Menjemput Presiden 'Minus Malum' dan Sir Wakil Presiden?" (Sekenanya Saja)

redaksi - Sabtu, 09 Maret 2024 17:04
Menjemput Presiden 'Minus Malum' dan Sir Wakil Presiden?" (Sekenanya Saja)P Kons Beo SVD (sumber: Dokpri)

P. Kons Beo, SVD

"Tragedi kehidupan sesungguhnya adalah ketika manusia takut akan cahaya"
Plato

Tak ada calon pemimpin yang nir noda. Diktum tentang ini tak baru. Tapi benturan seputarnya selalu saja tak terelakan. 'Kisah lama terulang kembali.' Prabowo dan semua yang di lingkarannya sepertinya 'terluka lagi.' 'Jenderal pecatan, pelanggar HAM' rasanya terlalu kejam untuk dipolitisasi. Itu yang dikeluhkan Prabowo pra Pilpres.

Karena itu, tidak kah Prabowo mesti melawan? Bukan kah para suporter fanatik Prabowo pun nampaknya telah gerah kenekadan. Masuk 'arena debat' penuh heroik di pelbagai tayangan publik. 'Pemilu tak curang' adalah cantus firmus yang jadi refrein telak. Namun, butuh waktu dan ketenangan hati dan otak pula untuk ikuti isi dan substansi debat. Yang terkadang ada 'benar yang masuk akal, tapi  ada yang humorik dan aneh namun logis pula.

Namun tak lupa ada isi dan gaya debat ala abunawas  yang banyak pandirnya juga. Sebab terkadang, 'kebenaran' ala debat sering bertumpuh pada suara besar, gemuruh dan gertak. Sekadar rasa benar, pasti dan harus benar. Bukan lagi pada kenyataan, dan seharusnya. Tapi, ini cukup menghibur selepas ketegangan Pilpres dan Pileg. Iya, itu yang terjadi hari-hari belakangan ini.

Mari teruskan ke Prabowo - Gibran.

Dan lagi, bahwa 'pemberhentian dengan hormat dari kedinasan TNI, bukan pemecatan, terhadap Prabowo, semestinya sudah dicamkan publik. Kenapa kah untuk terus saja digoreng-goreng? Mari merenung lanjut.

Sementara gaung 'Jenderal pecatan' telah kendor dan mengempis, seusai Pilpres 2024 ini, yang tempatkan Prabowo - Gibran unggul Pilpres di quick count, toh sepertinya Pak Presiden Jokowi 'hadir lagi' dengan 'bikin heboh baru.' Publik nyeletuk, "Jokowi berulah lagi..." Apa itu?

Anugerah pangkat Jenderal kehormatan bintang empat bagi Prabowo hanya bangkitkan kembali 'luka lama.' Jokowi tak peduli pada keluarga korban pelanggaran HAM. Sejumlah aktivis, pengamat, politisi kembali bersuara deras  mengalir. Demi glorifikasi Prabowo, Presiden Jokowi sampai hati lukai hati keluarga korban. Tapi tentu ada pertimbangan, tepatnya, ada perhitungan khusus di benak Jokowi. Pulihkan nama baik Prabowo itu sudah pasti. Prabowo malum-nya minus. Masih ada banyak plus untuk segala bonum-nya.

Tetapi, tidak kah ada hal lain  yang bisa diterawang? Semisal, Jokowi sebenarnya lagi bermain di 'papan catur penjenderalan Prabowo' demi 'sedikit' buyarkan atensi Sabang sampai Merauke pada suara kritis yang mencecar Si siluman Mister Rekap Pilpres 2024 di KPU? Pada bom waktu Hak Angket DPR? Dan pada 'nasib mujur' perolehan suara PSI yang kini disinyalir lejit menggelembung tak terbendung?

Bagaimanapun, Prabowo rupanya telah punya suratan nasib. Ada saatnya ia jadi bulan-bulanan di titik plus malum. Tetapi ada ketikanya di kala ia dapatkan harapan di titik  malum yang minus. Dia yang dianggap sebagai 'benang kusut di hari silam, kini siap-siap disambut sebagai benang merah demi masa depan dan nasib Negeri di lima tahun mendatang. Begitu sekiranya untuk lukiskan kembali kata-kata dari seorang sahabat pengamat politik.

Dan, bagaimana kah nasib 'perkawinan politik Prabowo - Gibran?' Seharusnya ada cacat hukum serius buat Gibran yang belum layak  'kawin politik dan jadi ibu-bapa rakyat Indonesia.' 

Namun, nasib mujur Gibran ada pula di urat tangan Gibran. Ada semacam 'sanatio in radice' in anticipo sebelum ia disandingkan dengan Prabowo. Gibran sudah 'dibereskan' agar sehat (sanatio) untuk masuk pada bursa duet pencapresan.  Satu 
proses sanatio in radice (Sir) yang kental dan sarat tali temali nepotisme dan kepentingan tertentu di baliknya.

Walau agenda pengumuman resmi pemenang Pilpres 2024 belumlah disuarakan, quick count sudah berpihak pada pasangan Prabowo - Gibran. Prabowo bahkan sudah berkeyakinan "insya Allah" dirinya bakal dilantik jadi Presiden pada 20 Oktober 2024. Itu berarti tepat tiga hari setelah ulang tahunnya yang ke 73.

Kini Tanah Air siap-siap menyambut Prabowo - Gibran sebagai duet pemimpin Negeri 2024 - 2029. Adalah tugas mulia serentak mulia KPU untuk bekerja  demi umumkan hasilnya dengan penuh wibawa. Tanpa sejuta tanda tanya penuh sangsi.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berjiwa besar. Yang sanggup hadapi situasi-situasi berat. Dan mencari jalan keluar terbaik. Katanya, dalam situasi seperti sekarang  ini sepantasnya janganlah 'meniup-tiup bara api' demi nyala api yang panas membakar alam Negeri.

Seperti nasihat sejuk Babe Haikal Hassan, "Sudahlah, akui saja kemenangan Prabowo-Gibran. Jabat tangan agar selamat." Kedengaran teramat simplistik. Sepertinya bagi sebagian besar klalayak, jabat tangan atas dasar akal sehat atau jiwa yang menyerah, belumlah tiba pada saatnya. Sebabnya?

Ajakan lembut ini pasti berat bagi yang lagi 'berpanas-panas di jalanan.' Hujatan atas Pilpres penuh curang tetap menderu dan mendera. Dalam pada itu, publik pada menanti sekuat dan seberani hingga titik mana kah Para Ketum Partai non Kubu 02 untuk seriusi Hak Angket itu?

Tentu ada pertimbangan penuh perhitungan demi Partai dan demi pembelajaran pendidikan Politik Tanah Air pula. Apa sebenarnya terjadi di seputaran dinamika Pilpres ini? Tak untuk membatalkan kemenangan Prabowo - Gibran. Memang, kita sepantasnya berhenti dengan sejuk dan lapang dada pada benturan politik pada kontestasi Pilpres 2024 ini.

Kini, Tumpah Darah, sekali lagi,  siap menyambut Prabowo - Gibran sebagai duet Pemimpin Eksekutif Nasional, walau tentu dengan catatan minus malum nya dan nota sanatio in radice , alur penyembuhan pada akar  yang amatlah taktis dan politis.

Bagaimanapun, apapun tantangan menghadang tetaplah: Hiduplah INDONESIA RAYA!

Verbo Dei Amorem Spiranti

Editor: MAR

RELATED NEWS