'Pemalsuan Dokumen,' Akal Bulus Dapatkan Alas Hak Tanah di Mabar

redaksi - Kamis, 30 September 2021 18:18
'Pemalsuan Dokumen,' Akal Bulus Dapatkan Alas Hak Tanah di MabarStephanus Herson selaku kuasa dari Suwandi Ibrahim saat berikan keterangan kepada floresku.com, Kamis (30/09/21). (sumber: Paul)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Pemalsuan dokumen menjadi akal bulus demi mendapatkan alas hak atas tanah di Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Hal tersebut diungkapkan oleh Stephanus Herson selaku kuasa dari Suwandi Ibrahim dan kawan-kawan.

Stephanus menjelaskan, konflik yang terjadi antara Suwandi Ibrahim dan Nicholaus Naput telah berlangsung lama. Dalam prosesnya kata dia, pihak Nicholaus Naput melalui kuasa hukum Hans Selatan telah memalsukan dokumen kesepakatan sebagai dasar untuk mengajukan permohonan penerbitan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mabar.

"Dampak dari dokumen palsu itu adalah merugikan pihak Suwandi Ibrahim dan kawan-kawannya. Ia kehilangan tanah miliknya 11 hektare sesuai dengan surat perolehan (dari Tua adat setempat)," ungkap Stephanus

Merasa dirugikan dengan dokumen palsu tersebut, pihak Suwandi Ibrahim memutuskan untuk mengambil langkah hukum dengan melaporkan Hans Selatan dan Nicholaus Naput ke Polda NTT pada tahunahun 2020 lalu.

"Karena kami dirugikan oleh dokumen palsu yang ditandatangani oleh orang mati, maka kami melaporkan ini ke Polda NTT atas dugaan tindak pidana. Itu yang sudah kami lakukan selama ini dan sudah diproses, hasilnya sudah jelas," ujarnya.

Berdasarkan hasil penyidikan Polda NTT pada saat itu, Nicholaus Naput dan kuasa hukumnya Hans Selatan terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.

Kemudian kedua belah pihak bersepakat untuk melakukan mediasi dan akhirnya melahirkan sebuah kesepakatan bahwa pihak Nicholaus Naput mengakui keberadaan Suwandi Ibrahim selaku ahli waris.

Karena persoalan dengan Nicholaus Naput dianggap selesai dengan nota kesepakatan hasil mediasi, Suwandi Ibrahim lalu mengajukan permohonan penerbitan sertifikat ke BPN Mabar. Akan tetapi, pihak Nicholaus Naput menyampaikan sanggahan ke BPN Mabar. Sehingga proses penerbitan sertifikat dihentikan sementara.

"Namun mereka banta lagi. Ketika mereka banta berarti proses pidananya harus tetap berlanjut karena mereka telah mengingkari kesepakatan yang telah dibuat bersama melalui mediasi," ujar Stephanus.

Adapun kronologis tentang penggarapan dan perolehan tanah adat oleh Ibrahim Hanta dan 3 (tiga) orang anaknya yakni : Ibrahim A. Hanta, Nadi Ibrahim, dan Suwandi adalah sebagai berikut :

1. Pada tahun 1973, Ibrahim Hanta membuka lokasi di Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, berdasarkan perintah lisan, (Pau Tuak secara Adat Manggarai) kepada pemangku Adat atau secara Adat Kapu Manuk, Lele Tuak dan telah menyerahkan Tuak/Ayam/uang sebesar Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah);

2.  Sejak tahun 1973,  Ibrahim Hanta menggarap tanah tersebut bersama dengan 2(dua) orang anaknya Ibrahim A Hanta dan Nadi Ibrahim;

3.  Disamping mengolah tanah tersebut, Ibrahim Hanta sambil memelihara (menjaga) kerbau miliknya Bapak H. Ishaka dan mencari ikan di laut, untuk kebutuhan sehari-hari;

4. Pada saat mereka melakukan kegiatan di lokasi tersebut disaksikan dan diketahui oleh Penata Tanah Adat Nggorang yaitu:  Bapak H. M. Abubakar Adam Djudje, untuk itu, tanah tersebut tidak pernah diserahkan kepada siapa pun oleh Pemegang Adat/Fungsionaris Adat karena di lokasi tersebut sudah ada penggarapnya bernama Ibrahim Hanta (Keterangan dari HM. Abubakar Adam Djudje selaku Penata Adat di lokasi tersebut);

5. Pada tahun 1978 Lahir anaknya bernama Suwandi Ibrahim yang sekarang menerima surat penyerahan adat dari Penata Tanah di atas dan pada saat orang tua (ibunya Suwandi Ibrahim) mau melahirkan di lokasi tersebut kemudian ditandu menuju kampungnya di Wae Mata karena di lokasi Kerangan tidak ada sarana dan tenaga medis;

6. Ibrahim Hanta meninggal dunia pada tahun 1986 dan penggarapan Tanah Kerangan dilanjutkan oleh 3 (tiga) orang anaknya yaitu: Ibrahim A. Hanta, Nadi Ibrahim dan Suwandi Ibrah im) bersama Mikael Mesen. Mereka bercocok tanam dengan menanam seperti Padi, Jagung disamping menanam tanaman tahunan Jambu Mete, Pohon Asam, Kelapa, Pohon Cendana, seperti yang ada di lokasi sekarang dan tidak ada orang atau penggarap lain yang menggarap tanah tersebut sampai sekarang;

7. Pada tahun 2012 sampai tahun 2014 mereka menanam Padi, Jagung dan kemudian pada tahun 2014 dilakukan pengukuran oleh BPN Manggarai Barat atas permohonan dari Bapak Nicholaus Naput beserta Ahli waris lainnya, tapi dihadang oleh pihak Ibrahim A. Hanta dan Ahli waris lainnya sehingga tidak dilaksanakan pengukuran, namun pada waktu berikutnya pihak BPN Mabar, melakukan pengukuran tanpa ada penggarap atau pihak Ibrahim A Hanta dan para ahli waris lainnya tidak ada di lokasi;

8. Pada tahun 2016, pihak Ibrahim A Hanta dan ahli waris lainnya kembali menggarap dan membersihkan lokasi tersebut sampai sekarang dan tidak ada pihak dari Nicholaus Naput atau pihak manapun yang keberatan atas kegiatan tersebut. (Paul R).

Editor: Redaksi

RELATED NEWS