Ketua Tim Lab Biokesmas NTT Fainmarinat S. Inabuy: Halangi Kerja Lab adalah Pelanggaran Hukum Berat

redaksi - Selasa, 24 Agustus 2021 22:01
Ketua Tim Lab Biokesmas NTT Fainmarinat S. Inabuy: Halangi Kerja Lab adalah Pelanggaran Hukum BeratKetua Tim Lab Biokesmas Provinsi NTT Fainmarinat Inabuy, Ph.D (sumber: Istimewa)

KUPANG (Floresku.com)- Ketua Tim Lab Biokesmas NTT Fainmarinat Selviani Inabuy Ph.D menyatakan bahwa pihak yang menghalangi kerja Laboratoriun Biokemas di saat pandemi seperti sekarang, melakukan pelanggaran hukum berat.

Demikian ungkap Inabuy dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Selasa (24/8) malam. Inabuy membuat keterangan tertulis untuk menyikapi  tindakan sepihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kupang menutup Laboratorium Biokesmas,  dan Klaim Rektor Undana  mengambil alih Lab tersebut,  Selasa, 24 Agustus 2021. 

Deketahui  pada pertemuan di Laundry Room RS Undana (24/08/2021) Rektor Undana Fred Benu  menyatakan Lab Biokemas diambil alih oleh Undana setelah memperhatikan  sikap para petinggi yang berpihak bukan kepada rakyat. “Saya hanya berurusan dengan Pemerintah Provinsi. Saya tidak bersedia bekerja sama dengan FAN. Saya minta FAN keluar dari aset Undana, sekarang!” kata Fred Benu sebagaimana dikutip Lodi Kini dari radarntt.com (24/8).

Menurut  Inabuy sikap Dinkes Kota Kupang dan Undana sungguh tidak beralasan dan tidak tepat karena mengganggu pekerjaan Lab Biokesmas, apalagi di saat warga masyarakat membutuhkan layanan laboratorium karena pandemic Covid-19 yang masih merebak.

“Sangat disayangkan bahwa keputusan penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang dibuat tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan pimpinan Lab Biokesmas Provinsi NTT, melainkan dibahas dalam pertemuan dengan Universitas Nusa Cendana, institusi yang tidak memiliki otoritas terhadap Lab Biokesmas Provinsi NTT,” ujar Inabuy.

Inabuy membenarkan bahwa sekarang sedang dilakukan persiapan pemindahan Lab Biskesma ke komplek NTT Fair. Kendati demikian selama masa persiapan pemindahan itu layanan laboratorium tidak ditutuo dan pelayanan tetap dilakukan seperti biasa. 

“Sebab adalah pelanggaran hukum berat di masa pandemi, jika ada pihak yang menghalangi kerja laboratorium untuk melakukan pemeriksaan secara gratis dan melayani kebutuhan masyarakat banyak,” ujar alumnn Fulbright Presidential Ph.D Program di Washington State University itu.

Inabuy menyatakan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT telah menjalani semua tahap persyaratan sebagai lab pemeriksa Covid-19, dan dalam proses perijinannya, sudah beberapa kali telah dikunjungi lab pengawas Balai Besar Tehnik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya sebagai perwakilan Litbangkes RI di area Indonesia Timur, untuk memastikan terpenuhinya syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomorHK.01.07/MENKES/4642/2021 tanggal 11 Mei 2021. Kepala lab Pembina Provinsi NTT, dr. Indita Malewa, Sp.PK (K), juga terlibat dalam setiap proses monitoring tersebut.

Dia menambahkan, terpenuhinya syarat-syarat dimaksud oleh Lab Biokesmas Provinsi NTT termasuk Uji validasi, maka Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Surat Ijin Operasional Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT, melalui Surat nomor SR.01.07/II/4450/2020 perihal Pengoperasian Laboratorium RT-PCR. Selain kepada Gubernur Provinsi NTT, surat ini ditembuskan juga kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang. 

“Oleh karena itu, langkah penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang, dengan kata lain telah melangkahi ijin yang telah dibuat oleh Kemenkes RI,” tegasnya.

Dia menerangkan, Lab Biokesmas Provinsi NTT diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI, dr. Terawan Agus Putranto, dan Gubernur Provinsi NTT, Bapak Victor B. Laiskodat, pada tanggal 16 Oktober 2020, dengan dihadiri pimpinan Forum Academia NTT dan pimpinan Universitas Nusa Cendana. Labotorarium   tersebut merupakan kolaborasi gagasan dan kerja antara tiga entitas di NTT,yakni: warga masyarakat- yang diwakili oleh Forum Academia NTT, Pemerintah Provinsi NTT, dan Universitas Nusa Cendana. 

