PUISI: Sobatku, Sudah Tahun Baru Lagi (Akhir Tahun 2023)

redaksi - Minggu, 31 Desember 2023 09:33
PUISI: Sobatku, Sudah Tahun Baru Lagi (Akhir Tahun 2023)Gerald Bibang (sumber: Dokpri)

Oleh: Gerald Bibang

Hei Indonesia, sobatku seperjalanan
Di tebing tahun sore ini, berhentilah sejenak
Sudah akan tiba tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri
Bercermin pada waktu sebelum kita habis ditelannya
Bukankah kita telah diberitahu hidup di bumi hanya fana

Indonesia, sobatku, siapakah kita ini sebenarnya?
Binatang berakalbudi atau lebih sedikit dari hewan kah?
Makhluk beretika dan berpancasila atau berinsting kah?
Siapakah kita ini sebenarnya?
Yang jika hendak dirimu dicintai, yah, mencintailah
Yang jika hendak berbahagia, yah, saling menghargailah
Yang jika cinta, cinta sajalah
Yang jika jujur, jujur sajalah
Yang jika berkuasa, mengabdi dan melayani sajalah

Atau kita sama saja dengan makhluk lain atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak perut dan kelamin
Hanya mengandalkan kemampuan diri sehingga merasa benar sendiri
Atau iman kita kepada Sang Pencipta hanya label ucapan
Kredo kita terhadap kemahakuasaan-NYA lebih tipis dari uang kertas ribuan 
Bahkan lebih pipih dari kain rok perempuan
Ataukah kita yang begitu sopan santun dan khusyuk di depan khalayak
Dan tiba tiba buas dan binal di saat sendiri merancangkan niat atas nafsu serakah
Ataukah iman kita rasanya lebih buruk dari kicauan burung nyasar di belantara
Kosong tak berdaya!
Tak terasa kita semakin pintar; mungkin kedudukan kita sebagai ciptaan yang berakalbudi mempercepat proses kematangan kita, paling tidak kita semakin pintar berdalih untuk ambisi kita, untuk apa yang kita maui, tentu dengan alasan ilmiah dan cerdas pula

Kita memperkosa alam dan lingkungan demi ilmu pengetahuan; kita berkelahi demi menegakkan kebenaran, mengacau dan menipu, mendustai, mengkhianat dan berpura-pura demi keselamatan diri sendiri

Di sekolah-sekolah terjadi memukul, wlungku, mencaci, membully, menyiksa demi pendidikan; di mana-mana kita berbuat semaunya demi kemerdekaan; memberangus rumah-rumah ibadat atas nama kebebasan beragama; bahkan tidak berbuat apa apa demi ketenteraman, zona aman dan nyaman; kita membiarkan kebohongan demi kedamaian; menyebarkan kepalsuan ke mana-mana agar lama-lama kepalsuan itu diterima sebagai kebenaran; pendek kata, demi semua yang baik, halallah segala-galanya sampai yang tidak baik pun dihalalkan, toh bisa diilmiahkan pendasarannya; gampang banget kan?

Tak terasa kita sebenarnya telah menjadi tolol sejadi-jadinya; tentu tolol bukan karena kurang pengetahuan, bukan, bukan; kita tolol karena kita tahu mana yang benar tetapi lebih mempercayai kebohongan; itulah sebenar-benarnya kebodohan di zaman kita sekarang; zaman yang tiap detik, informasi menyerbu kita siang malam; zaman yang membuat kita bangga mempersamakan siapa diri kita dengan apa yang kita viralkan dan medsoskan

Tak terasa kita sudah lupa nasihat leluhur kita dulu; engkau adalah kata-katamu; engkau adalah caramu berucap dan bertindak; engkau adalah satunya kata dan perbuatan

Jangan-jangan kita sudah mulai rusak; kita mulai tidak tahu bahwa kita sebenarnya tidak tahu apa-apa; ignorantia ignorantiae, kata orang-orang Latin sana, ialah tidak tahu bahwa tidak tahu; wah, sobatku Indonesia, mending mati rasanya daripada menghirup nafas dalam keadaan tidak tahu bahwa tidak tahu; bukankah ini sebuah katastrofa rohani terbesar di abad informasi yang serba gemerlap dan cepat ini?

Lalu bagaimana dengan para cendekiawan?
Sssst, jangan ganggu mereka
Para cendekiawan sedang memikirkan dan menganalisa segala-galanya
Sedang menggunakan ilmu mereka untuk melayani uang dan kekuasaan
Sebagian mereka menjadi budak perut dan sebagian lagi budak kelamin
Mengutak-ngatik margin of error dalam survey-survey, yang penting sahih
Tentu untuk menyenangkan siapa yang bayar
Lalu dengan mulut berbusa-busa mereka mempresentasikannya di depan layar kaca
Inilah hasil kerja ilmu yang seilmiah-ilmiahnya dan dapat dipertanggungjawabkan
Mereka adalah profesional pemain-pemain metodologi
Tentu untuk ambisi dan duit, titik!

Lalu bagaimana para pemimpin?
Lihatlah apa yang terjadi sehari-hari
Mereka sedang mengatur semuanya
Biarkan mereka di atas sana
Menikmati dan meratapi nasib dan persoalan mereka sendiri
Mereka tidak tahu jiwa mereka telah kerdil
Kekuasaan yang digenggam membirahi syahwat ambisi mereka
Mereka lupa untuk apa berkuasa
Mereka lupa bahwa lupa adalah awal mula kejatuhan
*(gnb:tmn aries:jkt: menjelang akhir desember 2023)

Editor: redaksi

RELATED NEWS