HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Minggu Praspaka III, 20 Maret 2022: Buah Pertobatan Sejati Ialah Keselamatan

redaksi - Sabtu, 19 Maret 2022 22:07
HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Minggu Praspaka III, 20 Maret  2022: Buah Pertobatan Sejati Ialah KeselamatanPater Gregor Nule SVD, Pastor Paroki Kewapante, Keuskupan Maumere, Flores. (sumber: Dokpri)

(Minggu Prapaska III C: Kel 3:1-8a.13-15; 1Kor 10:1-6.10-12; Luk 13:1-9) 

Ilustrasi: Ada satu pasangan suami-isteri yang telah lama menikah, tetapi belum mendapatkan seorang anak. Keduanya selalu berdoa dengan tekun memohon karunia anak. Syukurlah permohonan mereka dikabulkan. Mereka mendapatkan seorang anak wanita yang cantik sekali. Dan, mereka memberikannya nama Deodata, artinya karunia Allah.

Tetapi, ketika Deodata berusia 6 tahun ia mengalami suatu penyakit yang aneh dan sulit sekali disembuhkan. Pasangan itu berjuang keras untuk menyembuhkan penyakit Deodata. Mereka mengunjungi dokter-dokter dan Rumah Sakit - Rumah Sakit terkenal. Mereka telah menghabiskan segala yang mereka miliki: harta, uang, tenaga, dan lain-lain. Tetapi hasilnya sia-sia. Deodata tetap saja tidak sembuh.

Para tetangga yang menyaksikan semua pengorbanan itu berkomentar macam-macam. Ada yang bertanya tentang salah atau dosa apa yang telah dilakukan pasangan itu sehingga Allah mengutuk anak mereka. Ada juga yang mengatakan bahwa anak itu sungguh membawa sial bagi keluarga itu! Dan masih ada aneka cibiran dan komentar miring lainnya.

Tetapi, pasangan itu sangat mencintai anak mereka yang sakit-sakitan itu. Mereka terus-menerus berjuang untuk menyembuhkan Deodata dari sakit dan penderitaannya. Mereka sering berkata satu sama lain, “Biarlah Tuhan dan anak kita tahu bahwa ia memiliki ayah dan ibu yang baik”.

Renungan. 

Ilustrasi di atas sedikit melukiskan tentang pikiran dan pemahaman umum manusia sepanjang sejarah.  Tidak jarang kita berpendapat bahwa ada hubungan yang sangat erat antara bencana alam, malapetaka dan penyakit dengan dosa, kejahatan dan hukuman atau siksaan Allah. Bencana, malapetaka, penderitaan dan penyakit sering dilihat sebagai   siksaan atau hukuman atas dosa dan kejahatan manusia. 

Hal serupa terjadi di zaman Yesus. Injil hari ini menceritakan tentang beberapa orang yang datang kepada Yesus  dan memberitahukan tentang  sejumlah orang Galilea yang dibunuh oleh Pilatus secara mengerikan dan darah mereka dicampurkan dengan darah hewan korban. Ada juga berita lain tentang kedelapan belas orang yang mati mengenaskan karena ditimpa menara di Siloam. 

Yesus menanggapi berita-berita itu dan mengingatkan agar tidak cepat menilai bahwa orang yang telah mengalami nasib malang dan kematian semacam itu adalah penjahat yang  telah melakukan dosa berat, lebih daripada orang-orang yang tidak mengalaminya.

Dengan kata lain, penderitaan dan dosa, melapetaka dan dosa tidak boleh dihubungkan begitu saja. Penderitaan dan malapetaka bukanlah tanda hukuman Allah. Allah tidak pernah secara langsung menghukum manusia karena telah melakukan dosa dan kejahatan tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh hukum dan pengadilan manusia. 

Itulah sebabnya Yesus berkata dengan tegas, “Sangkamu orang-orang Galilea itu lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib demikian? …..”Atau sangkamu kedelapan belas yang mati ditimpa menara di Siloam lebih besar salahnya daripada semua orang lain di Yerusalem”? (bdk. Luk 13:2 – 4).

Bukan hanya itu. Yesus juga mengingatkan mereka tentang pentingnya pertobatan atau pembaharuan hati, pikiran, hidup dan tingkah laku sebagai satu-satunya syarat atau jalan menuju keselamatan dan hidup. Yesus berkata kepada orang-orang yang datang kepadaNya bahwa orang yang tidak bertobat akan mengalami kebinasaan  serupa. Mereka tentu akan mati secara mengerikan juga.

Di sini Yesus mau menegaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara malapetaka dengan dosa. Yang ada hanyalah hubungan antara tidak adanya pertobatan dengan malapetaka. Sebab orang yang tidak mau bertobat akan mengalami nasib malang dan banyak malapetaka. Artinya, celaka yang paling mengerikan akan menimpa kita dan siapa saja apabila kita berkeras hati dan tidak mau bertobat. 

Karena itu, masa prapaskah adalah kesempatan istimewa yang Allah berikan kepada kita untuk meneliti hati, membenahi hidup, jujur mengakui dosa dan mau bertobat. 

Kita mesti bertobat sebab jika tidak malapetaka akan menimpa kita, seperti halnya bangsa Israel yang alami perbudakan di Mesir. Kita mesti bertobat karena jika tidak kita akan alami nasib seperti orang-orang Galilea yang meskipun tahu bahwa pemjajah Roma sangat membenci para pemberontak politik. Tetapi mereka tetap saja mau memberontak dan melakukan protes. Akibatnya mereka alami kematian yang sangat hina.

Kita juga mesti bertobat dan tidak boleh mengadili orang lain apabila orang lain tertimpa bencana dan penderitaan, seperti halnya orang-orang dalam ilustrasi di atas.  Kita mesti ingat bahwa bencana dan penderitaan selalu merupakan peringatan dan tantangan untuk menguji dan membersihkan hati kita, serta membangkitkan niat dan rasa tobat yang mendalam. Amen.

Kewapante, 20 Maret 2022.

P. Gregorius Nule, SVD 

 

RELATED NEWS