“Dengan demikian keputusan penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang dibuat tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan pimpinan Lab Biokesmas Provinsi NTT, melainkan dibahas dalam pertemuan dengan Universitas Nusa Cendana, institusi yang tidak memiliki otoritas terhadapLab Biokesmas Provinsi NTT adalah sikap yang arogan dan menyalahi prosedur,” ujarnya lagi.

Sejarah Lab Biokemas NTT

Dieketahui Lab Biokesmas lahir karena adanya agenda untuk melakukan tes massal berbasis PCR, Pooledtest qPCR, sebuah metode inovasi yang dikembangkan dua ahli biomolekuler asal NTT, Dr. Fima Inabuy dan Dr. Alfredo Kono. Tujuan utama didirikannya lab ini adalah agar di NTT ada suatu model pencegahan melalui kegiatan surveilens dan screening berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction). 

Metode yang digunakan adalah pengembangan dari PCR, sebuah metode dasar dalam dunia keilmuan biomolekuler, yang di kemudian hari digunakan sebagai tools diagnose oleh dokter spesialis patologi klinis. Jadi, dokter patologi klinis menggunakan tools biomolekuler sebagai salah satu dasar- untuk mendiagnosa.

 Kegiatan di Lab Biokesmas Provinsi NTT adalah pemeriksaan sampel, menggunakan PCR, bukan memeriksa pasien secara langsung, sehingga tidak diperlukan kompetensi seorang dokter untuk menyimpulkan dan mengesahkan surat hasilnya.

Tes PCR gratis di Biokesmas hanya dimungkinkan karena metode Pooled test PCR ini. Ini adalah sebuah inovasi yang lahir dari NTT, dan belum dimiliki oleh Provinsi lain di Indonesia.

Aplikasi pooled-test digunakan untuk screening massal dan surveilens. Keilmuan yang paling relevan di sini adalah Biomolekuler dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, bukan Patologi Klinis. Kedua keilmuan ini dimiliki oleh Tim pengelola Lab Biokesmas.

Tentang pengelolaan laboratorium. 

Pengelolaan Lab Biokesmas adalah Tim Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT yang ditetapkan dalam SK Gubernur, dengan Dr. Fima Inabuy sebagai pimpinan. Dalam SK ini disebutkan bahwa Tim Lab bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Provinsi NTT. Artinya, Rektor Undana tidak memiliki dasar hukum dan otoritas untuk memerintahkan penutupan laboratorium.

Sampai hari ini SK Gubernur nomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021 ini masih berlaku dan sah secara hukum. Artinya, tidak ada perubahan dalam pihak yang diberi otoritas sebagai pengelola laboratorium, sebagaimana diklaim oleh pihak Undana. 

 Nota Kesepakatan nomor 5/EKS/DN/MOU/III/2021 tanggal 16 Maret 2021 antara Pemerintah Provinsi NTT dan Universitas Nusa Cendana (Undana) mengatur tentang kerjasama operasional RS Undana dengan Pemprov NTT terkait penanganan Covid-19, dimana Lab Biokesmas tidak termasuk di dalamnya. 

Menelusuri Nota Kesepakatan ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa ada satu poin (poin g) di pasal 6 yang tidak relevan dengan pasal-pasal lainnya. Kehadiran poin gpasal ini terkesan ‘diselipkan secara paksa’, karena sejak awal Lab Biokesmas bukanlah satu kesatuan dengan RS Undana. Meski ada di lingkungan RS Undana, Lab Biokesmas adalah entitas milik Pemerintah Provinsi NTT yang dititipkan di RS Undana.

Sampai hari ini tidak ada SK penyerahan atau penghibahan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT dari Pemerintah Provinsi NTT kepada Universitas Nusa Cendana. Oleh karena itu, klaim bahwa Lab adalah milik Undana adalah salah secara hukum. Oleh karena itu, penggantian nama laboratorium sebagaimana telah dilakukan oleh pihak Undana (melalui surat maupun penggantian papan nama lab), adalah langkah yang keliru karena tidak berdasar hukum.

Seluruh SDM pada Lab Biokesmas Provinsi NTT saat ini direkrut dan dilatih tehnik-tehnik lab biomolekuler dan biosafety- oleh dua pakar Biomolekuler, Dr.Fima Inabuy dan Dr.Alfredo Kono, serta seorang pakar Mikrobiologi, Stormy Vertygo, M.Sc. 

