Rame-Rame Tolak Investasi Minuman Keras, DKI Jakarta Punya Saham Bir

MAR - Selasa, 02 Maret 2021 23:25
Rame-Rame Tolak Investasi Minuman Keras, DKI Jakarta Punya Saham Bir (sumber: 2021/03/1614682339467.jpeg)

JAKARTA – Dicoretnya investasi minuman keras dari Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, mendapat penolakan dari berbagai pihak.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menolak Peraturan Presiden (Perpres) terkait investasi minuman keras sebab diharamkan dalam Al Quran dan akan menimbulkan mudarat.

“Kami sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi minuman keras,” ujar Said Aqil dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 1 Maret 2021.

Said pun menolak rencana pemerintah menjadikan industri minuman keras keluar dari Daftar Negatif Investasi.

Dia mengatakan seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Sebagaimana kaidah fikih menyebutkan, Tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat).

“Karena agama telah tegas melarang maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” ujar dia.

Oleh karena itu Saiq Aqil menilai bahaya sebagai dampak negatif yang jelas dari minuman keras sudah seharusnya dicegah dan tidak boleh ditoleransi.

“Kalau kita rela terhadap rencana investasi minuman keras ini maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” kata dia.

Kearifan Lokal

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat M Cholil Nafis mengemukakan bahwa kearifan lokal tidak bisa dijadikan sebagai dalih untuk melegalkan minuman keras (miras).

“Tidak bisa atas nama kearifan lokal atau sudah lama ada, maka dipertahankan,” kata Cholil, menanggapi kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri minuman keras beralkohol di beberapa provinsi.

“Saya secara pribadi menolak terhadap investasi miras meskipun dilokalisir menjadi empat provinsi saja,” katanya.

Cholil berpendapat pembukaan industri miras akan memberikan keuntungan kepada segelintir orang namun akan menimbulkan kerugian besar bagi masa depan rakyat.

“Saya pikir harus dicabut kalau mendengarkan pada aspirasi rakyat, karena ini tidak menguntungkan untuk masa depan rakyat. Mungkin untungnya bagi investasi iya, tapi mudaratnya bagi investasi umat,” kata dia.

“Karena kita larang saja masih beredar, kita cegah masih lolos, bagaimana dengan dilegalkan apalagi sampai eceran dengan dalih empat provinsi, tapi, kan, nyebar ke provinsi lain, karena hasil investasi tak sebanding dengan rusaknya bangsa ini,” katanya.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas juga mengkritik kebijakan pemerintah membolehkan industri minuman keras.

“Kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi,” kata dia.

Ia memandang kebijakan pemerintah membuka aliran investasi untuk industri miras lebih mengedepankan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat.

“Fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan kemafsadatan bagi rakyatnya,” kata dia.

Pemprov DKI Jakarta

Menurut Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021, industri minuman beralkohol dan minuman keras beralkohol merupakan bidang usaha yang bisa diusahakan oleh semua penanam modal yang memenuhi persyaratan.

Dalam lampiran peraturan presiden yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu disebutkan, penanaman modal baru untuk industri minuman keras mengandung alkohol dan minuman mengandung alkohol bisa dilakukan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Sebagai informasi, di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat setidaknya dua emiten minuman beralkohol, yakni PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) dan PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). Bahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki 210.200.700 lembar saham Delta Djakarta setara dengan 26,25%. (SKO/trenasia.com)

 


 

RELATED NEWS