Melanggar Peraturan, 23 Siswa Didepak dari Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo

redaksi - Kamis, 02 September 2021 22:56
Melanggar Peraturan, 23 Siswa Didepak dari Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo LABUAN BAJO (Floresku.com) - Langgar peraturan, pimpinan  Sekolah Menengah Atas (SMA) Seminari St. Paulus II Labuan Bajo mendepak 23 siswanya. Hal itu itu (sumber: LABUAN BAJO (Floresku.com) - Langgar peraturan, pimpinan  Sekolah Menengah Atas (SMA) Seminari St. Paulus II Labuan Bajo mendepak 23 siswanya. Hal itu itu )

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Langgar peraturan, pimpinan  Sekolah Menengah Atas (SMA) Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo mendepak 23 siswanya. Hal itu menjadi  perbincangan  hangat di kalangan warganet.

Kepada Floresku .com, salah satu siswa Sekolah SMA Seminari Menengah St.Paulus II Labuan Bajo, Gustinov Maheswara Liberty (18) mengisahkan awal mula mengapa ia dan teman-temannya dipaksa ‘gulung tikar’ dari Seminari St. Paulus II, Labuan Bajo.

Pada hari Senin (30/8), seminari mendapatkan kabar duka bahwa salah satu siswa mereka telah meninggal dunia. Oleh karena itu pimpinan Seminari membunyikan lonceng panjang untuk meminta kepada siswa berkumpul di Kapela Seminari.

“Saat jam pembelajaran berlangsung, kami mendengar bunyi lonceng panjang, dan itu berarti ada informasi penting yang akan disampaikan.  Ternyata itu adalah kabar duka bahwa Masto,  sahabat dan teman angkatan kami telah meninggal dunia,” kata dia.

Dan saat itu, lanjut dia, pihak sekolah mengutus beberapa orang untuk pergi ke rumah duka. Yaang dipilih untuk berangkat ke rumah duka  hanya orang-orang yang dekat dengan rumah dari almarhum.

“Yang dipilih saat itu teman-teman yang berasal di daerah Kempo saja. Selain dari itu,  pada tidak dijinkan untuk pergi,” ucapnya.

Almarhum merupakan sahabat dari dua puluh tiga siswa tersebut. Dia adalah sosok periang dan sangat berarti bagi para sahabatnya.

“Alamarhum Masto ini Ka'e, orangnya periang dan selama empat tahun kami selalu bersama terus. Hati kami sedih sekali saat kami mendengar bahwa ia telah pulang ke pangkuan Tuhan,” katanya remaja kelahiran Jakarta itu

Oleh karena itu, mereka pun berunding dan memutuskan untuk pergi ke rumah duka tanpa sepengetahuan dari pimpinan Seminari.

Diketahui bahwa SMA Seminari st. Yohanes Paulus II Labuan Bajo sebelumnya telah mengeluarkan peraturan bahwa selama masa pandemi Covid-19 tidak di ijinkan keluar dari komunitas. Apabila ada yang melanggar maka pihak Seminari  akan mengeluarkannya.

“Oleh karena kami ingin melihat sahabat kami untuk terakhir kalinya, kami berunding untuk pergi meskipun kami menyadari bahwa  keputusan yang kami ambil ini akan berakibat bahwa  kami akan dikeluarkan dari pihak Seminari,” katanya.

Saat itu, kata Gustinov, ada sekitar 40-an siswa yang ingin ikut bersama mereka. Sebagian dari mereka adalah  adalah paras siswa kelas II. Namun,  permintaan itu tidak diindahkan oleh para siswa kelas III,  sehingga para siswa dari kelas II itu, tidak jadi ikut melayat.

"Sebenarnya waktu ada 40-an siswa yang mau ikut bersama kami. Mereka adalah siswa kelas dua, tapi kami larang mereka untuk jangan ikut kami," kata dia.

Mereka menyewa mobil Carry, untuk pergi ke rumah duka.

"Kami pakai mobil Carry untuk pergi ke rumah almarhum," imbuhnya.

