Nagekeo One Be Festival Digelar 5-7 Desember 2023

redaksi - Senin, 27 November 2023 10:54
Nagekeo One Be Festival Digelar 5-7 Desember 2023 (sumber: null)

 

MBAY (Floresku.com) - Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo akan menggelar festival daerah dengan nama Nagekeo One Be Festival pada hari Selasa hingga Kamis (5 - 7 Desember 2023).

Kepala Dinas Pariwisata Nagekeo, Silvester Teda Sada, S.Fil, mengatakan di balik nama ini (Nagekeo One Be Festival-red), terdapat tiga hal utama yang mau di-festival-kan yakni Nagekeo, One Be (Bahasa Inggris), dan One Be (sesuai sebutan lokal).

Festivalkan Nagekeo! Meskipun telah menjadi nama sebuah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), seringkali orang masih keliru menyebut nama Nagekeo, dan bahkan masih bertanya-tanya di mana Nagekeo itu berada.

Melalui Festival, nama Nagekeo terus disebut-sebut, orang tahu tempatnya dan semakin fasih melafalkan penyebutan secara tepat, hingga akhirnya benar-benar tampil sesuai branding “Nagekeo the heart of Flores”.

Festivalkan One Be (Bahasa Inggris)! Sebagai tulisan ala Bahasa Inggris, maka One Be bisa mengandung makna Persatuan.  Ada keyakinan yang kuat bahwa hanya dengan bersatu (one be), semua akan maju, bertumbuh dan berkembang kea rah yang lebih baik.

Melalui event ini, orang Nagekeo sedang memfestivalkan semangat persatuan dan gotong royongnya atau dalam ungkapan lokal disebut “kolo sa toko tali sa tebu; too jogho waga sama; kua kesa boza penu”

Festivalkan’ One Be (dalam bahasa lokal Nagekeo)! Jika dibaca lurus, One Be adalah ungkapan lokal yang artinya “di dalam Be”. Manakala pada suatu situasi tertentu, persis di ujung sebuah pertemuan, seorang pemimpin lokal akan mengeluarkan pernyataan atau ungkapan yang berbunyi, “negha dia one be” (sudah di dalam bere).

Ungkapan ini mau menegaskan bahwa segala masalah dan kesulitan, segala yang baik dan buruk, semua hal yang dibutuhkan, setiap harapan dan keinginan, tak perlu banyak khawatir, karena semua sudah ada titik simpul.

Semua sudah tertampung di dalam Be-nya. Seorang pemimpin yang gagah perkasa, akan mengungkapkan itu dengan penuh bangga dan percaya diri di depan forum, bahwa semua hal tidak perlu lagi dirisaukan.

Semua persoalan aman terkendali, karena dirinya sudah menangkap inti persoalan. Dirinya menjadi jaminan, bahkan siap bertanggung jawab menuntaskan beban urusan ke depannya dalam kebersamaan dengan semua anggota komunitas.

Tentang Be

Be (Boawae), atau sebutan lain pada masing-masing komunitas seperti Bola Bae (Rendu), Bheka (Danga), Sape (Mbay) merupakan anyaman khas yang terbuat dari daun pandan duri maupun pucuk muda daun lontar yang biasa dikenakan sebagai “tas” nya para pria perkasa Nagekeo.

Be sangat popular di kalangan orang muda maupun kaum tua-tua Nagekeo karena sudah menjadi warisan budaya yang melekat pada semua kalangan dan boleh digunakan pada setiap waktu dan tempat, baik resmi maupun tidak resmi.

Selain sebagai produk kerajinan tangan (kriya) hasil olah pikir warga pada umumnya, Be sesungguhnya menunjukkan identitas komunitas lokal. Setiap orang yang mengenakan Be di luar Flores, pasti dengan mudah dikenali oleh para perantau yang berasal dari Nagekeo di mana saja mereka berada.

Saat mengenakan Be di luar daerah hingga mancanegara, orang akan mudah mengenali bahwa ini orang Nagekeo, atau minimal pernah di Nagekeo, atau paling tidak, punya relasi khusus dengan orang Nagekeo.

