Nasib Proyek Infrastruktur TN Komodo di Ujung Tanduk Setelah UNESCO Desak Pemerintah Hentikan Segera!

redaksi - Selasa, 03 Agustus 2021 11:46
Nasib Proyek Infrastruktur TN Komodo di Ujung Tanduk Setelah UNESCO Desak Pemerintah Hentikan Segera!Poster 'Ini Zona Bukan Lahan Bisnis' (sumber: @KawanKomodo)

JAKATA (Floresku.com) – Nasib proyek infrastruktur Taman Nasional Komodo tiba-tiba terguncang dan menjadi seperti ‘telur di ujung tanduk’  setelah UNESCO memberi perintah untuk dihentikan. Perintah itu dikeluarkaan  berdasarkan hasi Konvensi Komite UNESCO, pada16-31 Juli 20201 lalu.

Berdasarkan informasi terssebut akun twitter @KawanBaikKomodo mengunggah kicauannya  “Breaking News!!! Komite Warisan Dunia UNESCO Meminta Pemerintah Hentikan  Semua Proyek di TN Komodo.  Pemerintah jg diminta mengajukan dokumen AMDAL untuk dinilai oleh IUCN (Uni Internasional Konservasi Alam).Hal itu diputuskan pada Konvensi Komite UNESCO tgl 16-31 Juli kemarin.”

Kawan Baik Komodo @KawanBaikKomodo kemudian melanjutkan, “UNESCO meminta Pemerintah menghentikan proyek-proyek infrastruktur di TN Komodo, dan segera mengajukan AMDAL untuk di-review oleh Uni Internasional Konservasi Alam (IUCN). Sudah  seharusnya Presiden Joko @jokowi perintahkan @kementerianlhk  mencabut semua izin konsesi bisnis yang ssudah diberikan.”

Selanjutnya Kawan Baik Komodo @KawanBaikKomodo menulis, “Mengoreksi kebijakan yang salah mungkin memang pahit, dan pasti akan berhadapan dengan elit-elit partai yang menjadi induk semang dari pengusaha-pengusaha yang diberi izin.”

“Tapi itu lebih baik daripada dipermalukan terus di forum Internasional dan merusak Nilai Universal Luar Biasa (OUV) TN Komodo.”

Lebih lanjut Kawan Baik Komodo@KawanBaikKomodo menulis, “Publik internasional yang menjadi target promosi Flores NTT sebagai “world class tourism” juga sedang memantau: mengapa pengembangan parisisata alam di World Heritage Site bisa-bisanya mengancam Outstanding Universal Value dari aset warisan dunia kebanggaan Indonesia ini?”

“Ayo, Pak Joko, ini Taman Nasional Komodo, bukan Taman Nasional Oligarki Peng Peng. @jokowi@kemenkomarves@Kemenparekraf@KemenLHK,” tulis Kawan Baik Komodo @KawanBaikKomodo.

Rancangan Infrastruktur di TN Komodo (Sumber: BPOLBF)
Presiden Joko Widodo saat meninjau TN Komodo pada Januari 2021 lalu (Sumber: Twiitter @KawanKomodo)

 Desakan UNESCO

UNESCO melalui Konvensi Komite Warisan Dunia mengeluarkan rekomendasi yang berisi permintaan untuk menghentikan sementara proyek infrastruktur di Taman Nasional Komodo.

Rekomendasi itu tertuang dalam Surat Keputusan World Heritage Committee yang mengadakan pertemuan secara online dari tanggal 16-31 Juli 2021 di Fuzhou, China.

"Mendesak Negara (Indonesia) untuk menghentikan semua proyek infrastruktur pariwisata di dalam dan sekitar properti yang berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa hingga Amdal yang direvisi diajukan dan ditinjau oleh IUCN," demikian bunyi keputusan Komite Warisan Dunia Unesco Nomor 44 COM 7B.93. 

Menurut UNESCO, proyek infrastruktur untuk pariwisata baik di dalam dan sekitar Taman Nasional Komodo, berpotensi berdampak buruk pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV).

Komodo (Sumber: Unesco.com)

Warga lokal pernah surati UNESCO

Perintah UNESCO menjadi kabar baik bagi masyarakat sipil lokal Flores yang sangat peduli nasib Komodo.

Diketahui, pada September 2020 lalu, sejumlah perwakilan kelompok masyarakat sipil peduli Pulau Komodo meminta organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan dunia di bawah PBB atau UNESCO turun tangan mengkaji rencana pemerintah yang akan melakukan pemugaran situs warisan dunia Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Permintaan itu disampaikan sejumlah organisasi sipil lewat surat yang dikirimkan langsung ke UNESCO pada 9 September lalu. Koordinator Garda Pemuda Komodo, satu dari tiga penandatangan surat itu menilai rencana pemerintah memugar Pulau Komodo untuk menggenjot sektor pariwisata telah mencederai warisan leluhur.

Dalam suratnya, mereka meminta UNESCO segera mengunjungi Taman Nasional Komodo dan Pulau Flores untuk menginvestigasi situasi teranyar di pulau tersebut. Kunjungan itu dilakukan guna mengevaluasi kebijakan pemerintah Indonesia di pulau itu.

Mereka juga meminta UNESCO bertemu para pemangku kepentingan termasuk masyarakat lokal.

