‘Omon-Omon' tentang Manusia Beradab Sekitar Pilpres

redaksi - Sabtu, 20 Januari 2024 05:23
‘Omon-Omon' tentang Manusia Beradab Sekitar PilpresGerald Bibang (sumber: Dokpri)

Oleh: Gerald Bibang

Mas Probo, omon-omon tentang pemimpin yukkkk
Koq kamu yang sering pake kata omon-omon sekarang, itu kan dari aku asalnya
Tahu tahu, aku mau bilang: negeri kita ini sedang zaman darurat, sulit untuk kita dapatkan pemimpin baik.

Joko, kita kan sedang dalam pilpres, jangan buat aku patah semangat
Gak gitu juga, mas Probo; yang paling darurat dari segala darurat sekarang ini adalah hampir tak seorang pun, termasuk kaum cerdik pandai, yang menyadari bahwa zaman ini sedang darurat

Hah, sedemikian parah kah? yang bener dikit kamu Joko; jangan menghina, lihat gak kamu, rakyat kita sudah bisa makan, minum, pembangunan makin marak, ada IKN dan sebagainya, lihat bendungan-bendungan besar yang kamu telah bangun; terus kamu bilang, sekarang zaman darurat; are u blind or what?

Gini mas Probo, kalau soal makanan, minuman, kemewahan pakaian dan budaya, serta hal-hal yang menyangkut peradaban materialisme, sekarang tampak jauh lebih maju dari masa-masa sebelumnya
So what is your point?

Point-ku ialah itu semua tidak bisa disebut kemajuan peradaban; kalau soal makan kenyang, itu konteks hewan; kalau soal kemewahan budaya, itu kesepakatan tentang khayalan-khayalan dan imajinasi; kalau soal fasilitas-fasilitas materi yang canggih di segala bidang, itu hal keduniaan; itu bukan manifestasi dari keberadaban manusia; itu bukan ketinggian budi dan keindahan kebaikan, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Tuhan ketika menciptakan manusia dengan diposisikan lebih tinggi derajatnya dari benda-benda, pepohonan, dan hewan
Kamu ini gimana sih Joko, ini bukan itu bukan, lalu apa itu peradaban manusia kalau begitu
Nah, gitu dong pertanyaannya
Ah jangan muji

Benar, benar, karena engkau adalah pertanyaanmu, kata orang bijak; pertanyaanmu menunjukkan kualitas dirimu

Huhhhh, I m down, my friend, aku merasa tersanjung; omon-omon, terimakasih yah atas pujiannya.

Yeahhhh, sebut omon-omon lagi, jangan merendahkan kualitasmu dengan sebut omon-omon, derajatmu direndahkan karena istilah itu menunjukkan dirimu oon (= bego)
Hahahaahahaha, okey, okey, never say omon-omon again; back to laptop, peradabanmu itu apa maksudnya; manusia yang punya adab itu seperti apa.

Gini ya, kalau manusia, fokus perjuangannya bukan materialisme, bukan glorifikasi, kesombongan atau perubahan-perubahan gaya hidup; bukan menghebat-hebatkan diri, seperti di pilpres sekarang ini; bukan juga gedung-gedung tinggi dan mewah, alat-alat komunikasi yang super canggih, perangkat-perangkat transportasi dan properti; belum lagi kalau itu semua diselenggarakan melalui penjajahan suatu konspirasi global terhadap bangsa-bangsa lainnya; melalui perampokan kekayaan bumi yang sebenarnya harus berbagi dengan generasi-generasi anak cucu; melalui korupsi dan rekayasa kebijakan yang intinya menguntungkan diri, keluarga dan kelompoknya.

Wah, berarti selama ini kita sudah lama tidak beradab ya; mas, kamu jangan merendahkan kemajuan-kemajuan kita selama ini.

Lho, lho, jangan ambil kesimpulan begitu; itu semua kemajuan tapi bukan peradaban; manusia yang sempit intelektual dan tidak terbuka terhadap perspektif orang lain, manusia itu juga disebut tidak beradab; karena dia akan jatuh pada klaim-klaim yang dilakukannya sepihak, klaim paling benar lah, paling saleh lah, paling berhak masuk surga-lah dan sebagainya.

Persisnya seperti apa manusia yang beradab itu? 

