Kepemimpinan 'Opa-Oma?' -Sekadar satu lemparan ke dalam
redaksi - Sabtu, 01 Maret 2025 20:24
P. Kons Beo, SVD
SEPERTINYA, yang kemarin-kemarin itu, kita sudah sekian lelah. Sudah ngos-ngosan berpeluh. Ini semua akibat 'kerja, kerja, kerja' yang telah terlewati.
Di kisah estafet itu diktum 'Indonesia yang kuat dan disegani' dinarasikan. Kita dikitari musuh-musuh yang mengancam. Sepertinya mesin-mesin dan senjata-senjata tempur musuh lagi tenganga lebar mengarah ke Negeri.
Sebab itulah Pemimpin beraura militer mesti diorbitkan. Di ujung semua manuver Pilpres 2024 itu, pemimpin berusia 74 tahun, Prabowo, telah terpilih penuh pasti satu putaran oleh mayoritas 58,59 %. Sudahlah! Itulah nasib dan seninya demokrasi Negeri. "Anda tak perlu bantah jika tak ingin didamprat sebagai barisan sakit hati babak baru."
Bangsa yang telah dipusingkan dalam segala dampak akibat 'banting tulang dan keringat' akhirnya terhipnotis dalam segala 'kata dan aksi gemoyan nan teatrikal.
Publik tak punya banyak waktu untuk 'merenung, berpikir dan kemudian memutuskan.' Di waktu-waktu ujung dan tersisa itu urusan para loyalis, politisi pro, yang dengan kerja tangkasnya beroperasi tiba pada pemenangan penuh pasti.
Kini, Negeri tak usah terlalu pesimis untuk menatap cita-cita 100 tahun proklamasi di 2045. Sudah ada sinyal penuh harap. Itu, semisal, bahwa para 'penggarong duit negara' satu demi satu dioranyekan. Walau tentu, ada kesan kuat 'tangkap pilih-pilih' jadi sorotan publik.
Prabowo memang berlatar militer. Ia datang dari basis kaum akademik-intelektual yang mumpungi. Prabowo bertumbuh dalam aneka wajah-varian latar belakang yang tak tersembunyikan!
Bahwa Prabowo miliki jiwa petarung itulah yang patut dijempoli dua ibu jari. Tak patah arang ia walau telah dua kali terkapar di momentum Pilpres lawan Jokowi.
Namun, bagaimana pun, tidak kah kita mesti menakar pula Prabowo dalam "usia opa-omanya memimpin negeri"? Katakan saja begini, bahwa "Prabowo lagi aktif memimpin negeri dalam usia pensiunan yang tak tersangkalkan." Usia Pensiunan di kerja aktif gunung menumpuk!
"Kepemimpinan opa-oma," katakan begitu, inginkan alam penuh teduh. Tak ingin terusik oleh segala ribut dan gaduh dari sana-sini. Narasi yang tercipta, bisa saja, demi fokus berbakti demi Negeri. Atau kah mungkin bahwa 'usia opa-oma sebenarnya butuh keteduhan hati nyaman di istana?"
Prabowo tak ingin terpancing 'emosional reaktif.' Negeri yang majemuk seperti ini memang rentan retak. Bisa saja pula tercabik-cabik karena skala kepentingan masing-masing. 'Kepemimpinan opa-oma' mesti manjakan Negeri agar tak cengeng merajuk. Dan ujung-ujungnya, itu tadi, jadi ribut menggelegar. Amat mengganggu 'opa-oma yang memang mau nyaman.'
Sebab itulah Negeri mesti disatukan sejadinya. KIM tak sebatas menuju kemenangan Pilpres 2024 dan selanjutnya aktif 5 tahun berkuasa hingga 2029.
Sebab itulah..
Lobi-lobi politik mesti digencarkan demi "koalisi yang kuat, koalisi yang efektif." Tentu ada intensi mulia demi kemajuan negeri. Koalisi pun mesti dipermanenkan hingga 2029. Ini pun tentu demi rasa nyaman dalam memimpin. Prabowo tak ingin ambil risiko sekiranya ada hentakan di Senayan...
Idealnya, semua Partai Politik ada dalam 'forma Koalisi.' Namun, apakah sebenarnya bahwa Prabowo ingin kendalikan semua Partai Politik seperti halnya institusi militer dalam kuasa langsungnya? Katakan begini! Prabowo, sebagai Presiden, adalah Panglima Tertinggi TNI. Jelas, KSAD, KSAU, KSAL, pun termasuk Kapolri ada di kendali tangannya.
Apakah seperti itu pula lah yang diimpikan agar Para Ketua Umum Partai ada di bawah bayang-bayang Prabowo sebagai Presiden, pun sebagai Ketum Partai Gerindra, partai pengendali Koalisi?
Bagaimana pun, di kisah Retret Para Kepala Daerah di Magelang, tentu Prabowo tersentak. 'Para Kepala Daerah terlantik itu adalah kader-kader Partai. Tegasan Ketum PDIP, Megawati, yang ingatkan para kepala daerah jalur PDIP agar 'jangan masuk alam dan suasana retret' tentu ingatkan Prabowo.
Ingin nyaman memimpin, Prabowo pun sudah menyusup ke kampus. Kuat diduga agar kampus diredupkan daya kritisnya. Indonesia hendak 'dibikin gelap' agar tak terang menderang dalam kritisi. Agar jangan ada demo-demo yang memang sangat mengganggu rasa nyaman!
Tapi, sebenarnya, ''kepemimpinan opa-oma'' telah digaungkan dalam program makan siang gratis. Ibu-ibu hamil dan anak-anak terkapling sebagai cucu-cucu yang telah ditatap dalam hati penuh belaskasih.
Iya "Opa-Oma" yang mesti berkasihan dan memanjakan para cucu. Agar semuanya dapat tumbuh sehat, kuat dan pintar. Ujung-ujungnya, agar "kepemimpinan opa-opa jadk teduh nyaman" dari suara kurang gizi dan kelaparan anak-anak dan cucu-cucu Negeri.
Namun dari mana kah mesti dapatkan dana sebenarnya 170 Triliun setiap tahun untuk 'memanjakan dan menggemukkan anak-cucu Negeri?"
Hanya untuk satu program unggulan ini, yakinlah Kabinet Gemuk tentu mesti berpikir serius, rasional serta bijak. Semuanya demi "kepemimpinan opa-oma yang memanjakan dan impikan rasa dan suasana teduh dan nyaman."
Maaf, ini sekadar satu memparan bola ke dalam, kawan!
Verbo Dei Amorem Spiranti.
Collegio San Pietro - Roma.. ***