Polres Nagekeo Harus Buka Tabir Kematian Vian Ruma

redaksi - Kamis, 11 September 2025 12:48
Polres Nagekeo Harus Buka Tabir Kematian Vian RumaPater Steph Tupeng Witin SVD (sumber: Dokpri)

Oleh: Steph Tupeng Witin

RUDOLFUS Oktavianus Ruma. Biasa disapah Vian Ruma. Sehar-harinya dia adalah seorang guru Matematika di SMPN 1 Nangaroro, Kabupaten Nagekeo. Tubuhnya sudah membusuk ketika ditemukan pada Jumat (5/9).

Lokasi penemuan mayatnya di sebuah pondok di tengah kebun di kampung Wodo Mau, Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo.

Barang-barang pribadinya: telepon genggang, tas, sepatu, sandal terletak di dekat tubuh korban. Sepeda motor jenis Honda CRF terparkir di luar pondok yang berada di tepi pantai itu  (Tempo. Co 6/9/2025).

Fakta yang mencurigakan adalah saat ditemukan dalam posisi korban tergantung dengan seutas tali sepatu melilit lehernya, lutut masih menekuk dan telapak kaki menyentuh lantai pondok dari bambu.

Keluarga telah menguburkan tubuhnya di kampung halaman, di Desa Ngera, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Sabtu (6/9).

Kematian Vian Ruma menjadi tragedi besar bagi keluarga karena almarhum baru saja lulus sebagai aparatur sipil negara (ASN) dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K).

Keluarga mendesak pihak kepolisian agar membuka tabir kematian Vian Ruma. Fakta kematiannya sangat janggal dan mencurigakan. Tali yang melilit leher korban adalah tali sepatu. 

Sekuat berapa tali sepatu aktivis tolak geothermal ini? Posisi kaki korban menyentuh lantai.

Mungin itu akal licik pembunuh agar tali sepatu tidak putus. Keluarga juga menemukan fakta ada bercak darah yang menguatkan dugaan dan kecurigaan bahwa korban diduga mengalami kekerasan (Kompas.id 7/9/2025).

Seluruh narasi kematian Vian Ruma menyimpan sebuah tabir yang kelam.

Anak muda yang aktif dalam kehidupan Gereja dan masyarakat khusus advokasi dan kampanye menolak bandang geothermal di Nagekeo ini meregang nyawa disaksikan pondok bambu yang bisu.

Kita menduga, pembunuh Vian Ruma meninggalkan banyak “jejak” yang menjadi amunisi pihak kepolisian untuk membuatnya jadi benderang.

Profesioanalisme dan komitmen kemanusiaan aparat Polre Nagekeo mendapatkan ruang pengujiannya.

Kapolres Nagekeo, AKBP Rachmad Muchamad Salili menginformasikan, pihak Polres Nagekeo akan berkoordinasi dengan keluarga untuk melakukan ekshumasi dan autopsi terhadap jenazah almarhum Ruma.

Kepolisian Nagekeo sedang mendalami kasus kematian Ruma yang diduga tidak wajar dengan meminta keterangan sejumlah saksi, termasuk saksi yang pertama kali menemukan korban di pondok, kepala desa, ketua RT dan pihak keluarga.

Hasil visum luar  tubuh korban belum dapat memastikan sebab kematian karena tubuh korban sudah membusuk. 

Kapolres Silili menduga korban sudah meninggal empat hari sebelum ditemukan. Hasil autopsi akan memberikan kepastian waktu kematiannya (Tempo.Co 10/9/2025).

Ekshumasi adalah penggalian mayat atau pembongkaran kubur yang dilakukan demi keadilan oleh pihak berwenang dan berkepentingan dalam hal ini kepolisian. 

Mayat tersebut diperiksa secara ilmu kedokteran forensik. Ekshumasi perlu dilakukan ketika dicurigai kematian seseorang dianggap tidak wajar. Melalui ekshumasi, banyak kasus kejahatan yang berhasil diungkap kebenarannya.

Ekshumasi merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar undang-undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana. Prosedur yang dilakukan pada prinsipnya harus sesegera mungkin dan seteliti mungkin.

Peranan dokter sangat penting dalam ekshumasi yaitu dokter, sebagai saksi ahli, harus hadir sejak penggalian kubur sampai melakukan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang diekshumasi dan menyimpulkan apa yang didapatkan dari pemeriksaan tersebut, dan jika memungkinkan mencari sebab kematian.

Dibandingkan autopsi yang segera dilakukan setelah kematian, ekshumasi membutuhkan lebih banyak biaya tambahan untuk penggalian kubur, transportasi, pembersihan, biaya bagi pemeriksa medis, dan untuk penguburan kembali.

Selain itu hasil pemeriksaan terhadap jenazah yang telah lama dikubur tidak akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan pemeriksaan pada jenazah yang masih baru (https://apps.detik.com/detik/ 26/1/2023).

Kematian Vian Ruma ramai diberitakan media nasional dan lokal. Berita dari Kompas, Tempo, BBC, Antara dan media lokal menyebut Vian Ruma sebagai aktivis yang berani menolak rencana proyek geothermal yang sangat doyan dikampanyekan pemerintah yang dibekingi Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Vian Ruma adalah aktivis Koalisi Kelompok Orang Muda untuk Perubahan Iklim (KOPI) dan sangat aktif menolak proyek geothermal di NTT khususnya di Kabupaten Nagekeo.

Aktivitasnya masih sebatas advokasi pendidikan dan peningkatan kapasitas anak muda. 