Di samping sebagai pembawa identitas, Be juga merupakan aksesoris budaya yang melekat dengan harga diri dan martabat figuratif individu sebagai “orang Nagekeo”.

Akan sangat berbeda suasana dan bobot perasaan apabila menjumpai seorang pria dewasa atau orang-orang tua saat mengenakan Be di tempat umum, di acara resmi terutama di forum-forum adat.

"Seperti persahabatan, tas anyaman tidak bisa dibangun dengan satu material tunggal. Syarat pertama terbentuknya anyaman adalah perpaduan lebih dari satu material yang memiliki kesamaan bentuk atau kedekatan fungsi.

Anyaman juga tidak dibentuk sejalan atau lurus-lurus saja, melainkan pertemuan serangkaian serat yang saling menindih dan saling mengatasi hingga membentuk benda yang kaku.

Dengan anyaman, orang akhirnya ingat bahwa setiap persahabatan dua insan manusia sekalipun selalu melibatkan sentuhan dan emosi. Naik turunnya emosi karena gesekan-gesekan personal adalah biasa. Bahkan sangat bagus akibatnya.

Semua relasi yang terbangun dengan fluktuasi emosional yang terkendalikan selalu menghasilkan hubungan-hubungan yang indah," ujar Silvester.

Nagekeo One Be Festival

Festival ini akan menjadi festival tetap Kabupaten Nagekeo yang akan dilaksanakan setiap tahun.

Muatan festival itu sendiri meliputi paduan ritual dan atraksi budaya, perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, pemberdayaan UMKM dan komunitas-komunitas kreatif lokal maupun regional, pemberdayaan masyarakat, pesta rakyat serta perlombaan-perlombaan yang bernafaskan literasi budaya yang berdampak besar dari aspek ekonomi bagi masyarakat Nagekeo.

Di samping itu, Nagekeo One Be Festival digagas sebagai media hiburan dan pembelajaran yang bisa merangsang gairah pertumbuhan dan perkembangan aktivitas-aktivitas seni budaya di daerah.

Nagekeo One Be Festival mengangkat isu lingkungan hidup yang upaya perlindungan dan pelestariannya sudah terjaga baik sejak para leluhur hingga generasi anak cucu saat ini.

Atraksi Ritual Kaijo dari Komunitas Adat Mbay-Dhawe dipilih menjadi even utama festival kali ini di samping atraksi tinju tradisional yang biasa disebut Etu/Mbela/Sudu sebagai pentasan seni budaya Nagekeo yang masih popular hingga saat ini.

Lebih lanjut, upaya pelestarian lingkungan dimaksud, dikemas dalam bentuk edukasi alam untuk wisatawan, masyarakat umum, pelajar maupun mahasiswa.

Edukasi ini diharapkan menjadi media belajar, ruang empati dan refleksi yang bisa meningkatkan kecintaan seseorang pada lingkungan hidup di sekitarnya.

Kerangka tematik program festival ini sesungguhnya berpijak pada upaya menampilkan kekayaan seni budaya, termasuk menggali kembali kebudayaan yang telah lama ditinggalkan.

Terdapat ritual budaya yang dipraktekan sebagai tungku ketahanan pangan yang erat kaitannya dengan perlindungan alam dan lingkungan hidup.

Para siswa sekolah dasar sampai sekolah menengah bisa menimba pengetahuan yang berasal dari kekayaan nilai tradisi ini serta piawai menampilkan keunikan budaya tersebut dalam bentuk seni pentas.

Dengan demikian, event-event pada Nagekeo One Be Festival nanti antara lain Festival Kaijo (Tandak), Tinju Adat (Etu), Parade Be - Bola Oka, Dero Massal, Pentas Seni Budaya, Pameran dan Bazzar UMKM, Lintas Alam Kampung Adat Kawa, Ecowisata Mangroove, Tanam 1000 Bakau, Lomba Lukis Budaya dan Lomba Membaca Nyaring.

Main Event atau event utama pada festival nanti adalah Kaijo, Tinju Adat, Lintas Alam Kampung Adat Kawa dan Tanam 1000 Bakau di daerah Wisata Mangrove Marapokot. Komponen event yang lain menjadi Pre Event dan Side Event.

