Ketika ‘Biduk Nagekeo’ Kian Berusia, dan Nahkodanya Sudah Berdinas Lebih dari Separuh Waktu

redaksi - Rabu, 08 Desember 2021 14:33
Ketika ‘Biduk Nagekeo’ Kian Berusia, dan Nahkodanya Sudah Berdinas Lebih dari Separuh WaktuIlustrasi: Pelayaran 'Biduk' Nagekeo selama 15 tahun. (sumber: www.deccanchronicle.com)

HARI ini, 08 Desember 2021,  Kabupaten Nagekeo genap berusia 15 tahun. Dan, kurang 15 hari, genap tiga tahun,  Johanes Do Bosco Do dan Marianus Waja menahkodai ‘biduk Nagekeo’. Itu terhitung sejak keduanya dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nagekeo, Minggu, 23 Desember 2018 lalu. 

Ibrat biduk, Nagekeo sudah berlayar mengarungi lautan kehidupan cukup jauh. Dan, sebagai nahkoda, Bupati Don dan Wakinya Marianus sudah memegang kemudi  lebih dari separuh masa tugas, sebelum mencapai ‘pelabuhan’, masa akhir jabatan, 2024 nanti.

Pertanyaannya, apakah kondisi ‘biduk’ Nagekeo sudah makin gagah dan mampu membelah lautan lebih cepat dari sebelumnya? 

Apakah para penumpangnya, sudah lebih ‘sehat dan ceria’ karena merasa optimis akan segera merapat ke pelabuhan ‘cita-cita’?

Tentu saja, pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak mudah untuk dijawab. Sebab, pertama, menahkodai ‘biduk’ itu adalah soal ‘kepemimpinan’ dan kolaborasi.

John MaxWell, seorang ‘guru kepemimpinan’ yang dijadikan rujukan banyak ahli kepemimpinan bilang begini: “Kepemimpinan bukan tentang menang. Ini tentang membawa orang-orang bersamamu ke garis finis.”

Jadi, memotret ‘wajah’ Nagekeo, bukan terutama memaparkan tonggak-tonggak keberhasilan, melainkan menggali sejauh mana kedua nahkoda itu ‘merangkul’ warga Nagekeo untuk mendekati suatu garis finis: kemajuan dan kesejahteraan hidup.

Mulai dari kearifan lokal

Sesaat setelah dilantik menjadi pemimpin puncak Kabupaten Nagekeo periode 2019-2024, Don dan Marianus justru mengadakan pesta syukuran yang dikemas sangat berbeda dari pesta rakyat sebelumnya.

Pada hari pesta rakyat tersebut rakyat Nagekeo diajak untuk tidak menggunakan piring yang diproduksi pabrik, tapi kembali menggunakan piring produksi lokal dari anyaman daun lontar yang disebut “ Wati”. 

Nenek moyang orang Nagekeo selalu memakai “Wati” untuk menyuguhkan hidangan makanan yang diolah dalam lingkungan keluarga maupun kepada tamu-tamu yang berkunjung ke rumah saat upacara perkawinan, ritual adat dan lain sebagainya.

Dengan itu, Don dan Marianus ingin mengembalikan dan membangkitkan kejayaan masa lalu dimana orang-orang Nagekeo memiliki keterampilan mengolah bahan-bahan alami lokal seperti membuat periuk tanah, dan berbagai produk anyam-anyaman, termasuk “Wati”.

Komitmen dan konsistensi Don dan Marianus untuk menghidupkan kearifan lokal, dibuktikan melalui pelaksanakaan Festival Literasi Nagekeo 2019, sembilan bulan berikutnya, tepatnya pada 30 September 2021. 

“Saya orang asli Nagekeo mengetahui dan sudah mengamati bahwa tradisi Esu Kose sudah 40 tahun tenggelam. Bulu kuduk saya merinding melihat 1.000 perempuan mengusung Esu Kose saat memasuki Lapangan Berdikari Danga,"ujar Bupati Don, sebagaimana ditulis Kompas.com, Senin (30/9/2019).

