Pater Kurt Bard SVD di Hati Alumni Seminari Mataloko1980-1986

redaksi - Kamis, 17 Maret 2022 14:06
Pater Kurt Bard SVD di Hati Alumni Seminari Mataloko1980-1986Pater Kurt Bard SVD dalam balutan busana tradisional Ngada. (sumber: www.facebook.com)

SOSOK Pater Kurt Bard Frans SVD yang tutup usia, Rabu, 16 Maret 2022 kemarin melekat erat dalam hati dan benak para alumni Seminari St Yohanes Berkmans, Todabelu, Mataloko, Ngada, Flores.

Di jagad media sosial, bertebaran ucapan belangsukawa dan doa mereka. Tak terkecuali ucapan duka dan doa umat Katolik yang pernah mengenalinya.

Dari Collegio SVD di Roma, Pater Valentinus Beo SVD yang akrab disapa Pater Kons Beo SVD merangkum kesan para temannya tentang pribadi almarhum Pater Kurt Bard SVD.

Pater Kons Beo mengawali tulisannya begini: “Berita duka cita itu terbaca di WA Group “Kapan Kita Reuni??”

Pater Domi Kaju SVD, alumnus Seminari Mataloko 1980 -1986 berbagi kabar duka:“Selamat siang teman-teman. Telah meninggal dunia Pater Kurd Bard, SVD di Rumah Sakit Umum Bajawa. Semoga jiwanya beristirahat bersama para kudus di surga. RIP.”

Sontak info kepulangan abadi Pater Kurt ini jadi ungkapan hati duka mendalam dari para teman kelas yang lain.

Ungkapan duka itu terbaca dalam WA Group. 

Teman-teman seperti Gaby Goa, Pian Lado, Manse, Yustin Djogo Dja, Willy Nggai, Mandus Raja Sina, Heli Moda, Banus Pita, Feni Teda, Yan Kondradus, Rini Koba Toyo, Sil Due, Stef Willi, Poly Wago, Hiro, Beny Jumpa, Apeng, Ma Embo, Piter Watu, Sely Dheghu, Domi Minggu, Don Jata, Melky Lape, Yan Mbaling, Alex Raja Seko dan seterusnya menggoreskan kalimat duka dan doa dengan gayanya masing-masing.

“Maklum, Pater Kurt adalah Bapa Asrama kami, saat jadi siswa SMP dan Kelas Persiapan di Seminari Menengah St Yohanes Berkhmans-Mataloko tahun 1980-1983.”

Tak dinyana, kisah ‘cahaya abadi’ Pater Kurt, Rabu (16.03.2022) sungguh jadi momentum indah menghimpun dan menarik pulang kami semua dalam kenangan akan formasi ‘jadi manusia’ di Seminari Mataloko.

Pater Kurt, sosok misionaris SVD asal Jerman ini telah tinggalkan segalanya demi menjadikan kami semua semakin mengenal Kerajaan Allah, tentang bagaimana menjadi sahabat Yesus, tentang kebebasan sejati menurut Yesus.  Itulah yang direnungkan oleh Mandus Raja Sina dari Batam.

Yustin Djogo Dja dari Jakarta menulis penuh afektif:  “Ketika kami jauh dari orangtua di usia 12-an tahun ke Seminari Mataloko, di sini kami tidak merasa kurang kasih sayang orangtua, karena ada sosok Pater Kurt yang selalu ada untuk kami…Selamat jalan ayah kami P. Kurt. Akan selalu kami kenang.

Sobat Feni Teda, anggota TNI dari Kodim 0608-Cianjur beri koment, “Pater Kurt itu orangnya tegas dan disiplin. Luar biasa beliau itu juga dalam kebersihan dan kerapihan. Hal-hal demikian beliau amat teliti. Saya teringat ketika hari pertama tiba di Mataloko, saya dan ayah saya dapati beliau di bilik cuci piring. Dia lagi beres-beres di situ.

Abang kelas angkatan kami, Kaè  Fancy Teguh dari Jakarta menulis, “Beliau formator, guru, pengayom dan perfek yang mengenal anak asuhmya dengan baik.”

 Kaè Fancy pun kagum akan spirit misioner yang dimiliki Pater Kurt yang mencintai Gereja Katolik di Flores hingga akhir hayat.  

Dia menambahkan bahwa pengalaman bersama Pater Kurt selalu tak lepas dari pendidikan karakter dan nilai untuk jujur, teguh, suacita, berani bertanggungjawab dan berintegritas.