Apakah orang yang berjuang menjaga keutuhan hidup dan merawat lingkungan mesti mengalami tragedi kejahatan kemanusiaan? 

Apakah tangan yang melilit tali pada leher Vian Ruma itu tidak gemetar dengan dentuman suara hati yang memukul dadanya?

Proyek geothermal ini disebut energi terbarukan. Tapi publik di Flores dan Lembata sadar bahwa itu kampanye murahan, bohong dan tidak benar. 

Hal yang pasti adalah bumi, tanah dilubangi, jelas ada kerusakan alam, ada kehancuran lingkungan, ada kebun dan sawah yang dikorbankan, ada rumah dan perkampungan yang digusur, ada manusia konkret yang dipaksa berpindah.

Lalu “terbarukan” di mananya? Kita minta pemerintah (provinsi dan kabupaten) bersama anteknya PLN agar berhenti menipu rakyat dan stop mengampanye kerusakan alam dan kehancuran kehidupan.

Event Tour de EnTeTe 2025 diduga didukung oleh dua perusahaan geothermal sebagai sponsornya. 

Publik tidak tahu berapa dana yang disumbangkan oleh perusak lingkungan di Flores ini. Bahkan ada dana sebesar 5 miliar dari Bank NTT yang selama ini banyak masalahnya. 

Mungkin saja ada banyak manfaat dari tour tapi harap bukan kampanye geothermal dengan bersembunmyi di balik dua penjahat lingkungan Flores ini.

Kita berharap kepolisian Nagekeo membuka tabir kematian ini melalui kinerja yang profesional dan berkeadilan. Aktivis geothermal memang melekat dalam diri dan perjuangan.

Keluarga dan publik Nagekeo mesti diberitahu oleh polisi: siapa yang berani melilit tali sepatu di leher Vian Ruma? 

Siapa yang tega menekuk lutut Vian Ruma di atas lantai bambu dari pondok itu sehingga mengamankan tali sepatu agar tidak putus?

Telepon seluler milik korban yang tergeletak rapih dekat jasadnya itu bisa menjadi gerbang hukum untuk menyibak tabir kematian kelam ini.

Sekali lagi, mutu dan profesionalisme aparat penegak hukum khusus Polres Nagekeo sangat diuji dalam kasus ini.

Proyek geothermal melibatkan penguasa politik dan pengusaha serta institusi beruang banyak seperti PLN. 

Mungkin juga uang itu hasil mengutang dari pihak lain. Kita berharap polisi khususnya Kapolres Nagekeo tidak hanya “gertak sambal” saja.

Kasus ini merupakan pertarungan kekuasaan dan uang yang dahsyat, kalau benar dugaan bahwa predikat “aktivis geothermal” menjadi alasan penghentian hidup Vian Ruma. Sebuah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.

Darah Vian Ruma tidak tinggal diam. Bercak darahnya di pondok itu akan terus berteriak dan mencari pembunuhnya, termasuk pihak-pihak elite yang bersekongkol menutup bau busuk kasus kejahatan kemanusiaan ini.

Apakah kematian Vian Ruma, aktivis tolak geothermal ini menjadi teror dari para penikmat dan pembohong dalam proyek geothermal? 

Dalam dunia aktivis, kematian aktivis merupakan teror kemanusiaan paling besar. 

Kalau kematian seorang manusia dijadikan teror bagi perjuangan kemanusiaan, betapa jahatnya orang yang rela menumbalkan nyawa sesama manusia.

Apakah penumbal itu akan tidur nyenyak? Apakah kematian aktivis akan mengakhiri gelombang penolakan geothermal? Tidak!!! 

Perjuangan menolak geothermal akan lebih membandang lagi. Banyak kasus sudah membuktikan bahwa penghilangan nyawa tidak pernah menyurutkan apalagi menghentikan gelora perjuangan.

Kematian Vian Ruma menjadi refleksi bagi umat Keuskupan Agung Ende (KAE). Andaikan benar bahwa Vian Ruma meninggal secara mengenaskan karena komitmen dan totalitasnya dalam mengaplikasikan seruan tolak geothermal dari Uskup Agung Ende, Paul budi Kleden, maka momen ini menjadi ruang untuk mengeratkan kesatuan dan merapatkan barisan perjuangan.

Momen tragis ini mesti mengilhami seluruh aparat Gereja KAE agar lebih total dalam menghidupi dan memperjuangkan sikap dan komitmen Gereja Katolik Nusra untuk menjaga keutuhan hidup dan merawat kelestarian alam lingkungan.

Seruan ini lebih dialamatkan kepada elite pimpinan gereja KAE di Kevikepan Bajawa agar lebih total dalam komitmen bersama seluruh umat dalam menjaga tanah Ngada dari penghancuran lebih masif. 

Umat di Kevikepan Bajawa khususnya wilayah sekitar Mataloko pasti lebih tahu komitmen para gembalanya dalam proyek geothermal ini.

Kita mendoakan keselamatan jiwa Vian Ruma dan kekuatan iman bagi keluarga di di Desa Ngera, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo. Harapannya: Polres Nagekeo membuka tabir kematian ini secara benar dan adil.

Kiranya darah Vian Ruma semakin membandangkan gelora perjuangan umat di KAE khususnya Kevikepan Mbay untuk menolak geothermal, monster penjahat lingkungan yang berdaya rusak masif. *

Penulis, Jurnalis, Pendiri Oring Literasi Lembata

RELATED NEWS