Tentang Kaijo

Kaijo merupakan ritual adat yang dipraktekkan masyarakat adat Mbay-Dhawe di pusat kampung adat Nggolombay, Kabupaten Nagekeo. Ritual Kaijo mengandung makna membatalkan atau menghentikan setiap pergerakan; dan / atau tindakan menyingkirkan suatu masalah atau peristiwa yang dinilai merugikan.

Serangan hama terhadap tanaman pertanian dalam tradisi adat Mbay-Dhawe merupakan sebuah malapetaka bagi umat manusia.

Begitu ada gejala atau tanda-tanda serangan terhadap tanaman pertanian dengan bermunculan berbagai jenis hama maka para petani dari setiap kampung yang tergabung dalam komunitas adat Mbay-Dhawe berkumpul di rumah Ngandung di kampung adat Nggolombay.

Di rumah Ngandung ini para pemangku duduk besepakat untuk segera melakukan ritual guna menghentikan serangan tersebut dengan cara sangat bersahabat, tanpa membunuh atau membasmi atau memusnakan, melainkan dengan cara yang sangat arif menyingkirkan / mengembalikan berbagai jenis hama tersebut ke tempat asalnya atau ke habitat aslinya di suatu tempat yang dikenal dengan nama "Inewesan".

Dalam rangkaian ritual Kaijo, terdapat satu acara yang disebut Wa’i Kaijo, yakni semacam tandak yang berisikan tarian dan nyanyian berbalas pantun diiringi bunyi-bunyian dari alat music tradisional.

Wa’i Kaijo inilah yang diangkat khusus ke panggung pentas sebagai atraksi seni budaya sekaligus pengetahuan dan hiburan tersendiri bagi para pengunjung event Festival.

Tentang Tinju Adat

Tinju adat atau sebutan lokal Etu, Mbela, Sudu adalah sebuah ritaul yang bisa dimaknai sebagai Healing Event. Ritual Etu menjadi kesempatan membangun kesadaran masyarakat untuk mengembalikan kerhamonisan hubungan antar personal maupun komunal, sekaligus sebagai tanda syukur panen.

Etu juga adalah kesempatan membuktikan keperkasaan dua orang pria dewasa yang bertarung sengit dalam koridor adat istiadat hingga perdamaian setelah pertarungan sebagai tanda sportifitas laga antar personal.

Prosesi laga ini tidak dilakukan secara head to head. Ada komponen-komponen penengah prosesi laga. Itulah bentuk hakikat manusia sebagai makhluk sosial, yang selalu membutuhkan campur tangan sesama dalam mengatur dan mendamaikan termasuk memperbaiki hal-hal yang keliru dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Wisata Alam Kampung Kawa

Festival kali ini juga mengangkat Wisata Alam Kampung Kawa. Serasa berada di dunia lain ketika kita menginjakkan kaki di Kampung Adat Kawa, kampung adat di perbukitan, jauh dari dunia modern di antara keramahan dan aktivitas kegiatan penduduk yang masih asli.

Petualangan perjalanan melewati hamparan savana, perbukitan, ragam indah panorama “safari Africa” selayak pertunjukan alam. Kampung Adat Kawa satu dari puluhan kampung adat di Nagekeo yang masih terawat dan tersajikan dengan sangat asli.

Kampung Adat Kawa terdiri dari 12 (dua belas) rumah adat. Terdiri dari rumah (sa'o) Nagonata dan Keliwala dari Suku Wala, serta rumah-rumah dari suku lainnya. Jarak tempuh menuju Kampung Adat Kawa sekitar 5 km dari Kantor Desa Labolewa.

Kampung Kawa, “museum hidup” di kaki Gunung Amegelu dengan latar Gunung Ebulobo wajib masuk menjadi tujuan utama wisata petualangan budaya Flores.

Sebagai informasi, tahun 2021 Kampung Kawa resmi masuk dalam Travel Pattern Pariwisata Indonesia dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk 2 (dua) kategori yakni Kampung Adat dan Trekking/Cycling.