Hal  ini juga diamini oleh Romo Don Jata, yang kini bertugas di sekolah pertanian di Boawae. Nagekeo.

Singkat kisah,  kami semua sulit melupakan sosok Pater Kurt, yang tegas, disiplin, penuh kerapian, penuh keteraturan. 

Pater Kurt sungguh selalu ada untuk para seminaris ‘baik saat bangunkan kami pagi hari di saat masih lelap dalam dingin dan kabutnya Mataloko hingga berkat penutup di setiap doa malam.’ 

Pater Kurt sungguh bersukacita baik di ruan kelas, kamar makan hingga di lapangan bola. 

Kami tidak akan melupakan kepribadiannya dan  kemampuan luar biasa untuk mengatakan “Tidak” untuk hal yang melawan prinsip. Dan itu pasti!

Sungguh! Tak gampang jadi Bapa Asrama (Perfek) bagi anak-anak seminari usia pubertas ini. 

Tapi, dalam benak ini selalu tetap teringat bahwa Pater Kurt begitu telaten untuk mendamping kami, remajaa muda  yang ‘jerawat mulai tumbuh ini; yang mulai tunjukan ‘kenakalan remaja’ lawan silentium magnum padamalam Minggu;  yang suka bolos untuk pergi Nalo (entah harus diterjemahkan bagaimana kata ‘bahasa Bajawa’ ini), makan-makan dan minum santai, juga bolos ke Kios Mimosa untuk sekadar membeli onde, sampai lupa waktu pulang asrama;  yang mulai tulis surat kores-kores “cinta monyet’ dengan siswi SMP Kartini binaan suster-suster SSpS.

Hmmmm, pasti ada teman-teman saya yang senyum-senyum tu, ketika mengenangkannya lagi.

Ada hal lain lagi yang unik dari Pater Kurt. Jika kesebelasan Jerman, negara asalnya, menang dalam sebuah turnamen sepakbola, atau kesebelasan SMP Seminari menang lawan SMP Supra-Mataloko, besar kemungkinan “Film Winnetou, film group bola basket Negro-Amerika, film tentang St Fransiskus Asisi, film Charlie Chaplin yang bikin kami terpingkal-pingkal itu,”  bakal diputar ulang malam harinya. 

Dan kami tak bosan-bosannya untuk menonton lagi. 

Mungkin juga Pater Kurt punya sedikit ‘teknik’ . Artinya, film membuat kami terhibur dan tidak ‘ingat rumah’. 

Maklum, semua kami, umumnya masih kecil lo’o (badan kecil), termasuk Aba Runga, Yan Deo Dari, Beny Jumpa dan saya sendiri.

Namun,  yang ter-kecil lo’o itu Rudy Parera.  Kini dia sudah paten jadi Pastor Paroki Koting-Maumere.

Pada akhirnya,  kami juga tahu bahwa sebagai seorang imam, religius-misionaris Serikat Sabda Allah (SVD), Pater Kurt sungguh berikan teladan yang luar dalam spirit inkarnasi. 

Ia sungguh menyatu dengan alam Seminari. Tetapi ia juga membumi dalam mengenal umat dan budaya Ngada. 

Pater Kurt sering tampil ceriah dan percaya diri sebagai imam Tuhan dalam nuansa budaya Ngada. 

Setiap hari Minggu, dengan motor CG warna merah andalannya, dia pasti pergi melayani umat di Were atau di Laja.

Dari buku Catalogus SVD 2021, terbaca biodata singkat almarhum. Nama Pater Kondrad Bard, SVD; Lahir pada 11 Februari 1934,  berasal dari Keuskupan Trier, Jerman. 

Pemuda Kurt Bard masuk ke Novisiat SVD pada tahun 1957, lalu mengikrarkan Kaul Pertama pada tahun 1959,  mengikrarkan Kaul Kekal dan ditahbiskan imam pada tahun 1963. 

Ia diutus menjadi misionaris SVD ke Indonesia (Flores). P. Kurt Bard, SVD lahir pada 11 Februari 1934.

Pater Kurt, selamat kembali ke Rumah Bapa. Bahagia abadi selamanya bersama para Kudus. Dan,terima kasih untuk segalanya!

 

Oleh Pater Kons Beo SVD,  

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro-Roma

Editor: redaksi

RELATED NEWS