasa yang dimiliki Maria. Ia berkata, “Sungguh, berbahagialah dia (Maria) yang telah percaya, sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana”, (Luk 1:45).

Karena itu, hari raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga menjadi kesempatan istimewa bagi kita untuk belajar dari Maria tentang bagaimana beriman yang benar kepada Allah, serta menghayati hidup dan panggilan sebagai orang beriman sejati. 

Maria adalah seorang wanita biasa dan sederhana yang percaya penuh pada kehendak Allah. Ia menerima panggilan untuk menjalankan misi ilahi menjadi ibu Tuhan dan melahirkan Yesus Kristus, Juru Selamat dunia. 

Tetapi, hidup sebagai ibu Tuhan tidak selalu berjalan lancar dan mulus. Maria alami banyak sekali tantangan dan kesulitan. Dan ketika ia tidak paham dan mengalami jalan buntu, satu sikap bijaksana yang dimiliki adalah “menyimpan semua perkara di dalam hati” (bdk.Luk 2:51)  dan merenungkannya. 

Semua itu membuat Maria bertahan hingga mencapai puncak kebahagiaan dan kemuliaan bersama dengan Puteranya di surga. 

Iman dan penyerahan Maria kepada Allah dan kehendak keselamatan yang ditencanakan Allah bagi manusia dan dunia terungkap lewat “magnificat”, atau Lagu Pujian Maria.  Mari kita renungkan beberapa point dari lagu pujian Maria dan ambil pesannya untuk kehidupan kita.                                                    

Pertama, “Jiwaku memuliakan kebesaran Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku”, (Luk 2:46-47). Maria selalu bersyukur dan memuliakan karya agung Tuhan di dalam hidupnya. Dalam situasi apa pun ia memuji dan memuliakan Tuhan. 

Ia juga  senantiasa hidup dalam sukacita. Itulah sebabnya ia terdorong untuk membagikan sukacita imannya dengan Elisabet, sepupunya. 

Mungkin berbeda dengan kita.  Banyak kali kita cenderung  memperhatikan dan menekankan hal-hal negatif dalam hidup dan bersikap pesimistis. 

Kita memenuhi hati, pikiran dan mulut kita dengan keluhan-keluhan. Kita jarang mengungkapkan pujian dan syukur kepada Allah. Karena itu semangat iman Maria mengajak kita untuk membuka mata guna   melihat ruang hidup yang lebih luas dan terbuka. 

Kita belajar dari Maria untuk senantiasa memandang dan percaya kepada Allah dalam setiap peristiwa hidup. Sebab hanya orang yang sungguh percaya akan memiliki harapan dan senantiasa hidup dengan hati penuh sukacita.

Kedua, “Ia memperlihatkan kuasaNya dengan perbuatan tanganNya, dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya. Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang sederhana dan rendah hati. Ia telah melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, tetapi menyuruh pergi orang kaya dengan tangan kosong”, (Luk 2:51-53).   

Di sini jelas bahwa kekuasaan Allah sungguh berbeda dengan kekuasaan yang dipahami dan dipraktekkan oleh manusia pada umumnya. Kekuasaan Allah membebaskan, menguduskan dan menyelamatkan. Sebaliknya, kekuasaan manusia sering menekan, mengintimidasi dan menginjak-injak orang lain, khususnya mereka yang kecil dan lemah. 

Melalui magnificat, Maria, gadis kecil, sederhana dan tidak terkenal dari Nazaret sepertinya mau menggugat kesombongan dan keserakahan dari orang-orang yang menganggap diri hebat dan para penguasa yang menindas dari segala zaman. 

Semoga doa pujian Maria ini menghancurkan kesombongan kita dan sekaligus membantu kita untuk berjuang melawan kuasa-kuasa yang tidak benar dan tidak adil di dalam lingkungan keluarga, komunitas biara, masyarakat dan negara kita.

Ketiga, “RahmatNya turun-temurun bagi orang yang takut akan Dia”, (Luk 2:50). Ini merupakan seruan untuk mewartakan kerahiman dan belaskasihan Allah. Belaskasihan atau kerahiman adalah nama lain dari cinta Allah kepada umat manusia yang selalu percaya dan berharap kepadaNya dari generasi ke generasi.

Dalam sejarah keselamatan menjadi jelas  bahwa Allah mencintai kita melalui sebuah pernyataan yang besar dan agung, yakni suatu “perjanjian”, antara Allah dan manusia. St. Paulus mengungkapkannya dengan sebuah pernyataan yang luar biasa, “Di dalam Dia (Kristus) segala janji Allah telah menjadi “Ya”, dan kami pun dapat mengucapkan “Amen” dalam namaNya untuk kemuliaan Allah” (2 Kor 1,20).

Kita merayakan hari raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga sebagai bukti kesetiaan Allah atas perjanjianNya. Allah senantiasa setia dan tidak pernah mengecewakan umatNya. Ia selalu ingat akan perjanjianNya dan melaksanakannya. Allah tidak pernah ingkar janji. Maka berjanji berarti mencintai dalam tingkatan kualitas yang paling tinggi. 

Karena itu, mari  bersama Bunda Maria kita berpegang teguh pada kata-kata ini, “Aku yakin akan sabdaMu, Tuhan”, sebagai harapan dan kekuatan kita dalam situasi apa saja, baik dalam keadaan bahagia maupun dalam situasi malam gelap  atau situasi sulit.  

Mari kita belajar dari Bunda Maria untuk senantiasa tahu bersyukur dan setia melaksanakan janji-janji kita sebagai orang-orang yang terbaptis, imam, biarawan - biarawati dan sebagai pasangan suami-isteri. Karena kesetiaan pada janji dan komitmen merupakan jaminan pasti kepada kebahagiaan sejati. 

Semoga Bunda Maria mendoakan kita. Amen. 

Kewapante, 15 Agustus 2022. P, Goris Nule, SVD. ***

 

 

 

 

RELATED NEWS