P. Marianus Jehandut SVD: "Gereja Perlu Melakukan Gerakan Janji Babtis" (Bagian kedua)

redaksi - Kamis, 22 April 2021 20:32
P. Marianus Jehandut SVD:  "Gereja Perlu Melakukan Gerakan Janji Babtis" (Bagian kedua)Pater Marianus Jehandut SVD, misionaris asal Manggarai, Flores. (Foto: Koleksi Pribadi0. (sumber: null)

PADA  bincang-bincang bagian pertama yang dirilis media ini pada Selasa (20/4), Pater Marianus Jehandut SVD, misionaris kelahiran Anam, Manggarai menyoroti soal moderninasi industri pariwisata di Labuan Bajo dan Flores. 

Pada bagian ini, ia berbagi pandangan tentang bagaimana sebaiknya gereja Katolik Flores berkiprah di tengah perubahan sosial-ekonomi yang ditimbulkankan oleh modernisasi industri pariwisata di Labuan Bajo dan Flores secara umum.

Florecku.com (Fc): Flores itu identik dengan gereja Katolik, karena mayoritas penduduknya adalah umat Katolik. Apa komentar Anda  soal peran yang harus diemban oleh gereja Katolik di tengah perubahan sosial-ekonomi yang menyertai perkembangan industri pariwisata di Flores?

MJ: Hidup itu ibarat salib, ada garis vertikal dan garis horizontal. Garis vertikal itu menandakan bahwa kita perlu mengembangan spiritualitas. Spiritualitas itu apa?  Spirittulaitas itu adalah iman kepada Allah Tritunggal yang dihayati dalam kehidupan praktis sehari-hari. Sedangkan garis horizonal adalah urusan yang berkaitan dengan relasi antarsesama manusia, relasi dengan lingkugan hidup, relasi dengan negara atau pemerintah. Juga urusan tentang pekerjaan, kegiatan ekonomi dan bisnis.

Nah, menurut saya, peran gereja adalah membuat supaya garis vertikal dan garis horizontal itu berada dalam posisi yang seimbang. 

Berkaitan dengan kehidupan vertikal, gereja sebaiknya membantu umatnya atau orang Flores umumnya untuk bertumbuh dalam bidang spiritualitas. Artinya seluruh pelayanan gereja, baik yang sakramental maupun pelayanan rohani lainnya sedapat mungkin mendukung umat atau orang Flores untuk mengembangan spiritualitas, menghayati iman kepada Allah Tritungga dalam aktivitas hidup sehari-hari.

Untuk itu, hemat saya,  petugas gereja bisa bertolak dari konsep menggereja yang paling dasar yang dinyatakan saat pemabtisan yaitu janji pembabtisan. Di dalam pembatisan orang Katolik dikukuhkan oleh Allah Trtinggugal melalui gerejaNya untuk menyadang tiga peran utama yaitu menjadi imam, nabi, dan raja.

Menjadi imam artinya seorang yang dibabtis perlu mengusahakan kekudusan diri dengan menjalin hubungan akrab dengan Tuhan sendiri. 

Menjadi nabi artinya sesorang yang dibabtis itu ditugaskan untuk mewartakan kabar gembira bagi orang lain, baik melalui kata-kata, termasuk melalui tulisan di media sosial, dan yang paling peling melalui cara hidup atau perilaku hidup yang baik agar bisa menjadi teladan bagi orang lain. 

Sedangkan, pengukuhan sebagai raja berarti seorang yang terbaptis harus bisa tampil sebagai pemimpin, mulai dari memimpin diri sendiri, termasuk menggendalikan emosi-emosi negatif, memimpin orang lain di sekitarnya, baik dalam konteks keluarga, lingkungan gerejani, di tempat kerja,  ataupun komunitas yang lebih luas. Caranya adalah dengan memberi contoh atau leladan hidup dalam kebenaran dan cinta kasih.  

Contoh, sebagai orangtua atau orang yang lebih dewasa, ia  dapat mempimpin dan mengarahkan anak-anaknya atau generasi yang lebih muda untuk mengendalikan emosi marah. Orang tua pun dapat mengajarkan anak-anaknya untuk mendayaguakan media sosial dengan baik dan benar, tidak ikut menebarkan berita bohong, menyampaikan ujaran kebencian dan mengakses pornografi atau informasi yang menyesatkan.

Jadi, dalam urusan pengembangan spiritualitas, gereja di Flores perlu melakukan suatu gerakan yang saya sebut sebgai ‘gerakan janji babtis.’

Fc: Lalu, apa yang perlu dilakukan gereja untuk mengembangkan urusan atau dimensi horizontal  dari  kehidupan umat?

Ya, tentu saja gereja juga perlu terlibat aktif untuk mengembangkan dimensi horizontal umatnya. Gereja perlu mencarai strategi untuk membantu mereka supaya berkembang dalam urusan yang bersifat duniawi. Misalnya, untuk para siswa sekolah, gereja perlu membantu  memperkenalkan cara belajar yang efektif. Untuk para petani gereja perlu memperkenalkan cara Bertani yang benar dan modern. Begitu pula untuk para nelayan, tukang pegawai negeri atau pegawai swasta dan profesi apa pun. 

