Lima Rumah Sakit di Flores Turun Kelas, Hanya Satu yang Sesuai Standar Kementerian Kesehatan

redaksi - Senin, 07 Juli 2025 12:16
Lima Rumah Sakit di Flores Turun Kelas, Hanya Satu yang Sesuai Standar Kementerian KesehatanRumah Sakit Umum St Gabriel Kewapante (sumber: Silvia)

MAUMERE (Floresku.com) — Sebanyak lima dari enam rumah sakit di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dinyatakan tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. 

Akibatnya, rumah sakit-rumah sakit tersebut mengalami penurunan status kelas, sebagaimana tertuang dalam hasil reviu Kemenkes Nomor YR.02.01/DJ/2470/2025 tertanggal 13 Juni 2025.

Gregorius, salah satu pejabat terkait yang memantau proses evaluasi, menyampaikan bahwa dari enam rumah sakit yang direviu, hanya satu rumah sakit yang masih memenuhi standar, yaitu RS St. Damian di Lewoleba (kelas D). Sementara lima rumah sakit lainnya harus menerima penurunan kelas karena tidak sesuai dengan standar fasilitas dan layanan medis.

Berikut rincian hasil reviu enam rumah sakit tersebut:

  1. RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka – Kelas C, tidak sesuai
  2. RSUD dr. TC Hillers Maumere – Kelas C, tidak sesuai
  3. RS Gabriel Kewapante – Kelas D, tidak sesuai
  4. RS Bukit Lewoleba – Kelas D, tidak sesuai
  5. RS Santa Elisabet Lela – Kelas D, tidak sesuai
  6. RS St. Damian Lewoleba – Kelas D, sesuai

“Lima rumah sakit yang tidak sesuai akan turun kelas. Dua rumah sakit kelas C, yaitu RSUD Larantuka dan RSUD Maumere, akan menjadi rumah sakit kelas D. Sementara tiga rumah sakit kelas D akan turun menjadi kelas D Pratama,” jelas Gregorius.

Menurut Gregorius, penurunan kelas ini mengikuti hasil kredensial BPJS Kesehatan akhir tahun 2024 yang menjadi dasar utama evaluasi Kemenkes. 

Salah satu syarat utama bagi rumah sakit kelas C adalah memiliki minimal 12 tempat tidur di ruang perawatan intensif (ICU), yakni lima tempat tidur untuk NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan tujuh tempat tidur untuk ICU umum.

Namun, RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka hanya memiliki empat tempat tidur ICU, sehingga tidak memenuhi standar. 

“Kami sudah lakukan penambahan tiga tempat tidur setelah merombak ruangan ICU. Progres ini juga telah kami laporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi NTT pada saat pembaruan data terakhir, Juni 2025 lalu,” terang Gregorius.

Ia menekankan bahwa penurunan kelas rumah sakit tidak serta merta menurunkan kualitas layanan kepada masyarakat. 

“Pelayanan tetap berjalan sesuai dengan kapasitas sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Yang berubah adalah nilai klaim layanan ke BPJS Kesehatan. Klaim untuk rumah sakit kelas C tentu lebih tinggi dibanding kelas D, sehingga hal ini akan berpengaruh pada target pendapatan rumah sakit,” ujarnya.

Gregorius juga menambahkan bahwa koordinasi dengan Dinas Kesehatan kabupaten dan provinsi terus dilakukan untuk mencari solusi terbaik. Selain itu, pihak rumah sakit membuka kemungkinan konsultasi langsung ke Kementerian Kesehatan agar ada evaluasi ulang.

“Kami juga sedang mempersiapkan dokumen untuk memperpanjang Surat Izin Operasional (SIO) RSUD dr. Hendrikus Fernandez Larantuka yang akan berakhir pada Desember 2025. Selanjutnya kami akan mengajukan proses visitasi ke Dinkes Provinsi agar dapat dilakukan penilaian ulang terhadap kelas rumah sakit kami,” pungkasnya.

Menanggapi hal ini, Bupati Flores Timur, Antonius Doni Dihen, membenarkan temuan Kementerian Kesehatan tersebut. Ia mengakui bahwa kekurangan tempat tidur di ruang ICU menjadi faktor utama yang menyebabkan turunnya status RSUD Larantuka dari kelas C menjadi kelas D.

“Reviu ini adalah permintaan BPJS Kesehatan yang berdasarkan pada kredensial akhir 2024. Kekurangan ICU menjadi persoalan krusial yang harus segera ditangani,” kata Bupati Anton.

Penurunan kelas rumah sakit tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. Meski tidak berdampak langsung pada pelayanan, konsekuensi finansial dan administrasi tetap menjadi tantangan tersendiri yang harus ditangani dengan strategi dan koordinasi lintas lembaga. (Silvia). ***

RELATED NEWS