Sebelum ke sana aku mau bilang begini; seorang manusia tidak bisa disebut manusia kalau orientasi tindakan-tindakan sejarahnya dan perilakunya adalah kebendaan: uang, kekayaan, gedung, jabatan, kekuasaan, dan sebagainya; manusia itu jiwa-raga tak terpisahkan; bahkan lebih kuat ke jiwa dan rohaninya; manusia bukan batu, logam atau kayu; maka kalau menjadi pemimpin atas manusia berarti adalah kepemimpinan jiwa, budi pekerti, rohani, mental, intelektual, moral, spiritual, cinta dan kasih-sayang; memimpin agar manusia berdaya menggunakan kemampuan-kemampuan rohaninya itu; jangan diperlakukan sebagai benda atau hewan, yang harus diasupi makan siang dan susu gratis, tidak, tidak; manusia dibimbing untuk bekerja dan berkegiatan me-manage kerohaniannya.

Gawat dong dengan manusia yang tanpa kerohanian.

Yah, lebih dari gawat; ia adalah robot yang hidup dan berjalan; ia hanya raga yang tanpa jiwa; karena bagaimana pun manusia tidak bisa tidak berjiwa; manusia tidak bisa mengelak dari intelektualitas, mentalitas, moralitas, spiritualitas, cinta dan kasih-sayang; menjadi manusia ya menjadi orang yang bermoral, beretika, berkasih-sayang; karena di sana-lah kemanusiaannya dinampakkan dan kebahagiaan dilahirkan; jadi, kebahagiaan terletak di dalam memberi, berkasih-sayang dan bukan menerima dan mengemis; tetapi di zaman yang serba cepat ini, seluruh anasir kejiwaan itu diabdikan oleh manusia dan oleh calon pemimpinnya demi pencapaian-pencapaian materialis, kekuasaan, kekayaan, uang dan sebagainya
Wah (sambil menghela napas panjang), salah besar dong yang aku kampanyekan selama ini, susu gratis, makan siang gratis, saweran ke mana-mana untuk membeli suara agar mereka tusuk gambarku di bilik suara.

Itu kamu tahu; bukan hanya salah, mas, tapi menghina dan merendahkan martabat mereka dan martabatmu sendiri; pemimpin koq mengajarkan manusia untuk menerima dan mengemis, suara koq dibeli, memangnya mereka barang; zaman sekarang ini, rakyat kita sudah cerdas, mereka tepuk tangan waktu kamu beritahu susu gratis dan makan siang gratis, apalagi penjelasannya ialah menggemukkan binatang dan hewan di hutan dan kandang-kandang, hahahahahaa, ya gak nyambung-lah dan semakin gak bermartabat.

Terus gimana dong?

Ini aku bilang ya: karena manusia itu jiwa, maka satu-satunya jalan yang pada hakikatnya harus ditempuh oleh manusia adalah perjuangan menuju Sang Maha Jiwa, jalan cinta dan kasih-sayang, jalan kemanusiaan, jalan martabat, jangan sebaliknya, merendah-rendahkan mereka dengan memperlakukan mereka benda, batu dan kayu; hanya kan manusia di zaman ini, seperti yang kita lihat, melangkahkan kaki sejarahnya berbalik arah dari Penciptanya, membelakangi dan memunggungi sesama manusia; bahkan sesungguhnya itu adalah tindakan meremehkan, mengabaikan, dan mengkhianati Sang Maha Jiwa; aku katakan, itu semua berhala manusia.

Berhala? yang bener dikit kamu Joko; omon-omon berhala seolah-olah kamu sudah tahu maksud Tuhan; awas lho, jangan mentuhankan diri.

Namanya juga omon-omon, hahahahaha, ya sudahlah mas Probo, cukup sudah bilang omon-omon ini, malu aku, karena frase ini juga mengungungkapkan penghinaan martabat sesama manusia; apalagi kalau dengan mimik menjulurkan lidah dan menggoyang-goyang miring kepala sambil bicara omon-omon

Cukup, cukup, kamu lucu juga ya mas Joko, lama-lama gua tampar juga lo ntar, hahahahaaha, eh, bercanda, bercanda