Sesampai di kampung halaman almarhum Masto, ke-23 siswa itu melihat pembinanya sudah ada di rumah duka. Oleh  karena itu mereka turun di salah satu rumah yang merupakan rumah tetangga dari almarhum Masto. Kepada pemilik rumah, mereka  menjelaskan bahwa kedatangan mereka tidak diketahui oleh pihak Seminari.

“Sampailah kami di kampung almarhum Ka'e pada jam 14.15. Saat itu kami melihat ada pembina kami di rumah duka. Kami bilang sama om sopir jangan turun depan rumah,  agak jauh sedikit dari rumah duka. Kami pun turun dan kami jelaskan kepada pemilik rumah maksud kedatangan kami ke sana. Kami bilang bahwa kami datang ini  tidak diketahui oleh pihak Seminari,” jelas dia.

Setelah menjelaskan,  mereka pun bergegas ke rumah duka. Saat itu pembina  mengetahui kehadiran mereka.

“Kami masuk saja ke dalam rumah duka, meskipun pembina akan tahu kehadiran kami ke situ tanpa ijin dari pembina di Seminari,” katanya.

Selesai acara pemberkatan jenazah,  ke-23  tersebut dipanggil oleh pembina. Pembina kemudian menanyakan mengapa dan bagaimana mereka bisa hadir di rumah duka saat itu.

“Habis pemberkatan Jenazah kami dipanggil oleh pembina. Saat itu pembina bertanya kepada kami: Kalian ke sini naik apa? Kami jawab kami ke sini naik mobil.  Mobil itu kami sudah bayar untuk pulang dan pergi. Setelah itu pembina kami menyuruh kami pulang ke asrama sebelum jam lima,” kata dia.

Mendengar ucapan pembina, para siswa itu bergegas untuk kembali ke asrama Seminari. Setiba di gerbang belakang asrama mereka disambut oleh pembina dan menyampaikan hasil pertemuan singkat tentang ke-23 siswa tersebut. Keputusan pertemuan para pembina Seminari adalah bahwa ke-23 siswa tersebut tidak diperkenankan masuk ke asrama. 

Selain itu diberitahukan bahwa sebelum jam delapan pagi keesokan harinya, para siswa itu diperkenankan untuk menemui Pimpinan Seminari. 

Oleh karena tak diijinkan untuk masuk asrama Semminari, merekapun menginap di rumah keluarga dari salah satu teman mereka.

"Malam itu kami menginap di rumah keluarga dari salah satu teman kami di Wae Sambi," tuturnya.

Paginya, ke-23 itu pergi ke Seminari untuk menghadap Pimpinan Seminari. Setibanya di Seminari mereka diarahkan masuk kedalam ruangan sidang dengan maksud untuk bertemu Pimpinan Seminari yang akan menyampaikan bahwa pihak Seminari mengeluarkan mereka dari Seminari.

“Sebelum jam delapan pagi, kami bergegas ke sekolah dan masuk ke dalam ruangan sidang. Saat itu pihak  Seimnari membertiahukan bahwa Seminari telah memutuskan kami dikeluarkan dari karena telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan,” katanya.

Mengetahui hal tersebut, Hendrika Mitang salah satu orang tua dari siswa bernama Marianus mengungkapkan rasa kekecewaan terhadap pihak Seminari karena tidak memberikan surat pemberitahuan kepada orang tua siswa.

“Yang jelas kami kecewa pak, karena biasanya siswa yang dipulangkan itu pihak sekolah keluarkan surat untuk orang tua,” katanya.

Karena tak memiliki handphone, salah satu orang tua siswa tidak mengetahui bahwa ternyata surat pemberitahuan tersebut telah dikirim oleh pihak sekolah secara online.

“Dan ternyata pak, surat itu dikirim pakai online, Karena kami orang tua ini 'kan  tidak memiliki HP,  jadinya kami tidak tahu,” ucap Hendrika.

Meski demikian, Seminari telah membuat keputusan untuk mengeluarkan ke-23 siswa tersebut. 

Pihak Seminari tetap membantu para siswa yang telah dikeluarkan itu untuk pindah ke sekolah tujuan yang dipilihnya. Hal tersebut dilakukan, untuk membantu para siswa yang ingin tetap berjuang demi masa depan. (Paul)

Editor: Redaksi

RELATED NEWS