Esu Kose terdiri dari Esu dan Kose. Esu berarti memasak nasi merah dengan podo awu atau periuk tanah. Sementara, Kose berarti membakar daging dengan bambu. Saat parade Esu Kose dilakukan, warga memasak secara bersama-sama serta, kemudian bersama menikmati lauk-pauk yang disediakan.

8 program strategis

Gerakan kembali ke kearifan lokal yang dicanangkan Bupati Don memang tidak terlepas dengan strategi pembangunan yang terbingkai dengan visi pemerintah daerah, yaitu “Mewujudkan Nagekeo yang Sejahtera,  Nyaman, dan Bermartabat Melalui Pembangunan Sektor Pertanian dan Pariwisata”.

Menurut Bupati Don, visi itu dijabarkan melalui 8 program prioritas. Pertama, mewujudkan masyarakat Nagekeo yang cukup pangan dan sandang, memiliki rumah layak huni dengan sanitasi yang baik serta memiliki pendapatan untuk menghidupi keluarganya secara layak.

Kedua, mewujudkan masyarakat Nagekeo yang sehat jiwa, raga, dan spiritual serta rakyat mendapatkan akses pelayanan kesehatan melalui perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, pengawasan obat dan makanan, upaya kesehatan masyarakat serta promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Ketiga, mewujudkan masyarakat Nagekeo yang cerdas dan mendapatkan akses pendidikan. 

Keempat, mewujudkan Nagekeo yang nyaman, lingkungan tempat tinggal yang damai, asri dan lestari. emerintah berkomitmen menghidupkan kembali nilai- nilai pokok warisan budaya masyarakat Nagekeo. Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal budaya Nagekeo telah diajarkan oleh generasi pendahulu dalam ungkapan local, seperti  to’o jogho wagha sama (gotong royong), kia zi’a tabhe pawe (cinta kasih), pese tenu (nasihat), dan wua mesu (belas kasihan).

Kelima, mewujudkan masyarakat Nagekeo yang bermartabat, berkarakter, mandiri, dan memiliki kebanggaan.  Pemerintah berupaya mewujudkan nilai-nilai karakter masyarakat yang bermartabat melalui pendekatan budaya, pendekatan keagamaan serta pendekatan kekeluargaan yang bersifat persuasif.

Keenam, mewujudkan Nagekeo sebagai lumbung pangan NTT. Melalui misi ini, Pemerintah Kabupaten Nagekeo terus berupaya dalam meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat serta berupaya memenuhi pasokan kebutuhan pangan NTT secara luas.Upaya ini telah ditempuh melalui pendekatan ekstensif dan intensif. 

Ketujuh, mewujudkan Nagekeo sebagai tempat kunjungan/singgah para wisatawan dan memperkuat sinergitas sektor pariwisata dengan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, lingkungan hidup, UMKM. Pemerintah Kabupaten Nagekeo menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor penggerak utama pembangunan daerah.

Menurut Bupati Don, hal ini didukung oleh penerapan kebijakan nasional dan provinsi yang juga memprioritaskan pembangunan pariwisata. Pengembangan sektor pariwisata dilaksanakan melalui penyediaan infrastruktur yang menjadikan Nagekeo sebagai pintu gerbang pariwisata di Pulau Flores dan memperkuat sinergitas sektor pariwisata dengan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, lingkungan hidup, dan  UMKM.

Berkenaan dengan itu, lanjut Bupati Don, pada awal Mei 2021 ini Pemkab Nagekeo telah melakukan MoU dengan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) bersama BPOLBF dalam kerja sama ini akan berfokus pada tiga hal utama yaitu Aksesibilitas, Amenitas, dan Atraksi. Fokus pengembangan aksesibilitas meliputi Bandara Surabaya II Mbay, dan Pelabuhan Marapokot yang disiapkan sebagai akses laut untuk pintu ekspor domba, cengkeh, dan komoditi lainnya.