Menurut saya hal ini perlu, karena para pastor dan pelayanan gereja ‘kan pada umumnya punya akses yang lebih luas soal informasi dan ilmu pengetahuan, terkait cara belajar, cara bertani, cara berternak, cara menangkap ikan, menjadi tukang, dan cara bekerja di kantor yang lebih efektif. 

Gereja dapat berbagi kepada para umat mengenai hal-hal seperti, melalui kegiatan pembinaan kategorial dan program-prgram pelatihan.

Gereja juga dapat membantu umatnya untuk menemukan peluang-peluang usaha yang sedang berkembang seperti di sektor pariwisata. Misalnya untuk usaha kerajinan tangan  seperti menenun dan menganyam, memahat dan membuat makan olahan seperti keripik, rebok dal lain-lain yang dapat dijadikan sovernir bagi para wisatawan. 

Gereja dapat memfasilitasi umatnya untuk belajar berwirausaha di bidang kuliner, atau berdagang dengan membua kios dan warung sembako dengan manajemen yang baik.

Gereja juga membantu umatnya untuk belajar menanam sayur-sayuran, buah-buahan, usaha berternak ayam, babi, bertambak ikan dan lain-lain, terutama secara organik supaya hasilnya bisa disuplai untuk warung makan, restoran dan hotel yang bertumbuh pesat sekarang ini.

Tentu saja para pastor atau pelayan gereja lainya tidak perlu terlibat secara langsung. Tapi, mereka mereka bisa menjadi fasilitator. Yang perlu adalah kesediaan untuk berkoordinasi dan bermitra dengan pihak pemerintah, perguruan tinggi Katolik dan pengusaha Katolik yang peduli pada  upaya pemberdayaan masyarakat. 

Berkaitan dengan barang komoditas, gereja perlu bermitra dengan perusahaan-perusahaan milik orang Katolik supaya bisa ambil bagian membuka jalan, baik untuk meningkatkan produksi, tapi yang lebih penting membuka pasar yang luas. Petani kita di Flores punya kopi, vanili, kakao, kemiri, tapi mereka tak punya  akses ke pasar secara langsung. Mereka akhirnya hanya bisa menjual ke para tengkulak dengan harga murah. 

Fc: Oya, dalam beberapa tahun belakangan ini sudah mulai nuncul produk-produk komoditas, terutama kopi dengan merek seperti kopi Manggarai, kopi Bajawa dan lain-lain. 

MJ: Itu suatu perkembangan bagus tentu saja. Namun, menurut saya perlu dibuat semacam gerakan dalam branding dengan nama Flores karena nama itu sudah sangat dikenal di seluruh dunia.  Branding produk dengan nama ‘Flores’  itu itu perlu supaya sejalan dengan program besar pemerintah yang sedang membangun pariwisata Flores. Maksudnya, sebaiknya semua produk  komoditas atau produk-produk kerajinan yang dihasilkan oleh orang Flores seperti kopi, kakao,  vanili, kemiri atau pun  kain tenun dan yang lainnya  harus diberikan label dengan nama  ‘Flores’. Misalnya, kopi Manggarai Flores. Kopi Bajawa Flores dan lain-lain, supaya kosumen dari Jawa atau dari luar negeri  secara otomatis mengaitkannya dengan Flores sebagai destinasi wisata. Jangan bikin merek  atau label dengan istilah atau nama lokal saja,  karena  itu  malah akan membingungkan konsumen dan para wisatawan.

Menurut saya, pengembangan kegiatan ekonomi dan pembukaan akses pasar yang riil seperti itu sangat penting, supaya jangan sampai umat Katolik atau orang Flores pada umumnya tersisihkan oleh pelaku ekonomi dari luar yang masuk bersamaan dengan bertumbuhnya pariwisata di Flores.

Sederhananya, ekonomi  ‘kan  berkaitan dengan perut, menyangkut kehidupan setiap orang. Kalau umat tidak punya penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal yang layak, maka mereka juga akan kesulitan untuk membangun dimensi kehidupan vertktikal dengan Tuhan.  Artinya, pembangunan  dimensi spiritualitasnya tidak akan berjalan optimal.

Kuncinya,    gereja perlu terlibat, berkoordinasi dan bermitra atau bekerja sama dengan pemerintah dan pihak lainnya untuk mengembangkan kehidupan ekonomi umatnya juga. 

Oleh karena itu,   ketika berkotbah di gereja, selain menjelaskan Kitab Suci para pastor atau katekis perlu juga lebih sering berbicara mengenai hal-hal praktis yang berkaitan dengan upaya permberdayaan ekonomi umat. 

Itulah salah satu cara gereja berperan untuk membantu umatnya beradaptasi   dengan perubahan sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh industri pariwisata di Flores. Dengan demikian, orang atau umat Katolik  di Flores dapat memetik manfaat juga dari pembangunan sektor pariwisata.   (BERSAMBUNG).

 

RELATED NEWS