Pesan RD Gaby Mane untuk RD Ifan Dhendi, pada Misa Syukur Perdana di Weka Atu, Nangaroro

redaksi - Jumat, 13 Mei 2022 13:28
Pesan RD Gaby Mane untuk RD Ifan Dhendi, pada Misa Syukur Perdana di Weka Atu, NangaroroRD. Florianus Ifan Dhendi (kiri) dan RD Gabriel Mane (kanan) (sumber: Dokpri)

WEKA ATU-NANGATORO (Floresku.com) -Pada 30 April 2022 komunitas Katolik di Weka Atu, Nangaroro, Flores-NTT merayakan Misa Syukur Perdana, RD Florianus Ifan Dhendi.

Acara berjalan meriah didukung  koor Stasi Aegela yang membawakan lagu-lagu karya Sirilus Wali, komposer lagu komposer lagu asal Ndangakapa-Nangapanda, Ende, Flores.

RD Ifan Dhendi dithabiskan pada 24 April di Gereja Paroki Yesus Kerahiman Ilahi (YKI) Aeramo, Nagekeo. RD Ifan memilih moto thabisan 'Karena itu pergilah..! (Mat. 28;19a)' sebagai inspirasi dalam karya kegembalaannya sebagai imam.

RD Gabriel Mane  meneguhkan RD Ifan sekaligus memantapkan iman umat melalui kotbahnya. 

Berikut petikan kotbah RD Gariel Mane, dosen STFK Ledalero dan pendamping para frater di Seminari Tinggi St Petrus Ritapiret,  yang akrab disapa Romi Gaby.

Pergilah Jadikanlah Semua Bangsa Murid-Ku 

“It’s not about how much you give; It's about how much love you put in your giving”,  “Bukan tentang berapa banyak anda memberi tetapi berapa banyak cinta yang anda taburkan dalam pemberian anda”.  Dalam bahasa Ute: “Mona merho ta woso atau kura kau tii tapi tii nee ate ko mona.” 

Sebuah ungakapan yang cocok untuk direfleksikan pada momen ber-rahmat ini, Misa Perdana, anak ganteng, Reverendus Dominus Florianus Ifan Dhendi, Yyng telah memantapkan hati untuk menjadi imam Tuhan melalui urapan Imamat suci di Gereja Aeramo, 24 April 2022.

RD  Ifan bersama keluarga, saat Misa Tahbisan di Aeramo, 24 April 2022 (kiri), dan saat Misa Syukur Perdana di Weka Atu, 20 April 2022.

Betapa tidak, sejauh yang direfleksikannya, putera sulung Kae Kristo dan almarhumah Ka Ia ini, hakul yakin bahwa tapak ziarah panggilannya tidak saja berkutat pada jawaban ya atas sapaan Kasih Tuhan namun lebih dari itu, sejauh mana jawaban itu ditaburi oleh totalitas pemberian diri, kasih, kesetiaan dan komitmen dalam mengikuti Kristus sang gembala utama. Karena imam adalah alter Cristus demikian ditegaskan Paus Yohanes.

Saya tidak heran dengan pilihan motto ini, karena selain lahir dari permenungan pribadi yang mendalam searah sabda Kristus sang imam agung, namun entah yubilaris sadar atau tidak, motto ini mengalir dari semangat missioner yang mewarnai kehidupan keluarga ini.

Moyangnya almahuum Philipus Dhabho, dan opanya Moses Dhosa adalah guru agama tanpa ijazah, yang rela jalan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mengajarkan agama dan opanya almarhum Romo Bene, seorang imam sejati yang telah memberi diri seutuhnya bagi formasi para calon imam.

Lebih dari itu, dalam diri imam baru yang di masa kecil bercita-cita berseragam loreng, menjadi tentara ini, mengalir darah rantau: Ute/Flores-Nabire/Papua; kembali ke Flores untuk mengabdi di Flores. 

Jadi, yang namanya pergerakan untuk pergi dan perutusan untuk keluar berbakti, bukan hal baru, sudah menyatu.

Sabda Tuhan di hari sukacita ini, secara khusus injil suci yang menjadi inspirasi motto imamat Romo Ifan berbicara tentang tugas perutusan seorang murid Tuhan.

“Kepadaku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus; dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat 28;19-20).

Perutusan ini bernada imperative/perintah. Kata yang digunakan adalah pergilah, bukan anjuran atau pilihan melaikan kewajiban yang harus dijalani oleh kita semua tanpa kecuali berkat sakramen permandian yang kita terima sesuai dengan tugas dan pekerjaan kita masing-masing.