 Pada sektor amenitas, fokus pengembangan meliputi penguatan jaringan di Pajorera, Sanitasi dan Higienitas sebagai upaya membina lingkungan menjadi lebih sehat, serta air bersih (saat ini sudah ada pembangunan waduk di Amagelu).

Sementara dari segi atraksi, wisata Kabupaten Nagekeo secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu Ring of Amegelu dan Ring of Ebulobo. Direktur Industri Dan Kelembagaan Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores, Neysa Amelia menjelaskan bahwa fokus Pariwisata Nagekeo meliputi empat hal yaitu Nomadic Tourism, Kampung Adat (Kawa, Tutubadha, Nunungongo), Tinju Adat (Tinju Etu) yang berlangsung sepanjang tahun, serta treking ke Gunung Ebulobo.

Kedelapan, mewujudkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrasruktur wilayah yang mendukung peningkatan daya saing daerah dengan membuka kawasan ekonomi yang masih terisolasi.

Kinerja ekonomi, berdinamis

Walau gencar menerapkan porgram-promgram strategis, harus diakui bahwa jika dibadingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, khusunya dalam kurun waktu tahun 2017-2019, harus diakui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nagekeo pada 2019 mengalami penurunan.

Menurut data nagekeokab.bps.go.id, laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Nagekeo tahun 2019 mencapai 4,23 persen, sedangkan tahun 2018 sebesar 4,73 persen. 

Pada tahun 2019 kategori yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kategori Konstruksi yakni sebesar 9,96 persen. Sedangkan kategori yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kategori Pengadaan Listrik dan Gas, yakni sebesar 0,52 persen. 

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap percepatan atau perlambatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nagekeo adalah naik atau turunnya produksi hasil pertanian secara umum, karena struktur perekonomian Kabupaten Nagekeo masih didominasi oleh kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sehingga apabila produksi turun maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan, dan sebaliknya bila produksi meningkat maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami percepatan. 

Bila dibandingkan dengan kondisi perekonomian NTT, pada tahun 2019, kategori Industri Pengolahan memiliki laju pertumbuhan terbesar diantara kategori lainnya, yakni sebesar 9,14 persen. Sedangkan Kategori Real Estat memiliki laju pertumbuhan terkecil, yakni sebesar 0 persen. 

Meski demikian DRB per Kapita Kabupaten Nagekeo terus meningkat setiap tahunnya dalam kurun tahun 2017-2019, selaras dengan peningkatatn PDRB perkapita NTT. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perekonomian rata-rata penduduk Nagekeo maupun NTT semakin naik.

Tentu saja, kondisi ekonomi penduduk Nagekeo kembali melorot pada sejak pandemi Covid-10 merebak Maret 2020 lalu. Sebagamaina kondisi ekonomi nasional, kondisi ekonomi di Kabupaten Nageko perideo Maret 2020 hingga sekarang belum kondusif. Itulah sebabnya, kata Bupati Don’ saya mengusulkan bansos Covid-19.

“Saya bersyukur bahwa Kabupaten Nagekeo mulai menerima bansos Covid-19 pada bulan Mei 2020. Dana tersebut dialokasikan untuk 17.000 lebih warga terdampak pandemi. Nilai bansos sebesar Rp 300.000 per bulan,” ujarnya.

Don Bosco mengatakan, dalam proses yang terus berjalan hingga memasuki tahun 2021 ini, kondisi riil masyarakat Nagekeo saat ini lebih membutuhkan alat-alat produksi pertanian yang dapat digunakan mengolah lahan-lahan pertanian maupun peternakan, sehingga masyarakat dapat segera memiliki pendapatan.

Peralatan produksi yang dibutuhkan tersebut, kata Don Bosco, seperti sekop, cangkul, linggis, alat untuk menyiangi dan lainnya.

