Mengapa RM Karya Kasih Tetap Eksis di ‘Musim’ Covid-19? Begini Ceritanya!

redaksi - Jumat, 27 Agustus 2021 20:24
Mengapa RM Karya Kasih Tetap Eksis di ‘Musim’ Covid-19? Begini Ceritanya!RM Karya kasih di Desa Kobasoma, Flores Timur (sumber: Paul Kebelen)

KOBASOMA (Floresku.com) – Siang hari ini, Jumat, 27 Agustus 2021, saya mampir di Rumah Makan (RM) Karya Kasih. Maksud hati ingin mengisi perut yang sedang keroncong. Namun, ternyata yang terjadi bukan saja perut yang terisi, tapi  ‘hati dan budi’ pun terisi oleh cerita unik seputar RM Karya Kasih.

Ya, siapa pun yang melintas ruas jalan trans Larantuka – Maumere akan terpikat oleh rumah makan yang  unik ini. Makanya, selain karena tuntutan ‘ruang tengah’, saya pun merasa  sayang  untuk melewatkannya  begitu saja.

Waktu masuk, ke dalam rumah makan, sekilas tampak tak ada bedanya dengan rumah pada umumnya. Soalnya,  pada daftar menu tercantum beragam jenis kuliner makanan. Hal yang lumrah di rumah makan mana pun jua.

Namun, ketika mata memeriksa ke sekeliling ruang, tampak ada yang unik.  Ternyata, selain menjajakan aneka menu makanan dan minuman, RM Karya Kasih menyediakan pojok ‘mini market’. Di situ dipajang  aneka jenis pakaian, tas sekolah, boneka dan alat tulis sekolah seperti buku, bolpoin, spidol, pensil, dan lain-lain 

Tak berhenti di situ. Hal unik berikutnya dari RM Karya Kasih adalah lokasinya yang terletak di tengah hamparan sawah nan luas. Jadi, ketika berada di rumah makan ini, siapa pun langsung merasakan nuansa wisata. Jadi, RM Karya Kasih identik dengan kuliner wisata. 

Hamparan sawah berlatar bukit dan Gunung Lewotobi  di sekitar RM Karya Kasih di Desa Kobasoma, Flotim (Foto: Paul.K)

Kesan wisata terasa semakin ekslusif karena rumah makan yang berada di Desa Kobasoma, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur itu berjaraknya cukup jauh pemukiman warga. Kurang lebih  2 KM dari Kampung Kobasoma.

Oleh karena lokasinya yang jauh dari keramaian kampung, saya menduga bahwa rumah makan ini sepi pengunjung. Itu artinya, minim pula omzet penjualannya atau kecil saja pendapatan hariannya.

Namun ternyata perkiraan saya itu keliru besar. Pasalnya, walau jauh dari pemukiman warga, RM Karya Kasih justru sangat ramai pengunjung. Terutama, pada masa sebelum pandemic Covid-19 merebak.

Mengapa demikian? Ya, karena lokasi rumah makan ini sangat srategis. Letaknya persis berada di pinggir jalan Trans Larantuka-Maumere. Dengan begitu, warga yang berpergian baik dari Larantuka ke Maumere, atau sebaliknya, sering mampir di sini. 

Lagi pula rumah makan ini memiliki nuansa yang sangat alamiah karena berada di tengah hamparan sawah. Ini tentu saja menjadi daya pikat tersendiri bagi para penyuka kuliner. 

Selain keindahan hamparan sawah dan suhu nan sejuk bersahabat, mata para pengunjung juga akan dimanjakan dengan lukisan bukit cantik berlatar sepasang Gunung Lewotobi. Panorama alam itu begitu mempesona. 

Makanya warga setempat dan masyarakat Flores Timur pada umumnya meyakini bahwa kedua gunung tersebut adalah metafora sepasang kekasih.

