HOMILI, Pater Gregor Nule SVD, Minggu, 09 September 2023

redaksi - Sabtu, 09 September 2023 08:18
HOMILI, Pater Gregor Nule SVD, Minggu, 09 September 2023Pater Gregor Nule, SVD (sumber: Dokpri)

 TEGURAN TERHADAP ORANG YANG BERSALAH, BUKTI KASIH YANG TULUS

(Minggu Biasa XXIIIA: Yeh 33:7-9; Rom 13:8-10; Mt 1815-20)

Ilustrasi

Ada seorang bapak yang sedang berbelanja di sebuah toko swalayan bersama kedua puterinya, Karol (9 thn) dan Nia (7 thn). Ketika mereka sedang asyik belanja tiba-tiba Nia dengan sengaja menjatuhkan majalah Anak-Anak yang dipegang oleh Karol. Karol protes dan mengadu kepada ayahnya. Tetapi Nia membela diri katanya dia  tidak sengaja. Kebetulan terjadi tabrakan akibatnya majalah itu jatuh. 

Sang ayah yang melihat kejadian itu dan yakin bahwa Nia dengan sengaja menjatuhkan majalah yang dipegang oleh kakaknya, maka ia minta Nia agar memohon maaf kepada Karol. 

Nia bersikeras dan tetap mengelak tidak mau mengaku salah. Tetapi, bapaknya tetap menuntut, “Nia, katakan maaf. Cukup katakan maaf kepada Karol, kakakmu. Hanya kata “maaf”.

Akhirnya, Nia  menyerah dan berkata, “karol, minta maaf ya. Saya sungguh menyesal”. Sang ayah memeluk Nia, memujinya dan berkata, “minta maaf itu hal kecil dan sederhana, tetapi sangat indah dan luhur”. 

Refleksi

Dalam pengalaman hidup sehari-hari sering tidak gampang mengungkapkan kesalahan seseorang serta menegurnya secara terus terang. 

Dan, teguran juga sering mengakibatkan kemarahan, dendam dan niat jahat untuk membalas, ketika orang yang ditegur sangat tersinggung dan tidak mengaku kesalahannya.

Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama menegur bangsa Israel karena telah berdosa dan menjauhkan diri dari Allah. 

Mereka  tidak setia lagi kepada Yahwe dan mulai menyembah berhala atau menyembah allah-allah lain. Mereka  tidak taat pada perintah-perintah Allah dan Hukum Taurat, lalu melakukan tindakan-tindakan bejat dan dosa. 

Sang nabi juga mengajak mereka untuk bertobat dan berbalik kepada Allah. Karena Allah akan menuntut tanggungjawab Yehezkiel  terhadap  kehidupan dan keselamatan bangsa Israel jika mereka akhirnya binasa lantaran dosa dan kejahatan. 

Itulah sebabnya Tuhan berfirman kepada Yehezkiel.”Jika engkau tidak menyampaikan firman yang Kusampaikan kepadamu, maka Aku akan menuntut pertanggungjawaban atas nyawanya daripadamu”, (Yeh 33:8).

Melalui nabi Yehezkiel Allah mengingatkan kita akan tugas dan tanggungjawab terhadap keselamatan saudara-saudari  kita, khususnya mereka yang telah jauh dari Allah serta melakukan perbuatan-perbuatan jahat dan dosa. 

Tidak pantas kita berdiam diri, masa bodoh dan enggan menegur orang yang bersalah. Mungkin terkadang kita berpikir bahwa setiap orang bertanggungjawab atas hidupnya sendiri, entah ia ingin baik ataupun jahat, itu  urusan pribadinya. 

Jika kita berpendapat demikian, maka kita juga turut berdosa dan ikut bertanggungjawab atas kebinasaan orang jahat. 

Karena itu, kita diminta untuk melakukan sesuatu guna membebaskan dan menyelamatkan mereka. Maka tugas kita adalah mewartakan Sabda Allah, mengajarkan  kepada mereka perintah-perintah dan jalan-jalan Allan serta mengajak mereka untuk kembali kepada jalan hidup yang baik dan benar atau mengajak untuk bertobat dan membaharui hidup. 

Yesus dalam Injil hari ini menawarkan kepada kita langkah-langkah untuk menasehati   orang-orang yang telah jatuh ke dalam dosa dan kejahatan, serta mengajak mereka untuk bertobat. 

Pertama, Yesus menganjurkan pendekatan pribadi, yakni menegur secara langsung di bawah empat mata. 

Mungkin langkah ini tidak gampang  dan membutuhkan keberanian.  Karena di satu pihak orang harus menunjukkan kesalahan dan kejahatan si pendosa, dan di pihak lain, pendosa mesti berani menerima dan mengakui  kesalahannya. 

Tujuan teguran  ini adalah agar pendosa mengerti bahwa perbuatannya telah merugikan dirinya, orang lain dan melanggar hukum Tuhan. 

Maka ia mesti bertobat lalu menata hidup baru. Jika bertobat, ia didapatkan kembali, laksana anak hilang yang telah ditemukan kembali. Ia akan hidup dan selamat.

Model pendekatan ini menuntut kita untuk melihat dan memperlakukan orang yang telah bersalah sebagai saudara yang patut dikasihi tanpa kebencian dan ancaman. 

Rasul Paulus menegaskan bahwa kasih itu tidak berbuat jahat, melainkan sebaliknya mengusahakan kebaikan bagi orang yang dikasihi. 

Teguran terhadap sesama dilakukan dengan cara yang baik dan penuh penghargaan dengan maksud supaya ia menjadi lebih baik. 

Sebaliknya dari  pendosa dituntut kerendahan hati, kerelaan  dan keterbukaan untuk menerima koreksi, mengaku diri bersalah dan mau berubah.

Karena itu, motivasi utama pendekatan ini adalah kasih sejati yang menginginkan kebaikan dan keselamatan pendosa. 

Kedua, sering kita berhadapan dengan orang yang tegar hati dan sungguh keras kepala. Ia sulit ditobatkan dengan cara apa pun, karena sudah merasa aman dan nyaman hidup dengan perilaku yang tidak benar dan jahat. Yang tidak benar dan jahat bisa dianggap sebagai sesuatu yang baik-baik saja. 

Orang seperti ini punya hati yang tertutup, kering dan tandus yang sulit diresapi sumber air kehidupan dan rahmat Allah. 

Berhadapan dengan tipe orang demikian, Yesus meminta kita untuk tetap bersabar  dan berusaha menghindari kemarahan, kebencian dan dendam. 

Karena kemarahan akan menghasilkan kemarahan. Kebencian akan melipatgandakan kebencian. Dan, dendam akan mendatangkan dendam yang lebih besar lagi. 

Kita juga diminta untuk tetap memperlakukan orang yang tegar hatinya sebagai saudara serta memberinya kesempatan dan tempat di dalam kehidupan bersama. 

Kita boleh memberikan koreksi asalkan koreksi yang membangun, tanpa melukai, menjatuhkan atau mempermalukannya. Kita menyerahkan saudara kita kepada Allah, hakim yang benar dan adil. Amen.

Kewapante, Minggu, 10 September 2023

P. Gregorius Nule, SVD

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS