HOMILI Pater Gregor Nule SVD: Berbahagialah Orang yang Mengandalkan Tuhan dan Menaruh Harapan PadaNya
redaksi - Sabtu, 12 Februari 2022 21:20(Minggu VI C:Yer 17: 5-8; 1Kor 15:12.16-20; Luk 6:17. 20-26)
BACAAN-bacaan hari ini melukiskan tentang paradoks atau pertentangan yang terjadi dalam hidup nabi-nabi dan para pengikut Yesus.
Nabi Yeremia mengalami bahwa kekecewaan, penolakan dan penderitaan dalam tugas pewartaannya telah membuat iman dan kepasarahannya kepada Allah tumbuh menjadi matang dan dewasa.
Tetapi, pada saat yang sama, Yeremia juga sadar bahwa ketika ia semakin percayakan diri kepada manusia, ia justeru mengalami banyak kegagalan dan kekecewaan.
Dari pengalaman ini Yeremia membangun dan mewartakan suatu keyakinan bahwa hanya orang yang mengandalkan Tuhan, dialah yang paling sukses dalam karya dan hidup dalam sukacita sejati.
Yeremia berkata, “Orang yang mengandalkan Tuhan akan berbahagia, karena ia bagaikan pohon yang tumbuh di tepi air sehingga tak akan pernah berhenti berbuah”, (Yer 17:8).
Injil mewartakan paradoks atau pertentangan yang dialami dunia dan manusia, dan sekaligus menawarkan dua pilihan kepada para pendengar Yesus: terberkati atau terkutuk; bahagia atau celaka.
Yesus mengungkapkan secara tegas empat ucapan “berbahagialah kamu” dan empat ucapan “celakalah kamu”. Yesus sepertinya mempertentangkan antara yang miskin dan yang kaya; yang lapar dan yang kenyang; yang menangis dan yang tertawa; yang dicela dan yang dipuji.
Keempat sabda bahagia dari Yesus menunjukkan kepastian kebahagian sejati yang tahan uji karena berpangkal pada Allah sendiri. Orang bisa berbahagia bila hidup miskin, berdukacita, lapar dan haus, menangis serta dibenci, dikucilkan, dicela serta ditolak oleh karena Anak Manusia.
Hal ini membangkitkan kesadaran iman bahwa Allah senantiasa memperhatikan anak-anakNya yang mau berlari kepadaNya dalam pengalaman hidup apa pun. Maka manusia hendaknya senantiasa mengandalkan Allah dalam hidup sehari-hari.
Sebaliknya, keempat ucapan “celakalah” menjadi awasan atau peringatan untuk membangun sikap dan cara hidup yang benar di tengah gejolak persaingan dunia.
Sebab mungkin sabda bahagia yang diwartakan Yesus ditolak oleh dunia karena dinilai bertentangan dengan mimpi dan cita-cita yang diharapkan, dicari, dikejar dan mau diraih oleh manusia yang sangat mengagungkan kesuksesan, kepuasan dan kebahagiaan di dunia ini, kendati pun mungkin tidak bertahan lama.
Dan cara yang ditempuh pun bisa saja tidak halal dan bertentangan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan. Karena yang diutamakan adalah kesuksesan dan keuntungan sebesar-besarnya.
Mari kita simak beberapa fenomen berikut.
Ketika kita mendengar sabda Yesus, “Berbahagialah orang yang miskin”, hendaknya kita sadar bahwa dunia pun menawarkan suatu kebahagiaan melalui propaganda, iklan dan pesan-pesan yang gencar di internet, radio dan TV, katanya, “berbahagialah orang yang mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya karena dia tentu tidak pernah akan mengalami kesulitan apa pun, selalu sukses dan punya banyak teman. Kebahagian hdupnya dijamin oleh harta yang dikumpulkannya”.
Ketika mendengar sabda Yesus, “berbahagialah orang yang berduka cita”, kita perlu sadar bahwa dunia menawarkan pesan yang lain, “berbahagialah orang yang selalu gembira dan tertawa karena limpahnya kenikmatan dan kepuasan duniawi yang ditawarkan oleh kekayaan dan hal-hal duniawi. Orang tersebut tidak pernah akan alami dan merasakan kesusahan apa pun”.
Ketika kita dengar sabda Yesus, “berbahagialah yang lapar dan haus akan kebenaran”. Hendaklah kita sadari bahwa dunia pun giat menawarkan kebahagiaan dan kepuasan lain lewat berita-berita bohong, hoax dan gosip yang menarik minat banyak orang dan membuat mereka hidup dalam bayangan dan mimpi-mimpi.
Ketika Yesus bersabda,”berbahagialah kamu bila demi Anak Manusia,kamu dibenci, dicela, dikucilkan dan ditolak”. Tetapi, di saat sama, kita mendengar ajakan lain yang berbunyi, “berbahagialah orang yang sukses dalam menebar teror, kekerasan, perselisihan dan kebencian yang menimbulkan ketakutan bagi orang-orang sekitar, karena akan disebut hebat, dikagumi dan ditakuti orang lain”.
Saudara/iku, kebahagiaan yang dicari oleh orang yang selalu mengandalkan Tuhan tidak sama dengan kebahagiaan yang diidealkan oleh orang-orang yang lebih percaya dan mengandalkan manusia dan kekuatan sendiri karena tujuannya semata-mata adalah mendapatkan ketenaran atau popularitas. Ingatlah, kebahagiaan serupa mudah hilang dan bisa menghantar kepada pintu celaka.
Karena itu, santo Lukas mencatat bahwa lebih baik menjadi miskin daripada kaya; lebih baik menjadi manusia bebas daripada ditindas; dan lebih baik menaruh kepercayaan kepada Allah daripada kepada manusia dan kekayaan dunia. Maka pantaslah bersama nabi Yeremia kita berseru, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapan pada-Nya”, (bdk Yer, 17: 5). Amen.
*Kewapante, 13 Februari 2022.***