Para operator laboratorium (laboran) ini kemudian diangkat dan ditetapkan sebagai Tenaga Honorer Provinsi NTT melalui SK Gubernur NTT nomor 814.1/107/BKD2.1 tentang Pengangkatan Pegawai Honorer pada Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun Anggaran 2021.

Tentang aset dan kepemilikan laboratorium. 

Sesuai namanya, Lab Biokesmas Provinsi NTT adalah laboratorium milik Provinsi NTT yang ditempatkan di lingkungan RS Undana. Ditinjau dari pendanaan aset laboratorium , 95.9% adalah dari Pemerintah Provinsi NTT, 3.7% adalah dari Forum Academia NTT, dan 0.4% dari Undana . Jumlah nominal total asset adalah, Rp  873.953.593.

Ditinjau dari segi biaya operasional lab, Pemerintah Provinsi NTT berkontribusi sebanyak 83.1%, Forum Academia NTT sebanyak 12.6%, sedangkan Undana sebesar 4.3% (Jumlah nominal biaya operasional Rp 10.628.401.421.

Ditinjau dari biaya BHP (Bahan Habis Pakai) seperti reagen dll, Litbangkes RI membiayai sebanyak 86%, Pemerintah Provinsi NTT sebanyak 13.1%, sedangkan sisanya sebanyak 0.88% berasal dari sumbangan warga masyarakat NTT melaluiForum Academia NTT, serta sumbangan dari Yayasan Satriabudi Dharma Setia, Yayasan Plan International, serta Wahana Visi Indonesia (WVI). 

Dari semua aspek, baik dasar hukum (SK), kontribusi pendanaan, maupun keterlibatan SDM sudah dapat dilihat dengan jelas bahwa Lab Biokesmas adalah aset Pemerintah Provinsi NTT yang pengelolaannya diserahkan pada Tim Lab Biokesmas yang dipimpin pakar Biomolekuler 

sekaligus penggagas pooled test-qPCR. Jadi meskipun berlokasi di lingkungan RS Undana, sebagai bagian dari kerjasama tiga entitas, Lab Biokesmas bukanlah milik Undana seperti yang berulang kali diklaim oleh Rektor Universitas Nusa Cendana, dalam berbagai kesempatan.

Sebelum lab secara fisik ada, FAN sudah beberapa kali mengundang Undana untuk terlibat. Misalnya, untuk  bersama mengadakan Pelatihan Laboran Biomolekuler, undangan mengikuti Pelatihan Laboran Biomolekuler (akhirnya dilakukan di Kampus Politani yang merespon secara cepat untuk pelatihan bersama), undangan mengikuti pelatihan alat RT-PCR (dihadiri oleh 3 orang teknisi lab dan 1 orang mahasiswa pasca sarjana Undana), sampai pada April lalu Lab Biokesmas bersurat resmi mengundang Undana untuk melakukan kegiatan pooled-test untuk memulai KBM tatap muka di kampus (yang ini sempat ada respon positif dari beberapa Ketua Jurusan, tetapi kemudian tidak ada tindak lanjut. 

Jadi adalah sesuatu klaim yang keliru, bahwa “Undana tidak pernah diajak dalam operasional Lab Biokesmas”, apalagi “pemeriksaan sampel orang Undana selalu dinomorduakan”. Ini tidak pernah terjadi.

Pada peresmian Lab Biokesmas 16 Oktober 2020, di hadapan Gubernur dan semua hadirin, Rektor Undana langsung menunjuk salah satu dokter Patologi Klinis-nya, dr. ELS, Sp.PK, untuk memimpin Lab Biokesmas. Hingga saat ini, Rektor Undana terus mengklaim dan memaksa agar pimpinan laboratorium diganti. 

Sesuatu yang kontradiktif. Pertama, karena sejak awal pengelola lab sudah ditentukan dalam SK Gubernur nomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021, yang diketuai oleh Dr. Fima Inabuy. Kedua, karena dr. ELS, Sp.PK, tidak dalam posisi menguasai tehnik pooled-PCR, dan malah dalam banyak kesempatan menentang/ menyatakanketidaksetujuannya terhadap Pooles-test PCR. Bagaimana mungkin sebuah lab yang berdiri karena agenda surveilens berbasis pooled-test, dipimpin oleh seseorang yang tidak menyetujui pooled test.

Lab Biokesmas memperjuangkan agenda akses PCR gratis bagi semua lapisan masyarakat, penghematan anggaran negara di masa panemi, dan penguatan aspek pencegahan penularan penyakit melalui surveilens berbasis PCR. (MAR)

Editor: Redaksi

RELATED NEWS