Pesona Eputobi, Manjakan Bola Mata dan Sejukkan Mata Batin

redaksi - Selasa, 27 Juli 2021 14:58
Pesona Eputobi, Manjakan Bola Mata dan Sejukkan Mata BatinPesona Panorama dari Tanjung Eputobi, Flores Timur (sumber: Paul Kebelen)

Oleh Paulus Kebelen*

PESONA Eputobi memanjakan bola mata, bahkan menyejukkan pandangan mata batin. Betapa tidak,  hari ini, Selasa, 27 Juni 2021, sekitar pukul 09.45 pagi Wita,  saya melakukan perjalanan dari Boru menuju Kota Larantuka. Rute Boru menuju Larantuka jarak tempuhnya kurang lebih 55 KM dengan memakan waktu sekitar 1,5 jam. 

Setiap kali saya melakukan perjalanan rute Boru-Larantuka, rutinitas tempat melepas lelah hanya tertuju pada satu tempat. Yup tepat sekali. Namanya Tanjung Eputobi. Tanjung Eputobi ini berada tepat di jalan trans Larantuka-Maumere dan terletak di Desa Lewoingu, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur.

Lokasi strategisnya sangat diminati para pelaku perjalanan yang bepergian melintasi area ini. Sehinggah tak heran dan bukan menjadi hal baru apabila mereka (termasuk saya) kerap memilih tempat ini untuk sekedar mencuci mata, melepas lelah, berpose ria mengabadikan momen, sembari meneguk secangkir kopi Leworok yang merupakan kopi lokal masyarakat setempat dan primadonanya masyarakat Flores Timur pada umumnya.

Perpaduan kopi Leworok sambil ditemani panorama otentik yang dipancarkan Tanjung Eputobi, menjadi keunikan tersendiri. Antara kedua Point diatas menjadi kesimpulan kuat mengapa saya selalu memilih tempat ini untuk singgah meneguk kopi dan menemukan secangkir inspirasi dari pesona alamnya.

Seorang mama, pedagan kopi di Tanjung Eputobi (Foto: Paul Kebelen)

" Mama, kopi satu ya", tutur saya sambil meletakkan tas ransel mini diatas gelondongan kayu pengganti meja dan kursi.
"Siap no, orang boru kan?", Saya tersenyum gembira, dan kiranya senyuman itu merepresentasikan bahwa kami sudah saling kenal. Baginya, saya salah satu langganan tetap yang selalu mampir.

Sosoknya sederhana, dan ramah. Namanya Maria Goreti Tukan. Warga setempat menyapanya dengan sebutan "oa eti". Maklum, sejauh yang saya temui, beliau selalu stanby membuka usaha warung kopi dan beberapa makanan ringan lainnya mulai dari jam 06.00 pagi sampai 19.00 malam.

Sekitar satu jam, beliau menemani saya bercerita sembari menjawab beberapa pertanyaan mengenai keadaan jualannya yang berada ditengah terpaan badai covid-19. Dengan penuh kerendahan hati, beliau mencurahkan isi hatinya perihal persoalan hidup dimassa pandemi dan tentu mempengaruhi omset hariannya. Sontak hal ini menjadi bukti nyata, bahwa pandemi covid bukan sajah soal virus pengganggu kesehatan. Lebih dari itu, segala aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pada umumnya juga ikut terintervensi corona virus.

Menurut pengakuan dari curahan hati Ibu Maria Goreti Tukan, pendapatan perhari dimassa covid berkisar antara Rp.100.000 bahkan kurang dari itu. Hal ini terbilang memprihatinkan mengingat masih terakumulasi dengan modal pengadaan kopi dan makanan ringan lain yang diperolehnya dengan cara membeli dari warga setempat. Padahal sebelum pandemi covid merajarela, omset harian mampu dijangkau sekiatar Rp.250000 per hari. Tentu hal ini menjadi tantangan serius Ibu Maria Goreti dan beberapa pedagang lainnya yang memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan berjualan kopi dan beberapa aneka makanan ringan.

Miris dan memprihatinkan. Itulah yang saya amati dari apa yang diterangkannya. "Semoga bencana ini segera berlalu dan pergi", tutur saya dengan Ibu Maria Goreti sambil menenteng ransel mini untuk segerera melanjutkan perjalanan. "Semoga no, ini harapan kita semua", tutupnya dengan irama santun. (*)

*Paulus Kebelen, jurnalis Floresku.com asal Hokeng, Flores Timur.

Editor: Redaksi

RELATED NEWS