Dan dalam kitab suci , perikop ini berada pada ujung injil Matius tentu bukan saja soal letak tetapi mau menunjukan bahwa perintah untuk mewartakan injil (Imperative) adalah buah dari Kasih Allah yang lebih dahulu mengasihi kita tanpa batas (indikatif).

Polanya adalah dari indikatif ke imperatif. Melalui hidup, sengsara, dan wafat serta kebangkitaNya, Yesus menyatakan Kasih Allah yang sempurna bagi kita semua dan pada gilirannya kita mesti mewartakan kebenaran-Nya kepada sesama.

Kasih Allah sungguh dirasakan Romo Ifan sejak dalam keluarga kecil mereka hingga proses formasi diri sebagai calon imam dan keputusan untuk menjadi imam. Kasih dan kekuatan Tuhanlah yang memungkinkan dia mengambil keputusan yang berani ini.

Karena dalam keterbatasannya dan di mata dunia, pilihan untuk menjadi imam adalah pilihan yang sedikit aneh, tidak masuk akal, melawan arus, namun dahsyatnya kekuatan Kasih Tuhan membuat pilihan ini tetap menarik, spesial, dan istimewa, karena itu pria hitam manis yang sempat menjadi murid SDI Wodomia itu tidak salah pilih, on the track

Kita pun bersyukur dan bersukacita bukanlah sebuah mahkota kemenangan, melainkan semata mahkota perutusan lintasan perjuangan tanpa garis finis, tanpa jalan pulang.

Di hadapan kita terbentang hamparan luas tantangan, padang gurun godaan yang lahir dari rahim peradaban dewasa ini yang kian vulgar, materealistis, egoistis, kompromistis, serba instan, gae noa, dendam dan kebencian, yang juga menyeret kaum terthabis pada pusaran ketidaksetiaan, redupnya komitmen dan pudarnya gambaran-gambaran sebagai Alter Christus.

Di tengah berbagai realitas tantangan tersebut, Romo Ifan siap untuk diutus, memaknai kata-kata sang guru untuk mewartakan injil ke tengah dunia.

Dalam nada sukacita serta berpijak pada firman Tuhan terutama motto Imam baru, Karena itu pergilah, saya coba mengangkat beberapa poin untuk kita khususnya imam baru.

Kesiapan untuk pergi mesti dibarengi oleh pemahaman kemana dan untuk apa kita harus pergi (nuka ebha dan bhana tau apa).

Perutusan seorang imam adalah ke tengah semua umat terutama yang sangat membutuhkan, bukan ke segelintir umat atau umat tertentu saja yang lebih menarik, yang lebih menguntungkan, tetapi semua umat.  

Imam adalah dia yang dengan terang Injil menyebarkan cita rasa Tuhan di sekelilingnya dan mengirimkan harapan ke hati yang gelisah.

Salah satu pesan Paus Fransiskus kepada imam muda patut direnungkan: “Lepaskan ide-ide anda yang sudah terbentuk sebelumnya, impian anda akan kebesaran dan tempatkan Tuhan dan umat sebagai pusat perhatianmu (dihadapan imam muda Prancis di Vatikan, 7, Juni 2021

Berusahalah menghidupi pastoral berbasis kehadiran, perpaduan antara altar dan pasar, antara mimbar dan tenda. Atau dalam bahasannya Evangelli Gaudium:  Jadilah gembala yanga berbau domba, menampilkan wajah gereja yang rela memar, terluka dan kotor, karena menceburkan diri ke jalan-jalan (EG 49).

Tentu dengan satu awasan bijak ini: Melebur tapi tidak tercebur, merasul tapi tidak kerasukan, dan menyatu tetapi tidak tercabut.

Keutamaan untuk pergi juga mesti didukung oleh kepastian pergi dengan siapa, bhana nee sai. Panggilan menjadi imam adalah sebuah misteri personal, tetapi melaksanakan karya pastoral adalah realita kekitaan, kebersamaan.  

Oleh karena itu semangat kolegiasitas yang ditaburi oleh kerendahan hati harus menjadi ciri utama, bukan show kehebatan apalagi  single fighter.

Berjalanlah bersama rekan imam dan jadikanlah umat Allah rekan seperjalanan dalam karya pastoral. Umat kita saat ini dengan keahlian dalam bidangnya adalah kekuatan dan penopang utama dalam karya pastoral kita.***

(Ditulis dan disadur oleh Peppy Wuda & Jimmy Gani). ***

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS