Meski Terlahir Tanpa Lengan, Hendrik Poto Djago Tetap Bisa Mandiri dan Berprestasi di Sekolah

redaksi - Selasa, 11 Oktober 2022 20:06
Meski Terlahir Tanpa Lengan, Hendrik Poto Djago Tetap Bisa Mandiri dan Berprestasi di SekolahHendrik sedang membaca buku. (sumber: Yuliana Gagari)

Oleh: Yuliana Gagari, guru di sebuah sekolah di Nangaroro, Nagekeo.

PADA  suatu sore yang ramai dengan teriakan anak- anak Sekolah Dasar, saya mengamati seorang pemuda tanggung yang sibuk merapikan tumpukan kayu api yang berada di belakang rumah bata sederhana. 

Kayu – kayu tersebut dirapikan dengan kaki dan bukan tangan. Satu persatu kayu tersebut diraih oleh jari-jari kakinya yang begitu lincah dan kuat. 

Baginya pekerjaan ini seperti mudah sekali dan tanpa menunggu lama, kayu – kayu ini berhasil dirapikan.

Rasa penasaran membuat saya pun memberanikan diri untuk melihatnya dari dekat. Satu hal yang menarik simpati saya adalah saat dia membuka lembaran- lembaran kertas dengan ruas jari kakinya. 

Dalam benak, sempat terpikir bahwa yang dilakukannya itu sengaja, tetapi semakin mata ini melihatnya dari jarak dekat ternyata dia tak berlengan. 

Hendrik sedangkan merapikan kayu bakar dengan jari-jari kakinya (Foto: Yulianan Gagari).

Dia tidak memiliki tangan layaknya anak normal kebanyakan. Terlintas sejenak dalam pikiran ini jika saya dalam posisi yang demikian pasti rasanya sangat kesulitan dan tersiksa. 

Namun tidak bagi Hendrikus Nikomedes Poto Djago atau yang biasa disapa Hendrik. 

Si pemuda tangguh ini kelahiran Tado, Desa Pagomogo tanggal 15 September 2000. Sekarang ini ia duduk di bangku kelas XI jurusan Pariwisata, Sekolah Menengah  Kejuruan Negeri 1 Nangaroro.

Dia adalah putra dari pasutri, Don Bosco Djago dan Yustina Nunu. 

Saat saya menumpainya di rumahnya, saya menyaksikan satu persatu lembaran kertas dibukanya dengan jari-jari kaki. Pulpennya dijepit oleh kedua ruas jari kakinya lalu menggerakannya dengan sangat lincah.

“Saya suka membaca buku,” katanya sambil tersenyum. 

Bukan saja membaca dan menulis. Segala pekerjaan lain pun dilakukannya dengan lincah layaknya orang normal.

Paman Hendrik, Martinuus Meno mengungkapkan Hendrik bisa melakukan pekerjaan layaknya orang dewasa.

”Hendrik, bisa melakukan pekerjaan apa saja seperti kita. Yang menurut kita sulit, itu sangat enteng untuknya, dia termasuk anak yang rajin dan ulet," ungkap Martinus Meno

Tantanya, Yuli Ani, mengatakan Hendrik menjadi sosok yang mandiri walaupun dengan keterbatasan fisiknya.

“Dari SMP hingga sekarang masuk SMK, dia anak yang mandiri. Tekadnya begitu kuat untuk sekolah. Dia belajar sama seperti anak normal lainnya. Dan keadaannya sangat diterima oleh teman- temannya,” katanya.

Sikap Hendrik yang mandiri dan tidak mengandalkan belas kasihan teman- temannya mengundang simpati dari para gurunya. 

Apalagi, Hendrik terbilang cukup pandai dan mendapatkan prestasi yang baik di sekolah. Para guru bahkan memberi perhatian lebih padanya.

“Pada lomba pentas seni yang diselenggarakan oleh sekolah bertepatan dengan HUT RI, Hendrik mendapat juara 1 bidang lomba Ndera. Pada semester yang lalu dia juga mendapat juara 3,”  ungkap Ibu Ertin, salah satu gurunya di sekolah.

Dalam kesehariannya selepas sekolah, Hendrik biasa menghabiskan waktu dengan belajar, membantu pekerjaan rumah tangga bersama dengan keponakannya yang lain. Terkadang ia juga bermain sepak bola. 

Hendrik juga suka menggambar.  

“Saya suka menggambar sejak usia Sekolah Dasar. Kalau ada buku gambar dan crayon pasti saya sudah mulai menggambar sesuai apa yang ada dalam pikiran saya," ungkap Hendrik sambil sesekali mengayunkan crayon pada kertas gambar. 

"Jadi, ketika saya ada ide menggambar,  maka gerakan jari kaki inimengalir begitu saja, Saya ingin menjadi pelukis,” tambahnya lagi sambil tersipu malu.

Hari kian gelap dan saya pun pamit pulang kembali dengan perasaan hati yang bercampur, anatara  iba, kagum dan syukur. 

Namun,   dengan bertemu Hendrik saya akhirnya belajar untuk bersyukur dengan kondisi fisik yang saya miliki. ****

 

RELATED NEWS