Kemendikbudristek Berencana Jadikan Startup Digital Mata Kuliah Wajib Tahun 2022
redaksi - Kamis, 13 Mei 2021 23:34JAKARTA (Floresku.com) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berencana menjadikan startup digital mata kuliah wajib di perguruan tinggi. Rencana itu akan diimplementasikan pada tahun 2022.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbudristek Paristiyanti Nurwardani mengatakan, tujuan mata kuliah startup digital adalah untuk mendorong partisipasi mahasiswa dalam membangun perusahaan rintisan digital.
Mengutip CNN, ia menargetkan setidaknya 100 ribu mahasiswa sudah bisa mengikuti mata kuliah startup digital pada 2022. Tak hanya itu, pemerintah juga menjanjikan mahasiswa yang lolos seleksi pengembangan startup akan mendapat bimbingan yang lebih intensif.
"Agar bertahan jangka panjang serta bisa masuk ke platform Kedaireka, atau inkubator bisnis kampus," kata Paris.
Soal kesiapannya, ia mengatakan, pembuatan mata kuliah startup digital tengah dilakukan melalui kerja sama lewat program bertajuk "1.000 Startup Digital". Program ini, kata Paris, sebenarnya adalah kelanjutan dari gerakan yang sudah ada sejak Kemenkominfo dipimpin oleh Rudiantara.
"1.000 Startup Digital" sedianya menjadi wadah pendampingan dan pemberdayaan dunia startup digital di Indonesia melalui enam tahapan. Keenam tahapan itu dimulai dari ignition, yakni seminar dari pelaku dan regulator industri startup, kemudian networking yang fokus pada kegiatan antar peserta, serta workshop berupa pembekalan pengetahuan teknis dan nonteknis membangun startup.
Tahapan dilanjutkan dengan hacksprint, aktivitas membuat produk minimum yang siap uji, bootcamp bimbingan mentor, dan incubation berupa mentoring khusus untuk menyempurnakan produk dasar dan rescans bisnis.
Pola Pikir Lebih Penting Daripada Kurikulum
Praktisi dan pegiat startup Rama Mamuaya menyambut baik wacana dari pemerintah ini. Menurutnya, dalam rangka meningkatkan daya kompetisi bangsa di era persaingan digital, pendidikan technopreneurship perlu digalakkan sedini mungkin.
"60% GDP Indonesia didominasi oleh pengusaha kecil (UMKM), jadi sebenarnya semangat menjadi pengusaha sudah ada di masyarakat Indonesia," ujar Rama melalui keterangannya kepada Asumsi.co, Kamis (12/5/21).
Ia menilai, menghadirkan pendidikan technopreneurship yang menggabungkan talenta teknologi dengan kewirausahaan di tingkat perguruan tinggi menjadi tantangan yang, mau tak mau, harus dilakukan oleh bangsa ini.
"Aku rasa effort yang positif dan harus ada program yang memang komprehensif, serta terbukti dalam menghasilkan technopreneurs yang tangguh. Kalau tujuannya adalah menghasilkan startup yang bagus, Dikti harus fokus ke arah mindset dari entrepreneur," terangnya.
Inovatif, disruptif, eksperimental, serta berorientasi pada data, lanjut Rama, menjadi kunci utama di dalam programnya. "Mindset ini menurutku lebih penting ketimbang hanya berpaku pada kurikulum mendirikan startup," katanya.
Menurutnya, tidak ada satu formula khusus yang terbukti ampuh untuk bisa menciptakan startup digital yang sukses di pasarnya. "Ada jutaan kombinasi jalan menuju startup yang sukses. Dengan mindset yang benar, founders bisa membuat jalan mereka sendiri menuju kesuksesan," imbuh pria yang dikenal sebagai founder dan CEO Dailysocial.id ini.
Hal ini, lanjutnya, memang agak bertolak belakang dengan metode akademis sebagaimana yang berjalan di kebanyakan kampus di Indonesia.
"Terlebih, didukung dengan rasio founders startup Indonesia, yang paling banyak mendapatkan investasi dari investor adalah yang mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri, lebih tinggi ketimbang mereka yang berkuliah di dalam negeri," tuturnya.
Belum Diiringi Literasi Digital yang Baik
Rama menekankan, jika tujuan dari mata kuliah startup digital diwajibkan di perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetisi digital, ada komponen yang lebih penting sebelum mendorong agenda technopreneurship.
"Yaitu digital literacy. Saat ini, menurut data IMD World Digital Competitiveness Ranking 2020, Indonesia menempati peringkat 56 dari 63 negara yang disurvei," ujarnya.
Rendahnya capaian tersebut menunjukkan upaya membangkitkan potensi talenta digital di Indonesia belum diiringi literasi yang cukup baik.
Oleh sebab itu, ia menegaskan, peningkatan literasi digital di tingkat perguruan tinggi sangat krusial untuk membuat fondasi yang kuat, sebagai infrastruktur technopreneurship yang maju. "Knowledge di sini bukan hanya dari sisi technopreneurship tapi penggunaan teknologi untuk peningkatan kualitas kehidupan," imbuhnya. (SP/MLA)