Don Bosco mengatakan, kalau dana bansos konsumsi dari pemerintah dialihkan untuk kebutuhan bansos produktif membeli alat-alat produksi pertanian, maka kebutuhannya adalah untuk sekitar 10.000 sampai 12.000 keluarga terdampak pandemi di Kabupaten Nagekeo.

“Jumlah itu mencapai dari 50 persen dari jumlah penerima bansos konsumsi Covid-19,” kata Don Bosco.

Sebab, lanjut Bupat Don, para petani di wilayahnya yang terdampak pandemi Covid-19, sangat kesulitan menggerakkan usaha-usaha pertanian mereka oleh karena minimnya alat-alat produksi yang dibutuhkan untuk menggarap lahan pertanian yang ada.

Don Bosco menyebutkan, sekitar 80% sampai 90% warganya berprofesi sebagai petani, peternak, nelayan, dan pengrajin berbagai hasil pertanian/perkebunan di wilayah itu.

Namun dampak pandemi Covid-19 yang diikuti dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh sejumlah pemerintah daerah, membuat hasil produksi pertanian, peternakan, perikanan dan juga hasil-hasil kerajinan lainnya dari Nagekeo tidak bisa terjual dengan baik ke luar daerah.

Pengelolaan keuangan yang makin baik

Terlepas dari kondisi perekonomian yang terkontraksi akibat pademi Covid-19, Pemkab Nagekeo mengukir prestasi yang membanggakan dalam hal pengelolaan dan pengendalian keuangan daeran. 

Pada Juli 2020, setelah enam tahun mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas laporan keuangan daerah, Pemerintah Kabupaten Nagekeo di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini bisa berbangga karena untuk pertama kalinya mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). 

Kesuksesan mendapat opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuat pemerintah pusat  memberikan dana insentif Rp 48 miliar bagi Pemkab Nagekeo.

Tentu saja Bupati Don pun berbangga bahwa , kerja keras, kerja cerdas, dan kerja berkualitas Pemkab Nagekeo akhirnya melahirkan WTP sebagai opini BPK atas hasil audit terhadap laporan keuangan pemerintah daerah dan pengelolaan aset pemerintah Kabupaten Nagekeo tahun anggaran 2019.

"Kami dan pimpinan DPRD menerima laporan hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2019 pada Kamis, 30 Juli 2020. Penilaian status WTP mendapat skor 81. Opini WTP secara akuntansi masuk kategori pengelolaan keuangan daerah terbaik,” tuturnya.

Lebih lanjut bupati yang dilantik pada Desember 2018 ini mengatakan peningkatan opini dari WDP ke WTP merupakan prestasi luar biasa yang didapat dari kerja keras dan cerdas Pemerintah Kabupaten Nagekeo yang dikawal ketat oleh Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja.

Bupati yang latar belakang dokter itu menjelaskan WTP merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.

Mantan Ketua DPRD Provinsi NTT Anwar Pua Geno memberi apresiasi atas prestasi Nagekeo di bawah kepemimpinan Bupati Don.

 "Pada 2020 ini, bupati telah memberi hadiah kepada masyarakat Nagekeo berupa prestasi peningkatan status dari WDP ke WTP untuk pengelolaan keuangan daerah tahun 2019 yang baik dan berkualitas,” katanya sebgaiana dikuti Berita Satu.com, awal Juli 2020 lalu,

Hal senada disampaikan tokoh masyarakat, Wenselaus Dema. Menurutnya, perolehan opini WTP merupakan sebuah prestasi dari hasil kerja pemerintah daerah. Opini WTP berdampak baik pada keberlanjutan pembangunan di Nagekeo pada 2021 dalam bentuk program kerja sesuai visi dan misi bupati Nagekeo menuju "Nagekeo yang Berubah dan Mandiri".

"Mari terus bekerja keras dan cerdas dalam spirit to'o jogho waga sama. Pencapaian ini jadi hadiah istimewa buat masyarakat Nagekeo menjelang peringatan HUT kemerdekaan Indonesia," katanya. ***

*Tim redaksi

Editor: redaksi

RELATED NEWS