Ya aku tahu, tapi yang aku omongin ini serius lho; coba bayangkan jika kamu jadi pemimpin dengan karakter omon-omon, tidak bermartabat dan berhala, apa jadinya; apalagi jika pemilihmu kebanyakan berhala juga, ya, berhala dalam pengertian tadi itu ya; yaitu mereka berduyun-duyun menyembah berhala-berhala, hidupnya bersujud kepada materialisme dan keduniaan dan kebendaan, lebih melihat fisik dan uang, dan memilih kepada dia yang memberi uang; mungkin mereka berhasil jadi kaya, penuh gemerlap dan gegap gempita tapi yakinlah pada kenyataannya tiap saat mereka mengeluh tentang berhala-berhala itu; rohani dan jiwa mereka menuntut yang sejati, yang bukan benda; tiap hari mereka bertengkar dengan tema ketidakadilan materi, ketidakmerataan ekonomi, ketidakadilan penghidupan, serta kecemasan-kecemasan akan terjadinya krisis-krisis; jadi, mereka takut berhala tapi mereka sendiri berhala, hahahahahaa

Kalau begitu apa dong syarat utama jadi pemimpin?

Thanks for your question; ini baru aku mau bilang yang sebenar-benarnya, yang selama ini aku simpan, tapi mas Probo jangan ciut duluan ya; let me put in this way: bekal pemimpin nomor satu bukan profesionalitas, bukan kepintaran, bukan gelar, bukan pangkat tinggi militer, bukan banyak uang, bukan pula ketrampilan manajemen;  ya itu penting, tapi paling utama adalah rasa tidak tega terhadap penderitaan orang lain, terutama orang-orang kecil, miskin dan berkekurangan, ya, orang-orang marginal atau yang dimarginalkan; pemimpin harus penuh kasih sayang dan kesantunan kepada mereka-mereka itu dan wujudnya tidak dengan omon-omon yang banyak oon dan bego-nya tapi dengan track record, rekam jejak selama ini, paling bagus ketika dia pernah berkuasa, jadi walikota, gubernur, menteri, jabatan militer tinggi dan lihat apa rekam jejaknya, karena karakter asli seseorang tampak ketika dia berkuasa

Terus, apa lagi parameternya?

Ya, yang lain-lainnya adalah penerusan dari sikap dasar tadi, misalnya sungguh-sungguh, amanah, jujur dan benar; parameter-parameter ini tidak berdiri sendiri melainkan sebab akibat dan saling mengandaikan; pertama, sungguh-sungguh, gak main drama dan lucu-lucu atau gemoy-gemoy-an, slengek-an yang asal buat orang gembira dan tertawa; itu bukan gembira tapi ketololan besar; sungguh-sungguh berarti dia mengasihi dan mengurus mereka dengan tulus tanpa pilih kasih; kedua, jujur, tapi bukan kejujuran sebagaimana dipahami sebagian besar orang yang umumnya menilai jujur itu ialah sopan santun, halus bicaranya dan sebagainya; kejujuran di sini adalah output dari kesungguhan tadi; artinya dia gak berpura-pura melainkan bertindak benar apa adanya; ketiga, amanah; di sini, dia menjadi pemimpin bukan karena dia membeli suara atau main curang tapi benar-benar rakyat memilihnya dalam kebebasan tanpa paksaan; kalau seseorang sudah sungguh-sungguh dan bisa dipercaya maka dia berposisi benar, artinya kata-kata dan tindakannya menjadi satu, dengan demikian kepemimpinannya merupakan kecerdasan hidup; orang yang dipimpin semakin menjadi manusia bermartabat, bergembira bukan karena gemoy-gemoy-an yang tidak lucu tapi karena mereka dicerahkan.

Huhhhhh (sambil menarik napas panjang), ini koq gak semua di aku ya.

Ya udah, keep cool my friend, yang aku sampaikan ini adalah nilai-nilai dasar yang hendaknya dijiwai dan dihayati seorang pemimpin; ini penting karena dalam sosialisasikan dirinya selama pilpres, akan kelihatan tu mana nilai yang dijiwai seorang calon pemimpin; dan ini satu lagi, rakyat kita sekarang sudah cerdas menilai mana calon pemimpin bermutu dan bernilai, mana calon pemimpin yang omon-omon dan bergaya merakyat padahal dia sangat elit, arogan dan gak punya empati apa-apa dengan rakyat kecil.

Okey, katakan dalam satu kalimat, bagaimana memimpin yang sebenarnya.

Kita memimpin rakyat dengan eksplorasi kasih sayang.

Sepakat, my friend, see u.

Bye dan selamat berjuang my friend, ingat jangan jadi man of omon-omon lagi ya
Lo ah, gue tampor juga lo ntar, hahahahaha, hahahahaha
*(gnb:tmn aries:januari ’24: suasana seru PILPRES). ***

 

Tags jokopilpresProboBagikan

RELATED NEWS