PADMA Indonesia Menilai Putusan PN Ngada Kangkangi Martabat Korban Tindak Pidana Seksual dan Hukum Adat Ngadha
redaksi - Sabtu, 01 Februari 2025 17:46JAKARTA (Floresku.com) -Keputusan Majelis Hakim PN Ngada Nomor:53/Pid-B/2024/pn.BJW pada hari Kamis tanggal 30 Januari 2025, sungguh melecehkan harkat dan martabat korban tindak pidana kekerasan seksual dan hukum adat Ngadha (Bhajawa) umumnya dan hukum adat Desa Kila, Kecamatan Aimere.
Keputusan Majelis Hakim "memvonis" Bapak Yakobus Ture Boro sebagai Mosalaki juru KEKU (menyampaikan pesan adat) dihukum 2 (dua) bulan penjara, Ibu Imelda Goti sebagai korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual dihukum 4 (empat) bulan penjara serta Fenansius Dae sebagai suami Korban TPKS dihukum 4 (empat) bulan penjara.
Keputusan tersebut sesuai dengan surat Tuntutan Jaksa nomor register perkara:PDM-27/N.n.3.18/Woh.2/09/2024. Aparat Penegak Hukum (APH)yakni Polsek Aimere, Kejaksaan Negeri Ngada dan Pengadilan Negeri Ngada diduga kuat telah mengangkangi hukum adat Ngadha (Bhajawa), khususnya Desa Kila,Aimere Ngada.
- 'Semua Anak Laki-laki Sulung Harus Dikuduskan bagi Allah'
- Menkes Budi Gunawan Resmikan Pembangunan RSUD Borong, Manggarai Timur
"Terpanggil nurani untuk menegakkan keadilan dan martabat hukum (Jaga Waka) adat Ngadha (Bhajawa), maka saya Lamber Gisi Turu, Ketua Perwakilan Lembaga Hukum dan HAM Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA Indonesia) Ngada bersama PADMA IndonesiaPusat di Jakarta menyatakan:
Pertama, memperjuangkan Keadilan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telah dikriminalisasi hukum dan didiskriminasi Ham oleh Aparat Penegak Hukum di Ngada dengan melaporkan secara resmi ke Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Mabes Polri.
Kedua,segera melaporkan secara Resmi Polsek Amere ke Propram Mabes Polri, Kejari Ngada keJaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan, Majelis Hakim PN Ngada ke Badan Pengawasan MA dan Komisi Yudisial serta ke Komnas Ham, Komnas Perempuan dan Komisi III DPR RI.
Ketiga, mengajak Solidaritas Masyarakat Adat Ngadha dan Pers beserta Penggiat HAM untuk mendesak APH di Ngada yang telah melecehkan Harkat dan Martabat Perempuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan tidak menghormati maratabat Hukum Adat Ngadha segera angkat kaki dari Ngada.
“Mai jaga Waka Hukum Adat Ngadha (Bhajawa)! Semua bentuk perjuangan untuk patuh pada Hukum Adat untuk menciptakan perdamaian dan terpenuhinya hak Perempuan atas Keadilan,” pungkas Lamber Gisi Turu,Ketua Perwakilan PADMA Indonesia Ngada (*).