Kelompok sipil mengaku khawatir terhadap gelombang investasi akan mengancam kelangsungan ekosistem satwa purba tersebut. Mereka menilai rencana tersebut hanya akan menjadi monopoli perusahaan-perusahaan yang telah bekerja sama dengan pemerintah.

Lebih dari itu, mereka juga khawatir, gelombang investasi lewat proyek pemugaran wisata itu akan membuat tanah-tanah di wilayah itu hanya dimiliki oleh orang-orang kaya dan mengancam ekosistem Komodo nantinya.

"Bersama dengan kekhawatiran akan bahaya lingkungan yang akan diciptakan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang tidak memiliki lahan, dan menurunnya lahan untuk pertanian dan perikanan di pulau-pulau tersebut," ujar mereka dalam suratnya.

Selain itu, dalam suratnya kepada UNESCO, mereka menjelaskan bahwa pemerintah saat ini juga berencana akan membangun sebuah kawasan kompleks baru di Pulau Rinca dan Padar, yang berpotensi mengancam habitat murni Komodo dan sejumlah spesies lain di pulau itu.

Di Golo Mori, sebuah pulau di Timur Taman, pemerintah juga berencana membangun kawasan ekonomi khusus (KEK) di atas lahan seluas 300 hektar. Wilayah itu direncanakan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara G-20 dan Asian Summit pada 2021.

Sebagai bagian dari proyek tersebut, dua pulau kecil dari kawasan Taman Nasional

Di Golo Mori, sebuah pulau di Timur Taman, pemerintah juga berencana membangun kawasan ekonomi khusus (KEK) di atas lahan seluas 300 hektar. Wilayah itu direncanakan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara G-20 dan Asian Summit pada 2021.

Sebagai bagian dari proyek tersebut, dua pulau kecil dari kawasan Taman Nasional Komodo, yakni Pulau Muang dan Bero akan disatukan dan kehilangan statusnya sebagai bagian Taman Nasional Komodo.

"Semua proyek itu diklaim akan akan menciptakan lapangan kerja dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Tapi, jika dilihat lebih dekat bakal terungkap realitas yang berbeda," demikian bunyi surat itu.

Oleh sebab itu, selain melakukan investigasi, Koalisi juga meminta UNESCO menggelar pertemuan dan mengingatkan pemerintah Indonesia tentang status Taman Nasional Komodo, serta mencegah kebijakan pembangunan yang akan merugikan ekosistem komodo dan masyarakat sekitarnya.

Klaim pemerintah

Sementara itu pada Oktober 2020 lalu, di tengah polemik pengembangan wisata super premium bak 'jurassic park' di Pulau Komodo, pemerintah mengklaim sudah berkirim surat ke UNESCO. Lembaga PBB ini yang mengakui Pulau Komodo sebagai situs warisan dunia pada 2001 silam. Oleh sebab itu, selain melakukan investigasi, Koalisi juga meminta UNESCO menggelar pertemuan dan mengingatkan pemerintah Indonesia tentang status Taman Nasional Komodo, serta mencegah kebijakan pembangunan yang akan merugikan ekosistem komodo dan masyarakat sekitarnya.

Sebaliknya, mereka juga mendesak UNESCO mencabut status TNK sebagai situs warisan dunia apabila badan PBB itu tidak melakukan sejumlah upaya itu, atau bahkan malah bekerja sama dengan pemerintah melanjutkan proyek pemugaran di Pulau Komodo.

"Konsekuensinya, kami komunitas lokal dan kelompok masyarakat sipil di Flores akan mengambil alih perlindungan taman dan melakukan upaya konservasi dan pembangunan dengan cara kami sendiri," kata dia.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KASDAE KLHK), Wiratno mengklaim pemerintah telah memberikan surat pemberitahuan kepada UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB) terkait pembangunan wisata eksklusif di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Yang kirim surat EIA (Environment Impact Assessment) adalah Menteri PUPR selaku pemprakarsa. Surat disampaikan oleh PUPR kepada KNIU Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO. Jadi KNIU kirim ke Kedutaan Besar RI di Paris dan kepada UNESCO. Surat pemberitahuan kita mau memperbaiki sarana prasarana agar berkelas internasional dan terpadu," kata Wiratno, Rabu (28/10).

Izin tersebut harus diberikan karena Taman Nasional Komodo telah masuk ke dalam warisan dunia World Heritage Site UNESCO serta memiliki outstanding universal value (UOV) atau kriteria nilai universal luar biasa.

"(Sekarang) kecil-kecil terpencar-pencar dan sarana prasarana yang rusak. Ini yang kita lakukan karena World Heritage. Jadi udah ada surat, selain izin lingkungan itu juga ada surat kita ke UNESCO," jelasnya.

Persoalan lingkungan menjadi santer yang disorot dalam pembangunan itu. Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman sempat mengingatkan Pemerintah harus mempertimbangkan pelestarian dan perlindungan habitat hewan purba tersebut.

Pelestariannya, dan agar manusianya juga jangan terlalu banyak yang datang sehingga komodo tidak bisa berkembang, maka harus ada pengendalian. Pengendaliannya oleh UNESCO diminta supaya menyiapkan Amdal," kata Arief Rachman kepada media akhir Oktober 2020 lalu. (MAR)

Editor: Redaksi

RELATED NEWS