Di tahun yang sama, Kampung Kawa juga tercatat dalam Travel Map Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPO LBF) bersama Kampung Pajoreja, di Desa Ululoga, Kecamatan Mauponggo. Keduanya merupakan kampung-kampung yang dipandang siap dan memenuhi unsur-unsur kepariwisataannya.

Lintas alam Kampung Adat Kawa diisi dengan trekking Gunung Amagelu dan menikmati matahari terbenam di puncak Moghujara yang merupakan paket wisata yang menjadi bagian dari pelayanan kepariwisataan pelaku wisata di Kampung Adat Kawa, bekerja sama dengan pihak-pihak bisnis kepariwisataan lingkup NTT.

Lintas alam juga diisi dengan menikmati atraksi budaya sembari belajar dari alam. Kegiatan lintas alam dimotori oleh Komunitas DIMENSI INDONESIA, sebuah komunitas lokal pencinta alam yang juga menjadi rekanan Dinas Pariwisata dalam pelaksaan seluruh kegiatan festival.

Tanam Bakau

Festival juga disi dengan wisata edukasi tanam 1000 bakau di lokasi hutan mangroove bertema belajar dari alam. Perjalanan dapat ditempuh sekitar 20 menit dengan kendaraan roda 2 dari pusat kota Mbay ke arah pesisir pantai Utara.

Wisata Mangrove di Desa Marapokot yang dikelola oleh Komunitas MARO KREATIF Marapokot menyajikan keindahan hutan mangrove alami berbagai jenis, rumah ikan, pemandian air panas dan wisata kuliner lokal.

Lokasi wisata ini bisa jadi tempat pertemuan untuk pengunjung dalam jumlah banyak. Seluruh pelaksanaan kegiatan eco-eduwisata semata-semata untuk menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan hidup, Sustainable Enviroment dan Sustainable Tourism.

Kegiatan tematik warna budaya dan hasil kerajinan menjadi puncak dari Nagekeo One Be Festival yang diselingi dengan aksi pelestarian lingkungan hidup.

Bernardus Frederick Due Woi

Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Kabupaten Nagekeo, selaku Ketua Panitia Nagekeo One Be Festival menyampaikan bahwa keberhasilan dari kegiatan yang merupakan Tugas Pokok Dan Fungsi Bidang Pemasaran Pariwisata ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak dan semangat kebersamaan untuk menghasilkan sebuah konsep festival tetap tahunan daerah.

“Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Bergerak dalam keterbatasan adalah kondisi yang indah karena mengandalkan Tuhan tidak pernah sia-sia. Kami punya banyak sahabat praktisi pariwisata se-Flores NTT yang selalu dengan tulus membantu Kabupaten Nagekeo. Kolaborasi pentahelix menjadi kekuatan utama pada giat ini. Terima kasih banyak kepada pihak sponsorship, pihak sekolah dan pihak masyarakat adat dan masyarakat umum yang membantu giat ini dengan caranya masing-masing," demikian Eddy.

Event Nagekeo One Be Festival kali ini mendapat sambutan baik dari Bupati Nagekeo dan Wakil Bupati Nagekeo serta seluruh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo.

Pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Nagekeo, Kepala Kepolisian Resor Nagekeo dan Komandan Distrik Militer 1625 Ngada juga mendukung penuh kegiatan festival ini yang bisa dikenang sebagai kado terindah Ulang Tahun ke-17 (sweet seveteen) Kabupaten Nagekeo 2023.

Dukungan dan kerja sama dating pula dari Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPO LBF), Pemerintah Daerah Kabupaten Ende dan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada.

Rangkaian kegiatan Festival ini dipublikasikan melalui media sosial, media online, baliho maupun flyer-flyer. Pameran kopi, kerajinan bambu, produk-produk UMKM dan Komunitas Kreatif, lomba lukis dan mewarnai dari TK sampai SLTA, Pameran dan Informasi Publik oleh Instansi Pemerintah maupun swasta, serta beberapa kegiatan lain akan menjadi materi publikasi.***

 

 

Editor: MAR

RELATED NEWS