Enak tapi murah

Selain berada di lingkungan yang asri dan menyediakan produk layanan yang ‘berbeda’, RM Karya Kasih membuat para pengunjung yang pernah mampir di sini ketagihan untuk datang kembali. Pasalnya, sajian kulinernya yang tergolong enak di lidah itu dibanderol dengan harga yang relatif murah, berkisar  Rp.10.000 sampai Rp.20.000 saja. 

Artinya, dengan uang hanya senilai tersebut, pengunjung dapat menyantap sajian makanan yang enak sampai puas. 

Tentu saja, harga tersebut tidak mencakup   harga hawa sejuk dan panorama  alamnya  yang indah mempesona itu. Sebab sembari menyantap makanan dan minuman atau berbelanja di pojok ‘mini market’ di  RM Karya kasih, siapa pun dapat dengan bebas memanjakan matanya,  menyaksikan aktivitas petani dan aneka hewan liar seperti burung dan angsa putih yang beterbangan dengan bebasnya.

Novi Emar, seorang karyawati di RM Karya Kasih (Foto: Paul. K)

Milik seorang Suster 

Novi Emar, menerangkan bahwa RM Karya Kasih  adalah milik seorang suster dari Yayasan Panti Asuhan Karya Kasih di Surabaya. Artinya, nama rumah makan ini meangcu ke nama Yayasan yang di Kota Surabaya tersebut.

"Yang punya rumah makan ini  Suster Fransiska Uran yang  sekarang berada di Surabaya. Karena kami adalah kerabat dekatnya, maka kami dipercayakan untuk bantu mengelola rumah makan dan ‘mini market’ d isini," ungkap wanita muda yang adalah salah satu karyawati di rumah makan tersebut.

Mungkin karena pemiliknya adalah orang yang tinggal di kota besar, maka model dan desain bangunan rumah makan ini sangat mumpuni. Rumah makan itu adalah sebuah bangunan berlantai dua. Temboknya kokoh dan bercat kuning,  dengan atap seng yang belum karat. 

Di lantai pertama terdapat dua buah ruangan yang cukup luas. Di sebelah kiri ada  semacam toko kecil atau mini market, sedangkan di sebelah kanannya, ruang makan lengkap dengan etalase untuk menjajakan aneka kuliner makanan dan minuman. Sedangkan di depan pintu masuknya ada meja yang memajang aneka gorengan sedap, dengan tenda parasol sebagai atapnya. 

Dengan fasilitas seperti itu, para pengunjung dijamin  akan merasa nyaman, walau sinar matahari mamancar tegas,  atau sebaliknya  ketika turun hujan deras.

Terdampak Covid-19

Ketika pandemi Covid 19 mewabah di wilayah Flores, sebagaimana  aktivitas masyarakat wirausaha lainnya, aktivitas dan omset penjualan rumah makan ini pun ikut terdampak. Degradasi jumlah pengunjung pun semakin terasa, lebih-lebih ketika diberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM.

Meski demikian, masih saja ada konsumen yang datang ke rumah makan ini. “Saat ini sehari bisa di atas 20 porsi terjual.  Mulai dari bakso, nasi goreng dan makanan lainnya. Kebanyakan yang mampir di sini adalah orang-orang luar wilayah yang bepergian ke Maumere atau sebaliknya,” jelas Novi.

"Kalau mini market, selama pandemi Covid-19, apalagi selama PPKM  keadaan menjadi lebih sepi dari biasanya. Apalagi kami tidak bisa memesan barang-barang baru lewat armada ekspedisi dari Surabaya.  Oleh karena barang yang tersedia hanya yang itu-itu saja maka minat pembeli, khususnya dari warga desa di sekitar, untuk datang ke sini pun berkurang," tuturnya lagi.

Namun, Novi menambahkan, biasanya menjelang magrib, para petani sawah di sekitar sering mampir memesan kopi panas dan beberapa gorengan. Warga Kobasoma dan Konga juga kerap berkunjung untuk makan atau pun berbelanja di sini.

Jadi, begitulah alasannya, mengapa RM Karya Kasih masih tetap eksis, walau pandemi Covid-19 tak kunjung berhenti.(Paul Kebelen)

RELATED NEWS